webnovel

34. Celia Si Cebol

"Aku harus pergi," cicit Milly. Suaranya pasti kecil sekali. Suasana di sini ramai sekali. Salah satu teman Celia memanggilnya.

"Bul, lain kali kita mengobrol lagi ya."

Bulldog! Milly membantin. Mau sampai kapan Celia berhenti menyebutnya 'Bul'?

"Aku harus membagikan minuman lagi," sambung Celia. "Kamu jalan-jalan saja dulu. Di dalam ada banyak sekali stand makanan yang enak-enak. Nanti kita ketemu lagi ya."

Si cebol berjalan melenggak-lenggokkan bokongnya yang oversize. Milly nyaris terpaku di tempatnya. Berbagai pikiran kejahatan berkecamuk di dalam kepalanya. Ingin sekali ia mengambil pemukul baseball dan menghajar bokongnya yang bulat dan besar itu. Jika pemukul baseball tidak ada, raket nyamuk listrik juga lumayan. Jika saja ia bisa menyetrum Celia, mungkinkah jika rambutnya itu akan menjadi keriting dan gosong?

Milly menggelengkan kepalanya dengan cepat. Ia teringat bahwa tujuannya kemari adalah untuk memberi Nicholas kejutan, bukan untuk melancarkan balas dendam. Jam di ponsel Milly menunjukkan bahwa lima menit lagi Nicholas akan segera tampil. Ia sudah membayar mahal tiket masuk kemari. Jangan hanya karena perkataan sembarangan dari Celia, ia harus menyerah begitu saja. Ia akan menuntut penjelasan pada Nick. Harus.

Malaysia, Jakarta, Bandung. Lalu negara dan kota mana lagi yang akan Nick singgahi untuk mendapatkan wanita baru? Milly sampai berpikir, mungkin saja dirinya adalah salah satu koleksi pacarnya Nick yang ada di Batam. Bisa saja ada wanita lain yang sedang menggelayut di kakinya dan Milly tidak mengetahuinya.

Tenangkanlah dirimu, Nak! Sang naga menasehatinya. Bisa jadi Celia hanya berkata omong kosong. Sejak dulu perkataan wanita itu tidak bisa dipercaya. Milly segera menghempaskan semua pikiran buruk itu. Ia harus masuk ke dalam dan menemui Nicholas. Pria itu harus melihatnya dan menjelaskan semuanya.

Dengan sisa tenaga dan emosi yang ada, Milly berjalan masuk ke dalam gedung. Ia menunjukkan tiket masuk yang kemudian dirobek sebagian oleh petugas penerima tamu.

Milly terkesima. Ini memang luar biasa. Ada banyak sekali hal yang baru pertama kali dilihatnya. Mesin pencetak adonan bergerak secara otomatis mengeluarkan adonan untuk kue kering. Adonan berjajar rapih dengan ukuran yang proporsional dengan kecepatan yang stabil.

Lalu ada mesin pembuat kopi. Aromanya begitu menggoda. Milly ditawari sampel kopi dan meneguknya hingga habis. Rasanya enak sekali. Sang SPG langsung menawarinya dengan menyodorkan brosur dan bungkus kopinya. Dengan malu-malu Milly menolaknya.

Asap mengepul di sana sini. Aroma masakan menguar, seketika membuat perutnya jadi lapar. Beberapa chef sedang melakukan demo masak di mana-mana. Alat pengeras suara menempel di sudut mulutnya, sementara tangannya sibuk memasak. Orang-orang berkumpul untuk menyaksikan sembari mencoba sampel makanan gratis.

Berbagai kotak makanan dan gelas plastik dengan berbagai merk dipajang. Stand itu menawarkan jasa mencetak logo pada kemasan makanan dan minuman. Itu pertama kalinya Milly melihat ada jasa percetakan seperti itu. Hebat sekali.

Stand yang lain memajang daging steak wagyu ukuran jumbo dengan kwalitas premium. Aroma masakan bercampur dengan aroma kopi dan coklat menguar memanjakan hidung. Perut Milly semakin meronta-ronta.

Milly berjalan perlahan menuju ke tengah gedung. Terdapat banyak kursi berjajar rapi. Kamera siap mengambil gambar. Panggung berdiri kokoh di depan. Kompor, wajan, dan bahan-bahan makanan telah disiapkan di atas meja.

