webnovel

El Akan Menjaga Nusa

Dinginnya angin malam tidak membuat seorang cowok dengan jaket hoodie-nya itu merasa kedinginan sedikitpun, tampak dirinya yang seperti memiliki kulit baja. Ia tampak menatap langit yang sedikit berawan itu dengan pandangan lurus.

"Bara?"

Panggilan halus itu mulai menyapa indra pendengaran dengan sempurna, membuat dirinya harus menolehkan kepala ke sumber suara dengan wajah datarnya. "Duduk." ucapnya sambil menggeser bokongnya, memberikan space untuk duduk untuk cewek satu itu.

"Kenapa nyuruh aku datang kesini? Kan udah malam loh, kamu gak takut diculik atau dibegal? Aku aja takut loh, Bara." ucap cewek tersebut sambil duduk di sebelah El, ia mengusap lengan menggunakkan kedua tangannya. Hanya memakai cardigan yang membalut kaos lengan pendek, pantas saja ia merasa dingin.

El menaikkan sebelah alisnya. "Gak boleh?"

"Bukannya gitu, duh sulit ya bicara sama kamu." Cewek itu tampak gugup sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia mengaduh dalam hati, kenapa bisa-bisanya ia bertanya seperti itu? Dasar rasa penasaran yang tidak pernah pudar!

El mendongakkan kepalanya, kembali menatap langit. "Lo pulang lagi aja deh, Sa." ucapnya tanpa rasa bersalah sedikitpun. Ia hanya merasa ingin di temani oleh seseorang untuk malam ini, tapi di saat ia sudah menemukan orang itu justru dirinya menjadi risih dan sedikit canggung makanya langsung mengusir.

Cewek itu, Nusa yang kini sedang menatap heran tepat di sampingnya cowok itu. "Dasar Bara nyebelin!" pekiknya itu sambil mencubit pinggang El dengan ganas, merasa gemas dengan cowok satu itu yang memang suka seenaknya.

Ia sudah jauh-jauh kesini dengan motor, malam-malam pula. Memberikan alasan konyol pada Rehan jika ia ingin membeli nasi Padang di ujung komplek perumahannya. Dan setelah sampai di tempat tujuan, tidak membuahkan apapun? Dan langsung di usir? Sungguh, ia rasanya ingin meninju El pada detik ini juga. Ah iya, Nusa tidak mempunyai keberanian yang cukup kuat.

El bergeming. Ia sibuk merasakan terpaan angin pada permukaan wajahnya. Dingin, itu yang ia rasakan. Tidak, bukan dingin yang menusuk sampai syarafnya, tapi dingin yang menenangkan hati. Tadi, ia menyerahkan segala keinginan Alvira pada Reza. Sahabatnya yang seperti meminta akses lebih jauh untuk mendekati adiknya.

Throwback

"Sampai kapan lo selalu jagain Alvira gini? Maksud gue, Alvira juga butuh seseorang yang bisa nyembuhin dia dari luka lamanya, El." ucap Reza sambil melihatkan senyuman simpulnya. Cap laki-laki buaya sampai kadal memang sudah tak asing lagi melekat di tubuhnya, namun... kali ini dan untuk Alvira dirinya merasa bersungguh-sungguh. Ya kalau tidak bersungguh-sungguh, pasti akan patah tulang akibat ulah El.

El mengembalikan ekspresi datarnya. "Terus apa mau lo?" Kembali bertanya.

"Gue mau jadi orang itu El, orang yang jagain Alvira selain lo dan disuatu saat lo gak ada buat dia."

Tidak ingin membalas ucapan Reza, El menghela napasnya. "Keburu malam Za kalau ngobrol gak penting kayak gini." ucapnya yang sudah tidak ingin membahasnya lagi. Ia hanya takut jika sahabatnya ini akan menyakiti hati seorang cewek yang sudah ia jaga selama ini. Cewek yang paling ia sayang di setiap detik dalam hidupnya, cewek kedua setelah Almira yang menepati posisi prioritasnya.

Reza menatap El dengan sorot mata yang menunjukkan keseriusan yang berkali lipat. "Lo takut Alvira gue sakitin kan? Lo yakim kalau gue bakalan mengulang hal yang sama kayak Bian nyakitin adik lo?" tanyanya dengan serius, bahkan sorot matanya pun lekat.

"Iya." jawab El sambil menganggukkan kepala.

"Lo kenal gue berapa lama, El?"

"Gak inget."

"Oke, ganti pertanyaan. Lo kenal sifat gue seberapa jauh?"

"Jauh banget."

"Lo masih berargumentasi kalau gue bakalan nyakitin Alvira kayak apa yang Bian lakuin ke dia dulu, iya?"

El bergeming. Ia menahan emosinya supaya tidak melukai sahabatnya ini. Bian, satu nama yang hanya di sebut dapat membuat dirinya kehilangan kendali. Karena menurutnya, seseorang yang sudah melakukan kesalahan, dia tidak akan pernah termaafkan sampai mohon-mohon sekalipun.

"El, jawab gue. Iya gue tau kalau gue itu playboy. Suka ganti cewek, dan terlebih mungkin suka ngebaperin tapi habis itu ninggalin."

"Iya, ciri khas lo."

"Tapi buat Alvira, beda El. Gue sayang, gue mau berubah dan nunjukkin sesuatu yang berbeda."

"Ada jaminan?"

