webnovel

Kisah Baru

Dengan perasaan kacau, Vania pulang ke rumahnya. Gadis itu langsung masuk dan mengunci pintu kamarnya. Kemudian menenggelamkan wajahnya di atas bantal empuk, lalu menangis sejadi-jadinya.

Vania sebenarnya cukup tau jika sebenarnya dia tidak memiliki hak untuk cemburu pada Raka dan Arin. Namun perasaannya yang tidak bisa ia tahan juga tidak bisa memungkiri bahwa dirinya memang benar benar cemburu dengan kedekatan Raka dan Arin yang masih belum ia ketahui sebabnya.

Gadis itu masih terus menangis dan merutuki dirinya sendiri karena merasa sudah salah menaruh hati. Memang benar yang ia katakan pada Rayvin, jika dia bisa memilih mungkin lebih baik baginya untuk tidak jatuh cinta pada Raka.

"Harusnya aku tau kalau hal kayak gini cepat atau lambat pasti bakalan terjadi. Siapa suruh kamu suka sama orang yang belum move on? Dasar Vania!" batin Vania sambil terus menangis di atas bantal empuk miliknya.

Bahkan gadis itu terus menangis hingga tanpa sadar ia tertidur dengan lelap dan dengan posisi yang masih sama. Mungkin Vania menangis hingga kurang lebih 4 jam baru dirinya tertidur karena lelah.

Keesokan paginya terdengar suara ketukan pintu dari luar. Dan ketukan pintu itu terdengar tidak santai sama sekali.

Tokk tokk tokkk

"Non... Non Vania, ini udah siang loh non, apa non nggak ke sekolah?" ucap art di rumah Vania dari luar .

Vania yang mendengar itu perlahan membuka matanya yang terasa sangat berat. Dengan malas gadis itu merenggangkan kedua tangannya karena rasa tak nyaman di punggungnya.

Hingga beberapa saat kemudian sepasang bola matanya langsung melotot sempurna ketika melihat jam dinding yang terpasang di dalam kamarnya itu.

"Astaga... Udah jam setengah 7 lebih? Aku kesiangan!" Ucapnya panik.

Dengan cepat ia langsung melompat dari kasur menuju kamar mandi. Ini baru pertama kalinya Vania bangun kesiangan hingga art di rumah nya membangunkan dirinya. Dan ini semua terjadi karena dirinya menangis Raka.

"Duh, nggak sempat kalau mandi segala. Aku harus cepat atau nanti gak bisa ikut pelajaran pertama karena telat. Duh, gimana sih Vania... Bisa-bisanya kamu terlambat bangun!" gerutu Vania sambil terus bersiap-siap memakai seragam sekolahnya.

Tentu saja Vania serius dengan ucapannya. Jika ia mandi maka ia benar benar akan terlambat masuk sekolah dan tidak bisa mengikuti pelajaran pertama. Jadi, Vania hanya menggosok gigi dan cuci muka lalu segera berganti pakaian.

Dengan langkah cepat Vania menuruni anak tanggal di rumahnya. Hingga Papa Vania pun terheran-heran dengan tingkah Vania hari ini. Ini adalah pertama kalinya Papa Vania melihat putrinya itu terburu-buru masuk sekolah dan takut terlambat.

"Itu kenapa mata kamu bengkak?" tanya Surya kala menyadari ada yang berbeda dari putrinya itu.

Vania pun langsung panik dan menoleh ke sembarang arah. "I-ini tadi malam Vania begadang nonton Drakor, Pa," jawabnya bohong.

"Kamu nonton Drakor sampai bengkak begitu? Kamu kelewatan ya," omel Surya dengan kesal.

"P-papa kok marahin Vania gara gara nonton Drakor?" dumel Vania yang tak kalah kesal.

"Bukan marahin, papa cuma heran aja kamu nonton Drakor sampai bangun kesiangan, mata bengkak. Kalau kamu sakit gimana?"

Vania mengerucutkan bibirnya. "Ya kan nggak tiap hari juga," gumamnya.

"Lain kali jangan nonton Drakor berlebihan. Papa nggak suka," ucap Surya dengan tegas.

"Iya, pa. Maaf," lirih Vania merasa bersalah.

"Iya, jangan sedih gitu dong anak papa. Papa kan kasih tau kamu yang terbaik, ini juga demi kebaikan kamu sendiri," tutur Surya dengan lembut.

