Kami turun dari bis yang kami tumpangi dari terminal Cepu. Semua penumpang memandangi kita heran karena kita turun tepat di tengah Hutan. Iya, lebih tepatnya tengah hutan jati yang jauh dari pemukiman penduduk.
"Apa kamu masih ingat dimana kamu berhenti malam itu?" tanyanya.
"Maaf Di, aku lupa." Sahutku ragu. Waktu itu malam sangat pekat, sehingga sulit untuk melihat sekitar. Aku meminta turun disini, karena aku menerka-nerka saja.
Ardi sedang memusatkan pikiran. Terlihat ada kerut di sekitar matanya yang terpejam, menandakan bahwa dia sedang berkonstrasi penuh. Sejenak, dia pun membuka mata.
"Sulit sekali menemukan keberadaan Pak Min." Keluh Ardi.
"Memangnya kenapa Di?"
"Sepertinya ada kekuatan ghaib yang sedang menutupi keberadaan Pak Min. Menurut penerawangan ghaibku, hanya terlihat kabut yang gelap yang menyelimuti hutan ini. " Jelasnya Resah. Aku jadi teringat alasan kenapa Pak Min, mendadak meminta untuk berhenti dari hutan ini. dan berlari ke dalam hutan.
"Dina, apa kamu mengetahui sesuatu?" tanyanya penuh selidik saat mendapatiku tengah terdiam.
"Sebenernya..."
"Katakan Dina!" kejar lelaki itu tidak sabar.
"Awalnya, aku meminta bantuan Pak Min, untuk menghadap Raja Arya. Kamu tahu kan Raja Arya 'kan? Tapi sebelum itu, dia memintaku untuk berhenti disini untuk meminta bantuan kepada para demit Penunggu hutan ini." Jelasku.
"Astagfirullah, ternyata Pak Min, pengikut iblis?" Ardi membelalakan mata tidak percaya. Mungkin, dia tidak menyangka jika Pak Min ternyata meguru dengan bangsa demit.
"Terus kenapa Ardi? Kamu bisa menyelamatkannya 'kan?"
Ardi tidak segera menjawab. Dari awal dia sangat bersemangat untuk datang ke sini untuk menyelamatkan Pak Min. Tetapi setelah mengetahui fakta di balik Pak Min, dia malah ragu.
"Ayolah Di, kumohon." Rengekku.
Walaubagaimanapun, akulah penyebab kenapa Pak Min bisa nekat datang ke sini sampai membahayakan nyawanya sendiri. Aku harus berupaya untuk menyelamatkannya.
"Sulit Dina, semuanya tidak segampang itu. lagipula, aku melihat hawa mistis di hutan ini sangat kental, yang justru akan membahayakan nyawa kita."
Aku berlutut dihadapannya, aku berkata dengan suara parau "Di, aku mohon selamatkan Pak Min. Dia sudah kuanggap sebagai ayah kandungku sendiri. Bahkan, dia begini gara-gara aku."
"Jangan begini Dina, ayo bangunlah!" pintanya.
"Enggak, aku enggak mau bangun kalau kamu tidak mau menolong Pak Min." Ujarku bersikeras.
"Iya, aku akan menolong Pak Min. Aku akan mengerahkan segenap kemampuanku. Tapi aku tidak janji bisa membawanya kembali."
"Benarkah itu Di?" Aku mendongak. Mata yang berkaca-kaca itu tampak berbinar. Ardi mengangguk Sembari tersenyum simpul.
"Sekarang, Ayo kita cari tempat dimana kamu berhenti malam itu," ajaknya. Aku berdiri dan berjalan mengiringinya, Menyusuri pinggir jalan beraspal itu. Yang kuingat adalah aku berhenti di jalan yang penuh dengan kerikil. Itulah satu-satunya petunjuk.
"Oh iya Di, kamu belum cerita tentang desa kita, kenapa warga menghilang secara misterius?" ujarku. Dia mendesah panjang. Sepertinya ada beban berat yang sedang dia pikul.
"Ceritanya panjang Din. Kamu masih ingat ketika Pak Kyai menolongmu dari bangsa demit kala itu?"
"Iya, memangnya kenapa?"
"Ceritanya Panjang Din." Dia pun mulai bercerita tentang asal muasal petaka ini terjadi. Rupanya semua berawal ketika Pak Kyai yang menolongku dan bayiku. Ternyata Bangsa demit penunggu hutan tidak menyerahkan kami begitu saja. Mereka mengajukan syarat, yaitu jangan ada bangsa manusia yang berani menginjakkan kaki di wilayah mereka. wilayah yang dimaksud adalah hutan bagian dalam dengan sendang yang dikelilingi pohon beringin besar sebagai pusatnya. Kalau sampai hal itu terjadi, maka desa cerme dan penduduknya akan binasa.
