webnovel

Teknik Tertinggi

Auman Terakhir

*BOOM…*

Gelombang udara mengenai area pertarungan asrea dan dini yang sedang melawan ketua prajurit bayaran. Pertarungan mereka pun berhenti sejenak akibat gelombang udara yang sangat kuat.

"Wuahh… ledakannya sesuatu banget ya… aku harap rigma baik-baik saja…"

"Tenang tuan rigma bukan orang yang bisa mati karena ledakan kecil…"

"KALIAN BERDUA BERANI SEKALI MENGOBROL SAAT SEDANG BERHADAPAN DENGANKU…!!!"

*JDOOM…*

Pukulan sang ketua membuat seluruh tanah hancur dalam radius 50 meter. Dini dan asrea terpaksa melompat ke pepohonan agar tidak kehilangan keseimbangan.

"Benar-benar lawan yang tidak sabaran…"

[Tarian Sabit Rembulan]

Dini memutar sabit besarnya berkali-kali sambil berjalan mendekati lawannya. Kemudian dengan cepat ia melesat dengan posisi tubuhnya condong ke depan sambil menyerang kedua kaki musuhnya. Posisi tubuh dini sangat rendah hingga sulit diserang oleh orang yang bertubuh tinggi dan besar seperti ketua prajurit bayaran. Serangan dini kembali berhasil menggores tubuh lawannya hingga mengeluarkan darah, tapi hanya menghasilkan luka ringan.

"ARGGHH… SAKIT…!! PADAHAL SERANGANNYA DANGKAL…"

"Cih…💢 kulitmu terlalu keras beruang jadi-jadian…! Aku jadi sulit menembusnya…!"

Asrea terkejut melihat dini yang kesal karena serangannya gagal berkali-kali. Asrea hampir tidak pernah melihat dini mengeluarkan ekspresinya, terutama saat marah atau kesal. Setiap serangan dari sabit hitam dini mengandung energi jiwa yang mematikan. Itu sebabnya ketua prajurit bayaran merasakan sakit yang luar biasa hanya karena luka goresan.

"Uwaaa… baru kali ini aku melihat dini kesal seperti itu…"

*swing…*

Dini terus mengayunkan sabitnya dengan cepat hingga membuat lawannya terus dalam posisi bertahan.

'Sial… aku hanya bisa menghindar dan bertahan… mereka memang tidak bisa membunuhku… tapi kalau terkena serangannya tubuhku merasakan sakit yang luar biasa… ini menyebalkan…'

"Dini… bisa kamu menyingkir…?"

"Hah…!? Cih…!"

*tap…*

Dini kaget dan langsung menghindar ketika melihat asrea sudah siap menyerang dengan sihir air miliknya.

[Gelombang 4 Kepala Hydra]

*brussshhh…*

Ketua prajurit bayaran pun tersapu oleh 4 kepala hydra berukuran besar dan membuat area yang ia lewati hancur.

"Waaaarrrrghhh…. AKU TIDAK AKAN KALAH DENGAN SIHIR SEPERTI INI…!!!"

[Pukulan Gelombang]

Disaat terakhir ketua prajurit bayaran melancarkan pukulan ke arah 4 kepala hydra yang mendorongnya.

*tus DAM DAM DAM DAM…*

Gelombang udara berbentuk lingkaran muncul dan menghancurkan sihir air milik asrea hingga tak tersisa.

"Haaaa… haaa… siapa sangka aku harus menggunakan pukulan itu di sini… sial… tenagaku terkuras…"

Dini dan asrea yang melihat musuhnya menghancurkan 4 kepala hydra dengan 1 serangan tentunya terkejut. Sebab serangan 4 kepala hydra setara dengan serangan etranger kelas 1 tingkat lanjut.

"Oi oi dini… bukankah ini gawat ya…?"

"Ya… lawan kita benar-benar kuat… dia mungkin hanya 2 level di bawah tuan rigma…"

Dini akhirnya mengakui kekuatan milik ketua prajurit bayaran setelah melihatnya menggagalkan sihir kuat milik asrea. Keduanya pun mulai bingung memikirkan cara mengalahkan musuh yang sedang berjalan mendekat di depan mereka.

