webnovel

Tumbuh Tanpa Seorang Ibu

"Pagi sayang," sapa Louisa hangat. Anna berjalan dengan tenang menuju meja makan yang telah di isi oleh seluruh anggota keluarga.

"Pagi ma," jawab Anna pelan. Anna juga menyapa seluruh anggota keluarga yang lain secara formal sebelum ia ikut bergabung di meja makan.

Tidak ada pembicaraan yang berarti ketika mereka semua sarapan, hanya beberapa kali terdengar suara ibu mertua Anna yang menawarkan menu pada si kecil Brayn.

Selebihnya hanya keheningan yang menjadi teman setia ketika menikmati sarapan yang telah tersaji dengan rapi diatas meja. Mutabaq dan yogurt menjadi menu pilihan pagi ini.

Mutabaq sendiri adalah menu khas timur tengah yang terbuat dari daging cincang, telur, parteseli, bawang dan cabai yang di cincang halus, lalu adonan di masukkan kedalam lapisan kue kemudian di goreng.

Anna merasakan jika, mutabaq ini memiliki rasa dan tekstur yang sangat mirip seperti martabak telur yang sering ia makan, sehingga Anna tidak kesulitan untuk menikmati hidangan khas timur tengah ini.

Apalagi ibu mertuanya mengolah mutabaq menggunakan rempah-rempah khas Indonesia. Sehingga membuat mutabaq terasa lebih nikmat dan lezat dengan cita rasa nusantara.

Meskipun keluarga besar Az-Zachary memiliki darah Arab dan Eropa, tapi mereka memilih Indonesia sebagai tempat tinggal dengan semua bisnis yang juga di pusatkan di sini. Anna juga melihat jika keluarga besar ini sangat fasih berbahasa Indonesia meskipun dengan aksen yang sedikit berbeda darinya.

Entah apa yang membuat keluarga terpandang ini bisa berakhir tinggal dan menetap di Indonesia daripada memilih menetap di salah satu negara asal mereka. Anna juga dapat menilai jika, kakek begitu mencintai budaya Indonesia dengan sepenuh hatinya, itu terlihat dari bangungan mansion serta seluruh perabotan yang ada di dalamnya. Klasik jawa adalah hal yang kakek sukai sepertinya.

*****

Setelah sarapan selesai semua anggota keluarga kembali pada aktifvitasnya masing-masing. Ayah mertua Anna dan kakek memilih ruang baca sebagai tempat untuk berdiskusi tentang pekerjaan, begitupun Daren dan Dania yang telah berangkat kerumah sakit. Sedangkan paman Hans dan bibi Laila entah kemana.

Sekarang meja makan hanya tersisa Anna, ibu mertuanya dan juga si kecil Brayn yang masih tampak menikmati sarapan. Brayn makan cukup tenang dan rapi untuk anak seusianya, berbeda dengan keponakan kembarnya yang masih harus di layani dengan baik terutama si cantik Zura.

Mengingat kedua keponakannya membuat hati Anna di landa rasa rindu yang besar, apalagi sejak kejadian yang menimpa dirinya, Anna benar-benar mengabaikan dua malaikat kesayangannya itu. Tapi keadaannya saat ini tidak memungkinkan Anna menghubungi salah seorang keluarganya untuk bertanya kabar si kembar. Rasa kecewa dan marah pada keluarga besarnya masih menggelayuti hatinya sampai sekarang.

"Anna. Bisakah kita bicara sebentar setelah ini?" tanya Louisa sambil menatap sayang menantunya. Ia dapat melihat jika Anna melamun sambil menatap hangat cucunya.

"Tentu ma," jawab Anna setelah tersadar dari lamunannya karena mendengar suara lembut ibu mertuanya. Setelah itu Anna membersihkan mulutnya dengan serbet karena ia telah menyelesaikan sarapannya.

*****

"Anna sebelumnya mama minta maaf atas fakta yang pasti mengejutkanmu ini sayang," ucap Louisa pada Anna. Ia menatap Anna dengan rasa bersalah yang besar.

Kini mereka tengah duduk di gazebo yang berada di taman mansion. Bunga mawar yang memiliki beberapa beberapa warna menjadi pemandangan yang menyegarkan pagi ini.

"Apa keluarga Anna tau?" tanya Anna pelan. Ia berharap jawaban Louisa tidak membuat kekecawaannya semakin besar terhadap keluarganya.

"Tidak," jawab Louisa lirih.