Orang-orang berkumpul di bawah panggung untuk berfoto. Kebanyakan adalah para wanita. Mereka berebut untuk foto dengan... Chef Nicholas.

Napas Milly tercekat. Ia melihat Nick sedang tersenyum ke arah kamera ponsel. Para wanita sibuk menggandeng tangannya, merangkul bahunya, memeluk pinggangnya, tapi Nicholas diam saja menerima semua itu.

Milly ingin sekali pergi dari sini. Ia menyesal sekali telah jauh-jauh datang ke Bandung. Ia tidak perlu melihat semua ini. Nicholas jahat sekali padanya. Milly mengentak-entakkan kakinya dengan kesal sambil menggerutu.

Ini bukan pertama kalinya Nick membuatnya cemburu hingga ia kehilangan akal sehatnya. Saat pertama kali melihat Nick merangkul Celia di sekolah, di hadapan matanya, ia benar-benar mengalami patah hati yang sangat luar biasa.

Tapi sekarang rasanya berbeda. Dulu ia merasa tidak berdaya karena Nicholas memang adalah kekasihnya Celia (meski sebenarnya itu adalah sebuah kesalahan terbesar Nicholas dalam hidupnya. Milly masih merasa seperti itu.) dan Milly tidak berhak untuk protes. Ia hanya bisa cemburu dari jauh saja sambil meratapi nasibnya.

Kini, ia merasa bahwa ia telah memiliki Nick sebagai kekasihnya meski tidak ada pernyataan resmi. Ia menerima ciuman Nick hingga ia melayang, mereka juga saling berpelukan. Dan sekarang Nick... seolah direbut oleh pihak yang tidak berkenan. Celia! Semua wanita genit itu! Mereka semua tidak pantas menyentuh Nick!

Milly ingin sekali menjambak rambutnya dengan keras. Seorang SPG mendekatinya untuk menawarinya kue bolu yang sudah dipotong kecil-kecil dan dimasukkan ke dalam wadah kertas yang diberi tusukan gigi.

"Silakan, Mbak. Mau coba kue bolunya?" Lalu SPG itu tiba-tiba terkejut ketika melihat Milly sedang marah-marah sendiri.

Milly pun sama terkejutnya melihat SPG itu. Ia mengangguk malu-malu lalu menerima kue itu. Ia mencicipi kue itu dan ternyata rasanya sangat lezat. SPG itu kemudian tersenyum dan memberinya lagi potongan kue bolu dengan rasa yang lain. Ada rasa coklat, stroberi, dan pandan.

Mood Milly setidaknya agak lebih baik setelah mencicipi kue bolu itu. SPG itu menawarinya bubuk instan untuk membuat kue bolu itu. Tahap-tahap pembuatannya sangat mudah, hanya perlu ditambah dengan air dan telur saja, lalu dikukus. Langsung jadi dan rasanya enak.

Milly membeli tiga macam bubuk instan itu sekaligus. Rasanya enak dan harganya murah. Ia akan membuatnya sendiri di rumah dan membaginya dengan Marshal dan orang tuanya. Ririn juga pasti menyukainya.

Selesai membayar, Milly kemudian kembali melihat ke arah panggung. Suara musik terdengar nyaring. Sang MC laki-laki kemudian membuka acara dengan gayanya yang keren. Kamera bersiap sedia merekam semua hal yang terjadi.

Kemudian di sanalah pria tertampan dan yang paling mempesona, yang selalu berhasil membuat Milly meleleh dan kehilangan kata-kata. Nicholas tampak begitu luar biasa. Tubuhnya yang sekarang jadi tampak atletis, mengenakan pakaian putih khas koki dengan kancing yang berjajar di dadanya. Ia mengenakan celemek berwarna hitam. Nicholas memperkenalkan dirinya dengan suara yang dalam dan berwibawa. Seluruh penonton yang didominasi oleh kaum ibu-ibu seketika bertepuk tangan riuh.

Milly langsung membayangkan jika Nick bertelanjang dada dan hanya mengenakan celemek itu saja. Pria itu pasti akan terlihat sangat seksi. Milly langsung menepis pikiran liar itu.

Ia heran dengan dirinya sendiri. Sampai kapan ia akan berhenti untuk mengagumi Nicholas? Sepertinya tidak akan pernah. Ia akan selalu terpesona dan jatuh cinta pada pria itu. Ia menyadari bahwa ia hanyalah wanita yang lemah.

Next chapter