"Apa tadi kau bilang…? Dia hanya 2 level di bawahku…?"

"...!"

Dini dan asrea tersadar dari lamunan ketika mereka mendengar suara rigma dari atas. Rigma terlihat sedang berjongkok sambil memantau ketua prajurit bayaran dari atas pohon.

"Rigma…!"

"Tuan rigma…!"

"Hei… dia itu tingkat kekuatannya hanya selevel dengan amalia…"

"Apa…!?"

Dini dan asrea terkejut mendengar perkataan rigma yang mematahkan perkiraan mereka soal lawannya. Keduanya terlihat tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar dari rigma. Sebab apa yang mereka rasakan saat bertarung benar-benar berbeda dengan hasil analisa rigma.

"Tidak mungkin tuan… kami bertarung melawannya bersama… bahkan sabitku tidak bisa memberikan luka fatal padanya…"

"Dini benar… serangan 4 kelapa hydraku saja bisa ia patahkan dengan satu serangan…"

"Kalau soal itu… tipe kekuatan miliknya memang tidak cocok untuk menjadi lawanmu dini… kulitnya pasti sangat tebal dan sangat keras… intinya dia memiliki pertahanan yang sangat kuat… tapi… untuk serangan 4 kelapa hydra beda cerita… kemungkinan dia menggunakan serangan pamungkas juga untuk menghancurkan serangan asrea… jadi intinya dia sudah sangat berpengalaman dalam pertarungan hidup dan mati…"

"Tapi itu…"

Melihat keraguan asrea, rigma pun akhirnya turun dari atas pohon untuk mencoba meyakinkan rekannya.

"Masih tidak bisa menerima hasil analisaku ya…? baiklah, bagaimana kalau kita bertaruh… asrea gunakan sihir air berbentuk spiral dan serang dia sekali lagi dengan seluruh energi jiwamu… kalau kau berhasil membunuhnya… aku menang dan kau harus mentraktir pizza 4 kotak… kalau kau gagal membunuhnya maka aku yang kalah… lalu aku yang akan mentraktir kalian 4 kotak pizza… bagaimana…?"

Rigma menatap mata asrea dengan penuh keyakinan dan harapan, ia berhasil membuat asrea menghela nafas.

"Haaa… baiklah, aku akan mencobanya… tapi kalau dia tidak mati jangan salahkan aku…"

"Kalau dia tidak mati… semuanya akan menjadi tanggung jawabku…"

"Kalau begitu deal…"

"Deal…"

Setelah saling berjabatan tangan rasa percaya diri asrea pun kembali, ia kembali menatap lawannya yang sudah semakin dekat.

"aku akan mulai sekarang…"

"KALAU KALIAN SUDAH SELESAI MENGOCEH…! SETIDAKNYA BIARKAN AKU MEMBUNUH KALIAN BERTIGA SEKALIGUS…!! ATAS NAMA PRAJURIT BAYARAN… AKU ALIGAS GIRAM…. AKAN MEMBALASKAN DENDAM ANAK BUAHKU…!"

Aligas yang tidak lain adalah ketua prajurit bayaran pun memproklamasikan tantangannya dengan lantang sambil memukul dadanya sendiri. Tubuhnya yang penuh dengan luka dan darah tidak mengendurkan semangatnya sama sekali. Asrea yang tidak mau kalah pun mengeluarkan kesatria air wanita besar setinggi 4 meter.

[Kesatria Penjaga Air]

"Ditambah…!"

[Tombak Spiral Air]

Dengan tombak besar yang diciptakan oleh asrea kedua sihirnya pun bergabung, sang penjaga memegang tombak spiral dengan erat.

"Waw… padahal aku cuma menyuruhnya untuk membuat sihir air berbentuk spiral… tapi dia malah menciptakan sihir yang elegan dengan seluruh energi jiwanya…"

Melihat lawannya mencurahkan seluruh energi jiwa ke satu serangan membuat aligas tersenyum. Ia juga berniat menggunakan seluruh energi jiwa yang ia miliki untuk menghadapi sihir asrea.

