webnovel

Penderitaan yang tak ada hentinya.

Adit dan Kakak perempuannya sudah berada di dalam kamar. Kakak perempuannya mengambil kotak P3K untuk mengobati memar pada tubuh Adit. Saat sang Kakak sedang mengambil kotak tersebut, ponsel Adit tiba-tiba berdering pertanda ada telepon masuk. Laki-laki itu mengangkat telepon dan terdengar suara gadis yang berstatus sebagai kekasihnya.

"Hallo," sapa Adit.

'Kenapa tidak menghubungiku? Kau lupa janjimu, yang akan membelikan ku tas baru?!' bentak Sinta lewat telepon.

"Maaf untuk hari ini aku tidak bisa menepati janjiku, tapi besok aku akan mengajakmu membeli tas baru," balas Adit meyakinkan kekasihnya.

'Alah! Banyak alasan, kalau kau bosan denganku bilang!" bentak Sinta lagi.

"Aku ti---," ucapan nya terpotong saat Sinta mematikan telepon-nya sepihak.

Adit mulai frustasi dan memegang kepalanya karena pusing dengan semua masalah yang ia hadapi. Sang Kakak masuk ke dalam kamar setelah mendengar adiknya bertengkar ditelepon dengan Sinta.

"Hei, sini Kakak obati wajahmu," ujar sang Kakak membuka kotak P3K.

Adit hanya diam dan pasrah saat Kakak perempuannya mengobati luka di wajahnya. Ia menahan perih saat wajahnya diobati dan mencengkeram sprai kasurnya.

"Sudah Kakak bilang, jangan menjalin hubungan dengan Sinta. Gadis itu hanya ingin hartamu saja, sekarang kalian bertengkar'kan, karena lupa membelikan barang yang ia inginkan," ucap kakak perempuannya

"Tapi aku mencintainya, Kak..." balas Adit.

"Kau memang sudah dibutakan oleh cinta Adit. Kakak harap matamu akan terbuka dan melihat kelicikan kekasihmu itu," sambung Kakak perempuannya dan merapikan kotak P3K, setelah selesai mengobati wajah serta tubuh Adit.

Kakak perempuannya pun berdiri dan akan keluar dari kamar sang Adik. Namun, Adit menahan tangan kakaknya dan menatap sang Kakak dengan tatapan sendu.

"Kenapa Kak Oliv begitu benci pada, Sinta? Apa Kak Oliv tidak ingin melihat Adit bahagia?" tanya Adit.

"Kakak ingin kamu bahagia Dit, tapi bukan dengan gadis yang hanya melihat hartamu," balas Kakak perempuannya.

"Kakak harus tau, Sinta tulus mencintai Adit, Kak..." sambung Adit meyakinkan sang Kakak.

"Kalau dia tulus mencintaimu, mana mungkin ia membentakmu ditelepon seperti tadi. Jika dia tulus, pasti setelah melihat artikel di internet, dia menanyakan kabarmu," jawab kakaknya lagi menatap mata adiknya yang dipenuhi air mata.

Ia tersenyum kecil dan beranjak dari kamar Adit. Tinggallah laki-laki tersebut di dalam kamar dengan nuansa dark blue. Adit memegang kepalanya dan mengacak rambutnya karena pusing dengan semua ini.

Memang benar perkataan sang Kakak, jika Sinta tulus padanya tentunya gadis mengkhawatirkan Adit dan menanyakan bagaimana kabar kekasihnya sekarang. Namun, Sinta malah acuh dan malah menanyakan tas yang dijanji 'kan Adit padanya.

"Aku sudah bosan hidup di dunia ini, lebih baik aku mati agar bisa tenang," gumam Adit yang berjalan ke arah balkon kamarnya.

Ia naik ke atas pagar balkon kamar dan merentangkan tangan sambil memejamkan kedua mata. Tiba-tiba ia kembali membuka kedua matanya, saat ada orang yang melempar batu ke arahnya.

"Hei, jangan gila! Nanti udah mati kau menyesal dan mau hidup kembali," teriak seorang gadis yang berada di depan pagar rumahnya.

"Ah, atau kalo mau bunuh diri jangan di sini, Aa ganteng. Cari tempat yang elite,"

Suara khas sang gadis yang terus menggema, mengganggu pikiran Adit hingga akal sehatnya perlahan kembali membaik. Adit menatap ke arah gadis itu dan turun dari pagar balkon kamar. Ia langsung masuk ke dalam kamarnya dengan wajah yang lesu, tidak ada lagi semangat untuk hidup pada dirinya. Adit menutup kembali jendela kamarnya dan berbaring di kamar.