Anna merasa lega karena keluarganya tidak terlibat dalam hal ini, dan Anna sangat bersyukur untuk itu. Anna tidak ingin tau alasan kenapa mereka menutupi fakta ini terhadapnya dan juga keluarga besarnya, yang jelas sekarang Anna hanya ingin menjalani hidup yang semestinya tanpa harus terlibat dalam masalah apapun, apalagi jika itu menyangkut Sebastian.

"Brayn adalah anak Sebastian dengan Sandra Alianka Gustav. Mereka menikah lima tahun lalu karena Sandra hamil, dan itu terjadi karena kesalahan mama" ucap Louisa yang mulai menjelaskan. Ia akan menerima jika pada akhirnya Anna menolak kehadiran Brayn.

"Lalu di mana dia sekarang?" tanya Anna. Anna bertanya bukan karena penasaran, hanya saja Anna berfikir harusnya pernikahan antara dirinya dan Sebastian tidak perlu terjadi jika pria itu sudah menikah.

"Sandra meninggal saat melahirkan Brayn," ucap Louisa yang sudah menangis kala ingatannya kembali mengingat wanita malang itu. Sekuat tenaga Louisa menahan suara tangisnya agar Brayn tidak mendengarnya.

Anna tidak bisa berkata apapun saat mendengar hal itu, tentu ini sangat mengejutkan baginya namun ia berusaha untuk tidak memperlihatkan itu kepada ibu mertuanya.

'Bagaimana anak itu tumbuh tanpa seorang ibu,' monolog Anna dalam hati, sambil melihat kearah di mana Brayn duduk. Anak itu duduk di bawah pohon rindang yang tidak jauh dari gazebo tempatnya duduk, terlihat Brayn yang fokus memainkan rubrik.

"Ini adalah pertemuan pertama antara Brayn dan Ibas," ucap Louisa lagi. Dan kali ini sukses membuat Anna langsung menoleh kearahnya, dan menatapnya dengan tatapan terkejut yang tidak bisa di sembunyikan lagi oleh Anna.

"Sejak Ibas menikahi Sandra, Ibas tidak pernah lagi pulang ke mansion ini, bahkan ia tidak pernah bertanya apapun tentang Sandra yang pada saat itu telah menjadi istri dan mengandung darah dagingnya," jelas Louisa lagi. Louisa meneteskan airmata penyesalan dan rasa bersalah terhadap almarhum menantunya dulu.

"Tapi sepenuhnya tidaklah salah Sebastian, mama yang terlalu egois, mama tidak ingin Sebastian menikah dengan wanita yang salah," lirih Louisa. Alasan yang terdengar konyol di telinga Anna.

"Karena keegoisan kalian, anak yang tidak berdosa dan tidak tau apapun harus menanggung akibat dari apa yang kalian lakukan," ucap Anna dengan suara datarnya.

"Tidakkah kalian fikir diluar sana banyak orang yang berharap di karuniai seorang anak? Bahkan ada yang harus membayar mahal akan keinginannya," lanjut Anna lagi dengan menekan rasa sakit yang tiba-tiba menyerang hatinya.

Anna cukup tau rasa sakitnya saat berada di fase begitu menginginkan seorang anak. Ia yang ingin melengkapi kebahagiaannya bersama Fateh pada saat itu justru, mendapatkan hal yang sebaliknya. Bahkan, karena rasa inginnya itu Anna harus kehilangan orang terkasih dalam hidupnya. Dan itu sangat menyakitkan.

Bukankah dunia itu begitu lucu? Saat ada orang yang begitu menginginkan anak ia malah tidak mendapatkannya, tapi sebaliknya di saat orang yang tidak menginginkan anak, justru mendapatkannya. Bisakah Anna tertawa miris saat ini? Mengapa dunia harus selucu ini terhadap kehendak manusia fikirnya.

Tapi di manakah sosok laki-laki yang berstatus suami sekaligus ayah pada saat itu? Saat dimana dua makhluk itu sangat membutuhkan kehadiran dan dukungan darinya.

'Benar-benar bajingan' umpat Anna dalam hati dengan rasa sakit dan marah bercampur jadi satu. Ah, ingatkan Anna jika ia sudah begitu mahir mengumpat semenjak menikah dengan Sebastian.

"Yah. Semua salah mama, pada saat itu mama tidak punya pilihan lain," jelas Louisa dengan terbata akibat tangis yang tidak bisa ia bendung.

"Pria itu jauh lebih bersalah dan berdosa," celetuk Anna tanpa sadar dengan nada yang tersirat rasa sakit, seolah dialah yang merasakan itu semua.