'Aku sudah muak melarikan diri… paling tidak… aku bisa mati bersama orang-orang yang aku percaya…'

"MAJULAH…!!!"

"Serang beruang jadi-jadian yang ada di sana…!"

Kesatria milik asrea pun memancarkan energi jiwa yang sangat besar dan fokus menatap targetnya. Tiba-tiba aligas mengingat kejadian paling menyedihkan dalam hidupnya ketika hendak menyerah. Kejadian dimana seluruh rekan dan gurunya dihabisi oleh salah satu dari 4 pahlawan dengan cara yang sadis. Gurunya yang berada di cengkraman tangan pahlawan militer sempat menoleh padanya.

"Hiduplah…"

Aligas segera menghentikan niatnya untuk menyerang secara membabi buta, air matanya menetes.

"Sial… kenapa disaat terakhir seperti ini aku malah mengingat pesan itu… sekarang aku sudah kehabisan pilihan… monster yang ada di depanku sangat kuat… ditambah masih ada bantuan di barisan belakang mereka… tapi… kalau ada kesempatan atau keajaiban… AKU... AKU JUGA INGIN HIDUP…!!!"

*shing…!! JDOOM…!!"

[Perwujudan Jiwa : Penggabungan]

Sebuah ledakan energi jiwa yang sangat besar muncul dan mengguncang seluruh hutan. Keinginan untuk bertahan hidup dari lubuk hati terdalam aligas dijawab oleh jiwa pengelana yang bersamanya. Wujudnya tidak lagi terlihat seperti beruang, melainkan manusia dengan zirah perak motif beruang. Rambut panjangnya bersinar dengan warna keemasan yang sangat memukau. Topeng beruang yang menutupi wajahnya memperlihatkan betapa mengerikannya sosok aligas saat ini.

"Rigma aku punya perasaan buruk soal ini…"

"Iya… aku juga… kemungkinan dia secara kebetulan mendapat teknik langka yang disebut Perwujudan jiwa gabungan… dimana jiwa pengelananya secara penuh mempercayakan dirinya kepada sang pemilik wadah… hingga akhirnya jiwanya bersatu menjadi kekuatan yang sangat besar… tapi… ini hanya bisa dilakukan oleh orang dengan niat yang kuat untuk mencapat tujuannya..."

"Tuan… bukankah teknik itu hanya pernah muncul beberapa kali dalam sejarah etranger…?"

"Benar… ini adalah level tertinggi yang bisa dicapai oleh etranger kelas 1 dan kelas spesial…"

Rigma menjelaskan sambil menahan hempasan gelombang udara yang begitu kuat dari arah aligas.

'Etranger kelas 1 saja bisa sekuat ini… sial… tapi... untuk sekarang yang terpenting… apa aku bisa menghabisinya…?'

Rigma sendiri merasa ragu untuk melawan aligas ketika melihat kekuatan jiwanya yang sangat dahsyat.

'Santai saja bocah…'

'Syna…!?'

'Dia baru saja bangkit dan kekuatannya belum stabil… apalagi dia bangkit setelah mendapat banyak luka… kau memiliki kesempatan lebih banyak... '

'Benarkah…? Jadi apa yang harus aku lakukan untuk membunuhnya…?'

'Mudah… serang dengan kekuatan penuh setelah kesatria air hancur…'

'Semudah itu…?'

'Yap semudah itu… mungkin kekuatan jiwamu setara dengan dia… tapi… dia tidak akan bisa mempertahankan puncak kekuatan jiwanya lebih dari 1 menit…'

Senyuman kembali menghiasi wajah rigma, rasa percaya dirinya bangkit kembali setelah mendengar penjelasan syna.

"ASREA…! Gunakan penjagamu itu untuk menyerangnya…!!"