"Pak Kyai pun menyetujuinya. Sesuatu hal yang seharusnya pantang dia lakukan. Karena bangsa Demit pasti punya siasat yang sangat licik untuk menjerumuskan manusia." sambungnya. Lalu dia menceritakan bahwa dia sudah menikah dengan Zahira, putri satu-satunya dari Sang Kyai sampai mengandung anak yang pertama.
Mereka mengadakan syukuran kecil-kecilan dengan mengumpulkan semua anggota keluarga dan beberapa tetangga di dalam rumah miliknya. Ketika Ardi keluar sebentar karena ingin menjemput adiknya yang tidak kunjung datang. Betapa terkejutnya dia saat mendapati adiknya meninggal di rumah orang tuanya. Dan yang lebih mengejutkan lagi ketika dia kembali, terdengar suara yang memilukan dari dalam rumah miliknya yang terbakar. Iya, seluruh keluarganya dan istrinya, termasuk Pak Kyai terpanggang hidup-hidup di dalam rumah itu. Mereka meninggal di tempat.
Pada saat itu, perasaan Ardi sangat kalut. Betapa tidak, di malam yang seharusnya menjadi momen paling bahagia justru berubah kelam. Ketika dia mendongak, terlihat ribuan bangsa demit dengan wujud yang aneh dan mengerikan itu tertawa penuh kemenangan. sejurus kemudian, dia merenggut nyawa penduduk desa cerme secara massal. Menghilangkan jasad dan rohnya secara misterius.
"Kenapa Mereka berani melakukan itu semua? Apa ada yang melanggar Pantangan dari mereka?"
"Seperti yang kubilang tadi, mereka sangatlah licik. Ternyata mereka meminta tolong kepada bangsa demit lain, Siluman biawak untuk membujuk sebagian penduduk desa cerme untuk melakukan pesugihan di wilayah terlarang itu. Meski sebagian penduduk itu tahu bahwa pantang untuk ke sana, tapi berkat bujukan dari siluman biawak. Mereka pun nekad pergi ke sana bahkan sampai nyebur ke sendang.
Walhasil, Jebakan mereka berhasil. Dengan begitu, mereka bebas merenggut nyawa seluruh warga desa cerme." Jelasnya panjang lebar.
"Terus nasib ibuku gimana Di?" aku kembali teringat dengan kejadian yang menimpaku waktu itu. Rupanya ibu yang aku temui itu merupakan jelmaan dari lelembut. Begitupun dengan bayi setan itu. Selama dua hari aku bermalam di desa yang di huni oleh mahluk halus. Bulu romaku berdiri seketika. Ada sesal di dalam hati ini, lama tidak pulang kampung. Terlebih, aku tidak mengindahkan ibuku yang kalau setiap telefon, selalu bertanya tentang kepulanganku. Dan ketika aku pulang, Ibuku hilang misterius bersamaan dengan ratusan penduduk desa cerme.
"Ibumu dan semua penduduk sekarang menjadi budak dari bangsa mereka. Bekerja tanpa lelah di kerajaan ghaib mereka. bahkan, Bangsa lelembut tidak segan-segan menyiksa mereka kalau tidak menuruti keinginan mereka."
"Astaga ibu!!" jeritku histeris, menggema di antara rimbunan pepohonan jati. Rasanya hatiku hancur berkeping-keping. Ibu adalah satu-satunya harta berharga yang kumiliki, aku tidak rela sampai kehilangan dia, apalagi melihat keadaanya yang mengenaskan bersama Lelembut keparat itu.
"Sabar Dina, sekarang lebih baik kita fokus mencari Pak Min dulu, baru kita pikirkan cara untuk menyelamatkan penduduk desa." Tukas Ardi yang tampak tegar. Iya bagaimana tidak, kondisinya malah lebih parah dari aku. Dia kehilangan keluarganya, istrinya dan keluarga istrinya dalam satu malam.
Lalu, kami melanjutkan untuk menyusuri pinggir jalan yang beraspal. Terlihat beberapa kendaraan berhenti menawari kamu untuk menumpang tapi kami menolaknya.
Setelah cukup lama berjalan, tiba-tiba pandanganku tertuju kepada pakaian yang sangat familiar tercecer di atas tanah yang berkerikil.
"Ardi, di sini tempatnya!"
bersambung
Note:
masing ingat dengan pakaian dalam Dina yang berceceran di atas tanah ketika di culik sama Anton dan pak Sugeng?
jadi keberadaan Pak Min juga tidak jauh dari sana kan?
hehehe