"Lo boleh pukul gue sepuasnya kalau pas sama gue, Alvira lebih banyak nangis daripada bahagianya."

El menaikkan sebelah alisnya, lalu menyunggingkan seulas senyuman. "Gak perlu, gue kasih lo kesempatan." ucapnya sambil menepuk bahu Reza sebanyak dua kali.

Dalam detik itu juga, Reza melompat kegirangan bak anak kecil yang di beri mainan baru pada sang Daddy. Raut wajahnya yang tadi serius seakan-akan kembali sirna dengan wajah konyol yang jika di samakan dengan Mario akan terlihat sebelas dua belas. "GUE SAYANG BANGET EL SAMA LO, ASLI GAK BOONG GUE!" pekiknya dengan lantang sambil bergerak hendak memeluk El dengan erat.

"Berani peluk, gue pukul lo!"

Throwback off

Bayangan itu kembali menghantui dirinya. Lagipula, apa salahnya membiarkan Reza mencoba? Jika di pikir-pikir lagi, kalau sahabatnya itu berhasil meluluhkan hati Alvira, pasti adiknya itu akan merasa senang. Siapa tahu hal itu membantu Alvira move on dari salah seorang cowok brengsek yang sangat tidak tahu malu.

"Bara, ini aku beneran suruh pulang?" tanya Nusa yang membuat El langsung mengerjapkan matanya dan kembali pada dunia nyata.

El menegakkan tubuh dalam posisi duduk, lalu menatap ke arah cewek di sampingnya dengan senyuman miring.

"Besok berangkat bareng gue."

Nusa membelalakkan kedua bola matanya. Ia cukup trauma dengan kejadian yang menimpanya hari ini, semua itu berawal dari bully karena berangkat ke sekolah bareng cowok hits ini. "Hah? Enggak, Bara. Nusa bisa sendiri di antar sama Kak Rehan kok, dua rius!" ucapnya sambil memberika lambang peace yang dibentuk jemari lentiknya.

Melihat Nusa yang menampilkan sorot mata ketakutan, ia segera menangkup wajah cewek itu dengan kedua tangannya. "Jangan takut lagi." gumamnya sambil memperlihatkan sebuah senyuman kecil untuk Nusa. Entah kenapa ia melakukan hal itu, tapi ia rasa dengan senyuman bisa mengobati hati yang gelisah bahkan bersedih.

Akibat dari tindakan El, tubuh Nusa mematung sempurna. Apa ia tidak salah lihat? Apa gara-gara kejadian dirinya membolos dan suhu tubuhnya yang cukup hangat ini membuat ia berhalusinasi?

"Kayaknya kamu bukan Bara deh, bisa jadi setan yang lagi cosplay jadi Bara nih." ucapnya dengan polos sambil menurunkan kedua tangan El yang berada di pipinya. Ia mendekatkan wajahnya pada cowok itu, menatap ke arah lensa mata yang setiap hari digunakan untuk menatap orang dengan tajam dan datar.

El memutar bola matanya, lalu mendorong pelan wajah Nusa supaya tidak begitu dekat dengan dirinya. "Jangan modus." ucapnya, kembali menggunakkan nada bicara dingin, datar, seolah-olah tidak tersentuh.

"Ih siapa juga yang modus, geer banget mau aku modusin!" ucap Nusa sambil menggembungkan pipinya. Ia menatap El dengan sebal, ternyata cowok ini tidak dingin dan menyeramkan seperti waktu pertama kali mereka bertemu. Dan satu yang ia sadari, apa El sudah berubah?

"Bara?"

"Hm."

"Aku lihat-lihat kayaknya kamu berubah deh, kenapa? Kayak beda aja gitu auranya,"

"Gue bukan robot."

"Apaan sih, Bara. Aku serius loh tanya kamunya, jawabnya juga serius."

"Diseriusin nanti baper."

"Tau ah!"

El mengulum senyumnya saat melihat Nusa yang sudah berkali-kali memasang wajah menggemaskan itu. Sejujurnya, ia juga tidak mengerti dengan apa yang terjadi pada dirinya pada akhir-akhir ini. Yang ia tahu, ia menjadi suka berbicara dengan kalimat panjang, menunjukkan seulas senyum, hanya kepada Nusa seorang.

Dan itu artinya apa? Ia benar-benar tidak paham.

"Dasar cewek kepo." ucap El sambil menggelengkan kepalanya. Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain, seolah-olah kini Nusa bukanlah objek yang pantas untuk di tatap dalam jangka waktu lama, bisa-bisa dirinya merasakan perubahan lain pada dirinya.

"Aku cuma penasaran!" seru Nusa membela diri.

"Jadi?"

"Jadi apa?"

"Berangkat bareng gue, ya?"

"Nanti Kak Rehan gimana? Aku juga gak mau di pandang jelek sama fans kamu yang ganas-ganas semua."

"Gue jagain."

"Gak, tetep gak mau, Bara."

"Gue gak terima penolakan."

Pada malam itu, Nusa seperti orang linglung yang merasakan perubahan luar biasa dari El.

Sejak kapan cowok itu menjadi pribadi pemaksa seperti ini? Lagi dan lagi, pertanyaan demi pertanyaan timbul di otaknya. Membuat dirinya mau tidak mau harus mencari jawabannya suatu saat nanti. Dan jika tidak ketemu, ia hanya berharap rasa penasaran kepada El saat ini pasti suatu saat akan musnah.

...

Next chapter

Next chapter