"Tapi… sudah jelas penjagaku akan kalah…"

"Tidak masalah…! Dia hanya bertugas mengulur waktu…"

"Baiklah… aku percaya padamu… MAJULAH PENJAGA AIR…! HABISI MUSUH YANG ADA DI DEPANMU…!!"

Penjaga air asrea pun kembali bergerak dan mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menyerang aligas. Mata aligas kembali menatap musuh bertubuh besar yang mencoba menusuknya dengan tombak air.

"Aku tidak akan mati kali ini… kaulah yang harusnya mati…"

[Pukulan Gelombang Udara]

*DJUS…!*

Pukulan aligas membuat kepala penjaga air area lenyap tanpa sisa, namun tubuhnya masih tetap bergerak. Secara perlahan kepala penjaga air beregenerasi dan membuat aligas kembali termakan emosi.

"BONEKA SIALAN…! CEPATLAH MATI…!!"

[Pukulan Gelombang Udara : Beruntun]

Seakan tidak mau kalah, penjaga air juga menusukkan tombaknya berkali-kali ke arah aligas. Keduanya sama-sama mendapat luka, tapi luka dari serangan aligas jauh lebih besar hingga membuat penjaga air tidak dapat bertahan lama. Melihat [Kesatria Penjaga Air] miliknya berhenti menyerang dengan tubuh yang penuh lubang membuat asrea lemas dan terjatuh.

"Hanya seginikah kekuatanmu…? Lumayan juga… tapi pemenangnya tetap diriku… jadi… selamat tinggal…"

*BAM…*

Satu pukulan gelombang udara terakhir dari aligas berhasil menghancurkan seluruh tubuh penjaga air.

"...!"

*swing… tap…*

Pedang senja terbang dari arah kiri aligas dan hampir menusuk lehernya, kemudian rigma yang menggunakan palu raksasa menyerang dari arah kanan.

*BOOM…*

"Uhaak…!!"

Hantaman palu raksasa berwarna hitam yang digunakan rigma berhasil membuat aligas berlutut dan terluka. Mulutnya mengeluarkan darah setelah menahan hantaman palu dengan tangan kanannya.

"Bagaimana…? Sakit bukan serangan palu yang dialiri energi jiwa ini…?"

Rigma tersenyum seperti penjahat yang berhasil mengalahkan pahlawan kebenaran ketika melihat aligas muntah darah.

"Bagaimana bisa…? …! Kekuatanku menurun…!?"

"Benar… kekuatanmu hanya bisa bertahan sebentar… sangat disayangkan… sebenarnya aku ingin mempelajari lebih lanjut soal [Perwujudan Jiwa : Penggabungan] darimu… tapi… kau terlalu berbahaya… jadi matilah dengan tenang…"

Rigma merubah wujud palunya menjadi sebuah sabit besar ketika menjawab pertanyaan aligas. Kemudian rigma mengambil ancang-ancang untuk mengayunkan sabit hitam besar miliknya.

*swing… BRUSSH….*

Ayunan sabit rigma yang terlalu kuat ikut membelah hutan yang ada di belakang aligas.

"Argh… kenapa…!"

Secara perlahan tubuh aligas mengeluarkan darah dan akhirnya terbelah menjadi dua bagian.

"Sesuai perkataan syna… setelah 1 menit berlalu… kekuatannya akan menurun drastis… tapi… benar-benar sangat disayangkan..."

Rigma masih merasa kesal karena gagal mendapat informasi soal puncak kekuatan sebagai seorang etranger.

"Tuan rigma… bagaimana bisa saya membelah tubuhnya…? Padahal sebelumnya selalu gagal…?"

"Itu mudah… kekuatan fisikmu masih terlalu lemah… kau harus lebih memfokuskan energi jiwa ke tubuh fisikmu dari pada ke senjatamu..."

"Ah… jadi begitu…"

Dini akhirnya mengerti kenapa ia selalu gagal memberikan luka fatal pada aligas sebelumnya.

"Ayo... selanjutnya kita punya laboratorium yang harus diselidiki… lalu selamatkan siar..."

"Ya…!"

Bersambung…

Next chapter