Vania menganggukkan kepalanya mengerti. Gadis itu cukup tau jika papanya memang tidak berniat untuk memarahi dirinya, jika iya pun Vania juga tidak akan merasa sakit hati karena di sini memang dia yang bersalah dan Vania cukup menyadari tentang hal itu.

"Vania berangkat dulu, pa. Udah hampir terlambat. Dah papa," pamit Vania sambil mengecup pipi papanya sekilas dan langsung berlari ke depan untuk berangkat ke sekolah.

Surya hanya bisa menghela nafas dan menggelengkan kepalanya pelan. Ia baru saja menyadari bahwa putri kesayangannya itu sudah tumbuh dewasa seperti yang ia harapkan.

"Tidak ku sangka Vania sudah beranjak dewasa. Padahal sepertinya baru kemarin aku mengajarinya berjalan, dan sekarang dia sudah bisa berlari tanpa takut akan terjatuh." gumam Surya sambil menyunggingkan senyum tipis.

Pria itu kemudian melanjutkan aktivitas menyantap sarapan paginya yang masih tersisa di hadapannya dengan lahap. Bekerja untuk memenuhi segala kebutuhan Vania tanpa kekurangan membutuhkan tenaga yang ekstra.

Maka dari itu, sarapan adalah hal wajib bagi seorang Surya Mahardika.

Tidak lama kemudian, terdengar suara notifikasi dari ponsel Surya.

Ting ...

Satu pesan masuk dari seseorang yang namanya tidak asing baginya. Jihan Fahira.

Ya, itu adalah Mama kandung Raka yang memang sebenarnya sudah cukup lama menjalin hubungan dengan Surya. Atau lebih tepatnya dulu sebagai rekan kerja ketika Surya pindah ke Jakarta dan sekarang menjadi rekan perasaan.

Surya sudah tau kalau Jihan sudah memiliki suami, namun Surya juga tau dengan betul kalau hubungan antara Jihan dengan suaminya itu tidak cukup baik. Dan akhirnya keduanya memutuskan untuk berpisah hingga Jihan menjalin hubungan dengan Surya.

'Aku sudah mengurus berkas perceraianku dengan suamiku, dia tidak mempermasalahkannya. Hanya saja putraku sedikit menyulitkan diriku.' isi pesan tersebut.

Senyuman penuh arti mengembang di kedua sudut bibir Surya. Entah dalam hal apa yang ia maksud, namun sepertinya kabar yang di berikan oleh Jihan cukup membuat hatinya sedikit lega dan senang.

'Aku akan segera memperkenalkan mu dengan putriku.' tulis Surya membalas pesan dari Jihan.

Beberapa saat setelah itu, pria berusia hampir 42 tahun itu memasukkan kembali ponselnya kedalam jas kantornya dan segera berdiri dari duduknya bersiap untuk berangkat menuju kantor.

Dengan penuh wibawa, Surya merapikan jasnya dan mengambil tas kerja yang sudah ia siapkan sendiri sejak pagi tadi. Senyuman lebarnya masih setia menghiasi wajahnya yang rupawan dan berkharisma itu.

Meski sudah tidak muda lagi, namun Surya masih sangat sehat dan juga terlihat keren karena penampilannya yang juga selalu mengikuti trend perkembangan zaman.

Dengan langkah cepat ia segera masuk ke dalam mobilnya sendiri dan berangkat bekerja.

"Sudah saatnya Vania mendapatkan kasih sayang seorang ibu. Mungkin memang terlambat, tapi aku harap Vania bisa menerima Jihan seperti ibu kandungnya sendiri." gumam Surya di dalam mobilnya.

Ada perasaan bimbang di benar Surya ketika mengingat tentang Vania dan almarhumah istrinya. Surya sangat mencintai mendiang ibu Vania, bahkan hingga detik ini.

Namun, semakin hari ketika dirinya melihat Vania sedang bersedih dan membutuhkan seorang teman untuk di ajak berbicara Surya tidak tau harus bagaimana karena ia tidak pernah melakukan hal layaknya seorang wanita kepada wanita.

Bagaimanapun juga, Surya adalah seorang laki-laki. Ia mungkin bisa mengerti kebutuhan Vania, namun belum tentu ia bisa mengerti apa kebutuhan batin Vania. Maka dari itu, Surya berusaha untuk mencarikan Vania seorang ibu yang menurutnya memang baik bagi Vania dan juga dirinya sendiri.

Dan orang itu adalah Jihan. Mama kandung Raka, orang yang paling di cintai oleh Vania saat ini.

**

***

Bersambung ...

Next chapter