Louisa sedikit terkejut dengan reaksi menantunya, namun di detik berikutnya ia paham akan perasaan Anna, bagaimanapun Anna adalah seorang wanita yang pasti memiliki naluri seorang ibu sama seperti dirinya.

Louisa juga merasa kecewa dan marah pada putranya saat itu. Tapi Louisa hanya bisa menahan semua itu, karena baginya ia lah yang paling patut di salahkan dalam hal ini.

"Anna bisakah mama meminta satu hal padamu sayang?" tanya Louisa dengan hati-hati sambil menyeka airmatanya.

"Apa itu ma?" tanya Anna balik. Anna mencoba menenangkan kembali dirinya setelah sedikit lepas kendali.

"Bisakah kamu tidak menganggap Brayn sebagai ancaman sayang?" tanya Louisa dengan tatapan lembut menatap Anna.

"Apa alasanku untuk menganggap anak tidak berdosa itu sebagai ancaman?" tanya balik Anna pada Louisa dengan wajah bingung. Anna tidak mengerti kenapa mertuanya bisa mengatakan hal seperti itu.

"Maaf. Mama tidak bermaksud menyinggungmu sayang. Mama hanya takut hubunganmu menjadi semakin buruk dengan Sebastian karena kehadiran Brayn," ucap Louisa dengan sedih.

"Sejak awal hubungan kami tidak pernah baik, dan akan begitu selamanya. Jadi, apapun yang akan terjadi di masa depan, Brayn tidak akan pernah menjadi penyebabnya," Jelas Anna kepada ibu mertuanya.

Louisa merasa lega sekaligus sedih atas apa yang di ucapkan oleh menantunya. Ia tidak akan pernah berhenti untuk mendo'akan yang terbaik untuk putra dan menantunya ini. Semoga awal hubungan yang di dasari rasa sakit ini akan memiliki akhir yang indah, itulah harapan dan do'a Louisa untuk keduanya.

"Tapi apa kamu tidak ingin tau kenapa kami menyembunyikan ini darimu?" tanya Louisa lagi. Wajah Louisa yang kini menatap Anna dengan bingung, karena Anna yang tidak bertanya tentang alasan mereka menutupi ini semua darinya.

"Tidak! Ada hal yang memang seharusnya terjadi, tanpa kita harus tau alasan di baliknya ma," jawab Anna pelan.

Anna ingin mengakhiri pembicaraan ini dengan segera. Oleh karena itu, Anna meminta izin pada Louisa untuk mengahampiri Brayn. Tentu dengan senang hati Louisa mengizinkannya, Louisa juga tau jika Anna menghindari pembicaraan ini.

Louisa hanya bisa mendesah pelan sambil melihat kepergian Anna, ia cukup sadar jika Anna tidak pernah tertarik pada hal yang menyangkut tentang Sebastian, dan Louisa bisa memahaminya.

Satu hal yang membuatnya lega adalah Anna yang tidak menjadikan kehadiran Brayn sebagai alasannya untuk mengakhiri pernikahan seperti apa yang ia takutkan selama ini.

****

"Apa permainan rubrik itu sangat menyenangkan?" tanya Anna begitu sampai di hadapan Brayn yang masih duduk di bawah pohon yang rindang.

"Bibi," cicit Brayn saat mendongakkan kepala untuk melihat Anna yang berdiri di hadapannya.

"Hmm,,, apa rubrik ini menyenangkan?" tanya Anna lagi dengan lembut. Anna ikut duduk di bawah pohon dengan beralaskan rumput sintesis.

"Ya, bibi mau coba?" Tawar Brayn sambil menyerahkan rubrik kesayangannya pada Anna yang kini sudah duduk sejajar dengannya.

"Tidak, bibi tidak bisa memainkannya," jawab Anna sambil menatap mata bening Brayn.

"Bi, aku minta maaf ya?" ucap Brayn tiba-tiba dengan nada lirih sambil menatap Anna sendu.

"Untuk?" tanya Anna bingung.

"Semalam pasti bibi keberatan dan kesusahan saat menggendongku kekamar, aku tidak sengaja tidur di pelukan bibi," jawab Brayn pelan sambil menundukkan kepalanya.

"Tidak berat sama sekali," jawab Anna yakin. Membuat Brayn langsung mengangkat kepalanya. Anna memberikan senyum manisnya untuk Brayn, membuat tatapan sendu serta suara lirih Brayn lenyap entah kemana, tergantikan oleh senyum bahagia yang terbit di bibir mungil Brayn.

Anna menyadari setiap kali ia melihat Bryan suasana hatinya menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Next chapter