"Siapa dia? Mengapa aku selalu memikirkannya? Siapa gerangan gadis yang berhasil membuatku bertahan di kelamnya dunia ini?" gumam Adit.

Gadis yang melempar batu tadi pun merasa lega dan sedih melihat wajah laki-laki yang sempat membelanya saat di restoran, sangat pucat dan luka memar di wajahnya.

"Tuan, itu kenapa? Kenapa wajahnya dipenuhi memar?" ujar Putri menghela napasnya.

Ia pun menjauhi pagar rumah Adit dan melanjutkan jalannya menuju rumah tempat tinggalnya.

***

Bandung, 19:00 WIB.

Kedua orang tua Adit sedang berada di luar, karena ada pertemuan dengan rekan kerja mereka, sedangkan Kakak perempuan Adit setelah mengobati luka adiknya, ia kembali ke kantor dan mengurus pekerjaannya yang belum di diselesaikannya.

Adit keluar dari kamar dan menuju dapur untuk mengambil minum. Ia duduk di kursi sambil minum dengan tatapan kosong. Setelah itu ia mengambil jaket dan keluar dari rumahnya untuk menenangkan pikirannya yang sedang kacau.

Ia berjalan keluar kompleks perumahan dan duduk di sebuah taman yang tak jauh dari kompleks rumahnya. Laki-laki itu hanya melamun sambil memainkan kukunya. Sontak ia terkejut saat ada seorang gadis duduk tepat di sampingnya tanpa meminta izin terlebih dahulu.

"Minta izin dulu baru duduk," ucap Adit dengan wajah datar.

"Dari tadi aku sudah meminta izin, tapi Tuan malah diam saja," balas Putri.

Laki-laki itu hanya mengabaikan ucapan gadis tersebut, dan kembali melamun menatap ke arah depan dengan tatapan kosong.

"Hei! Tidak baik melamun," ujar Putri sambil menepuk pelan bahu laki-laki itu.

Adit hanya diam dan menatap ke arah gadis yang ada di sampingnya. Ia sedikit tersenyum dan kembali menatap kearah depan.

"Tuan.. Kau baik-baik saja 'kan?" tanya Putri memegang kembali bahu Adit.

Laki-laki itu masih tetap sama, hanya diam dan menatap kosong kearah depan dengan tubuh yang mulai gemetar. Putri membuka jaketnya dan memakaikan ke tubuh Adit, karena laki-laki itu seperti sedang kedinginan.

Putri menyatukan tangan Adit dan meniup tangan tersebut agar tetap hangat. Laki-laki itu menatap kearah Putri dan memeluk gadis yang tidak ia kenal itu. Tentunya gadis itu terkejut dan akan mendorong tubuh Adit, tapi ia mengurungkan niatnya untuk mendorongnya, saat mendengar suara isak tangis laki-laki tampan itu.

"Kau baik-baik saja, Tuan?" tanya Putri yang mengkhawatirkan Adit.

"Ini berat dan sakit untukku," balas Adit yang memeluk erat tubuh Putri.

Putri memilih untuk diam dan menepuk pelan punggung laki-laki yang sedang memeluknya. Mencoba untuk memenangkannya agar tidak menangis lagi. Adit merasa nyaman dan mulai tenang saat ada di pelukkan gadis yang tidak ia kenali ini.

"Tenanglah, pasti ada kebahagiaan dari masalah yang kau hadapi sekarang, Tuan. Asal kau jangan pernah putus asa, percayalah kau akan mendapat hasil yang baik di masa yang akan datang," ungkap Putri mencoba menenangkan laki-laki yang sedang terisak di pelukkannya.

Adit mengangguk dan menenggelamkan wajahnya ke leher Putri. Wangi bayi dari tubuh gadis itu, membuat Adit semakin nyaman berada di pelukannya. Gadis itu masih setia menepuk pelan punggung Adit dan mencoba membuat laki-laki itu tenang. Beberapa menit kemudian, Adit mulai tenang dan tertidur di pelukkan Putri. Ia sangat nyaman, saat bersama gadis yang belum ia kenal ini. Putri menatap wajah Adit dan tersenyum kecil, saat melihat wajah laki-laki tampan ini terlihat imut saat tengah tetidur.

.

To be continued

Next chapter