webnovel

Hutan Rawa

Emery berjalan keluar dari ruangan itu dan pergi menuju Elder's Respite. Saat di luar, ia memutuskan untuk melihat peta di telapak tangannya sebelum ia berjalan lebih jauh. Beberapa acolyte sudah melewatinya, namun Emery tidak peduli dan hanya tersenyum. Saat ini, battle power-nya sudah mencapai 11 poin, sehingga ia bisa bergerak dua kali lebih cepat dari biasanya.

Cahaya oranye yang bersinar melewati dedaunan semakin meredup seiring dengan menghilangnya matahari ke ufuk barat di balik pepohonan yang menjulang tinggi. Setelah beberapa saat, Emery menarik nafas dan merasakan udara lembab, sebelum berlari melewati akar-akar serta tanah yang semakin licin karena berlumpur semakin lama ia berlari. Emery tiba di dekat rawa pada saat bersamaan dengan banyak acolyte lainnya, namun ia memutuskan untuk mencari sendiri tanaman itu, hanya ditemani oleh cahaya kekuningan rembulan.

Tempat itu sangat gelap, dan Emery mengusap kedua tangannya, berusaha untuk menghangatkan diri. Di kejauhan, ia melihat sebuah bola bercahaya di bawah sebuah tanaman raksasa. Perlahan-lahan, Emery berjalan mendekat, tangannya siap menarik pedang di pinggangnya. Pada setiap langkah, suara dengung menjadi semakin terdengar jelas. Ternyata bola cahaya itu berasal dari serangga sebesar seekor burung yang sedang terbang. Tangan Emery bersinar, dan sebuah informasi baru masuk ke dalam pikirannya.

[Firefly]

[Level 1]

[Battle Power: 10]

[Tidak agresif jika tidak diprovokasi.]

Emery mengernyitkan alisnya, sedikit merasa bingung. Serangga itu memiliki battle power yang hampir sama dengannya. Ia hendak menarik pedang, namun memutuskan untuk diam dan mencari jalan lain saat menyadari biasanya serangga itu memiliki kelompok. Jika ia bisa menghindari pertarungan, ia akan memilih untuk menghindar.

"Waktunya mencari tanaman itu." Emery menggumam kepada dirinya sendiri.

Emery mulai mencari semanggi rembulan yang ia butuhkan di bawah pepohonan, dekat sulur-sulur, dan terkadang di dekat tanaman bercahaya yang tidak dikelilingi oleh serangga, namun hasilnya nihil, semua semanggi yang ia temui hanya berdaun tiga. Ia memutuskan untuk terus mencari di bawah cahaya bulan. Satu saja, satu saja semanggi rembulan berdaun empat, dan ia mungkin bisa mencapai batas minimum spirit power yang ia butuhkan.

Hidungnya memerah, dan dinginnya malam mulai menusuk tulang. Jika ia tidak bisa menemukan satu saja semanggi, ia akan mencoba berlatih di Institut Kegelapan besok. Tetapi, menurut Chumo, mengembangkan elemen kegelapan sangatlah sulit, sehingga ia memutuskan untuk tetap mencari di bawah tanaman-tanaman bercahaya yang ia temukan.

Beberapa waktu berlalu, dan Emery melihat tanaman bertitik-titik kuning bercahaya di seberang tempatnya berdiri. Ia memutuskan untuk mendekat, tetapi saat ia melangkah ke depan, kakinya tenggelam masuk ke dalam lumpur setinggi pergelangan kaki. Emery memutuskan untuk mundur dan fokus melihat ke depan, dan ia melihat air di depannya sangatlah berlumpur, sehingga ia sama sekali tidak bisa melihat apakah ada bahaya dalam air. Namun, ia tidak akan mendapatkan apa-apa jika ia tidak berani mengambil resiko. Setelah berpikir beberapa saat, Emery mengambil satu langkah lagi.

Tiba-tiba, terdengar suara seorang pria, dan Emery nyaris saja melompat karena terkejut.

"Kalau aku ada di posisi-mu, aku tidak akan melakukan itu."

Emery menoleh dan melihat seorang acolyte bertubuh tambun berdiri tidak jauh darinya.

"Apa maksud-"

Rawa di bawah kakinya mulai bergelembung/

"Cepat pergi dari sana!" Acolyte itu berteriak.

Terkejut bercampur takut membuat jantung Emery berdebar dengan kencangnya, dan ia segera mengeluarkan kakinya dari rawa itu. Sayangnya, ia menarik kakinya terlalu cepat, sehingga ia terjatuh duduk di tanah, namun ia masih sempat menarik pedangnya dan bersiap, tepat saat seekor katak sebesar anjing dewasa muncul dari dalam rawa.

"..."

"Hahaha! Kau ini mudah terkejut, ya?" Acolyte tambun itu tertawa keras sembari memegang perutnya.

Emery menggenggam pedangnya erat-erat untuk melampiaskan rasa kesalnya. Belum satu hari berlalu, dan lagi-lagi ia dihina oleh orang yang tidak dikenalnya! Emery berdiri dan menatap katak cokelat di depannya, sementara katak itu ikut menatapnya seperti sedang menatap orang bodoh. Katak itu jauh lebih besar dari katak yang biasa dijumpai Emery di Briton.

Saat Emery merasakan telinganya terngiang-ngiang karena marah bercampur terkejut, tiba-tiba air rawa kembali bergelembung. Air terciprat kemana-mana, dan seekor hewan buas sebesar buaya muncul dan memakan katak itu.

[Drake]

[Level 2]

[Battle power: 20]

[Agresif, namun tidak akan menyerang jika tidak diprovokasi.]

Drake itu hanya memandang mereka berdua sebelum menghilang masuk ke dalam rawa. Raut wajah Emery tidak lagi terlihat marah. Hanya tersisa rasa terkejut yang tidak kunjung hilang.

"Mari kubantu." Acolyte itu berkata dan menawarkan tangannya sebelum menarik Emery. "Apakah kau juga acolyte tahun pertama sepertiku? Panggil saja aku 'Gendut'. Bagaimana denganmu? Namamu siapa?"

"Emery." Ia menjawab sembari memasukkan kembali pedangnya.

"Senang bertemu denganmu, Emery." Gendut mengangguk. "Kusarankan untuk tidak berjalan-jalan sendirian di sini. Tempat ini berbahaya untuk acolyte tahun pertama seperti kita."

"Bukankah kau juga acolyte tahun pertama?" Emery bertanya dan memicingkan matanya.

Fatty tersenyum, memperlihatkan giginya yang putih cemerlang. "Iya, tetapi siapa bilang aku kemari sendirian?"

Di belakang Fatty, terlihat bayangan-bayangan yang semakin mendekat.

Saat mereka muncul, Emery melihat pakaian mereka sedikit berbeda dari pakaiannya dan pakaian Fatty. Sepertinya, merekalah acolyte tahun kedua dan ketiga yang sedang menemani Fatty.

Salah satu acolyte senior berjalan melewati mereka dan merunduk untuk menyentuh tanah. Cahaya hijau bersinar dari tangan acolyte itu, dan sebuah jembatan dari akar-akar tercipta untuk menghubungkan tempat mereka berdiri dan tanaman bercahaya yang dilihat Emery sebelumnya.

Emery dan Fatty ikut melewati jembatan itu. Saat mereka tiba, salah satu acolyte senior berseru. "Ketemu!"

Next chapter