Sementara di kediaman Jiang, tuan rumah Jiang Feng dan putrinya Jiang Ning tengah berbahagia. Terutama sang ayah. Dia akhirnya merasakan kembali bagaimana rasanya melihat putrinya memiliki teman selain dirinya dan beberapa pelayan setia di sana. Bagaimana mendapatkan seteguk air tawar di tengah samudra, begitulah perasaan pria tua itu.
Diam-diam dia mulai menyukai Xiu Lan karena berhasil membuat gadis pendiam dan kesepian itu membuka dirinya kepada orang lain. Setidaknya, Jiang Feng bisa mati dengan tenang kalau ajal tiba-tiba datang menjemputnya.
"Lang, bagaimana menurutmu? Bukankah mereka cocok?" tanya Jiang Feng pada pemuda yang duduk dengan sopan di sebelahnya. Mereka berdua tengah menikmati teh di sore hari sementara dua manusia muda di seberang sana sibuk bercengkrama dengan ceria.
Awalnya, Jiang Feng berharap bahwa Qin Lang yang menjadi menantunya, tetapi begitu dia mengerti bahwa Ning sudah memilih sendiri kekasihnya, Jiang Feng mengurungkan niatnya dan membiarkan segalanya terjadi dengan alami. Lagipula, dia berpikir bahwa Xiu Lan juga tidak buruk.
"Seperti yang Anda katakan," ucap Qin Lang dengan sopan.
Mendengar itu, Jiang Feng terkekeh senang. Dia tahu kalau pria yang di sebelahnya tidak pernah terlalu banyak bicara, tetapi tidak suka berbohong.
"Aku akan memanggilnya dan membicarakan hal serius. Aku tidak tahu hal-hal buruk bisa saja mengintai. Aku hanya bajak laut dan sudah tua pula. Tidak ada yang kumiliki yang berharga selain putriku."
Jiang Feng menghela napasnya yang agak berat. Tidak tahu apa penyebabnya, tetapi hal itu seolah nyata dan memaksa dirinya untuk menyampaikan hal-hal penting sore ini.
"Akan kupastikan dia menjaga Nona Jiang dengan baik," ucap Qin Lang menenangkan tuannya.
Dia sebenarnya tidak pandai merayu dia hanya bisa berjanji. Dia akan memastikan gadis muda yang bisu itu hidup dengan baik, bahkan setelah kematian ayahnya. Jika hal itu terjadi.
"Kalau begitu, aku tenang sekarang. Aku percaya padamu," Jiang Feng menyesap tehnya lalu melanjutkan, "sekian lama aku hidup di dalam kejahatan, di tengah samudra dengan segala kekejiannya, baru kali ini aku merasa yakin mempercayai seseorang," ucap Jiang Feng dengan bersungguh-sungguh.
Qin Lang tersentak dan dadanya memburu. Bukan hal biasa yang dia dengar. Sejak kecil dia hanyalah anak yang diperlakukan buruk oleh ayah kandungnya sendiri setelah kematian ibunya.
Tidak ada yang pernah mengatakan hal seserius itu padanya. Ibunya meninggal ketika dia masih sangat kecil dan tidak banyak ingatan tentang itu. Akan tetapi, dia tahu bahwa ibunya mencintainya berbeda sekali dengan ayahnya yang bahkan tega menjual anaknya demi arak.
"Aku akan menjaga kepercayaan Tuan dengan darah dan napasku," ucap Qin Lang dengan serius.
Jiang Feng tersenyum dan segera memanggil pelayan untuk menyuruh Xiu Lan memasuki ruangannya.
"Aku akan membicarakan dengannya dan kuharap kau mau sebagai saksi," kata pria itu.
Qin Lang mengangguk dan dia mengikuti pria itu segera memasuki ruangan yang dimaksudkan.
Tak butuh waktu lama, Xiu Lan memasuki ruangan itu dengan sopan. Dia dipersilakan duduk dan mereka memulai pembicaraan serius seperti seorang ayah dengan calon menantunya.
"Langsung saja, aku tidak tahu cara berbasa-basi dan kau tahu bagaimana kehidupanku dan putriku," Jiang Feng berucap sambil menatap serius wajah Xiu Lan.
Pria itu sedikit merona seolah dia sudah mengerti ke mana arah pembicaraan itu.
"Aku tidak akan mengecewakan Tuan," kata Xiu Lan dengan sopan.
"Kalian berdua mulai lagi, panggil saja aku paman. Setidaknya, panggilan itu membuatku merasa dekat dan memiliki saudara yang bisa dipercaya," jelas Jiang Feng.
Xiu Lan mengangguk begitu pula dengan Qin Lang.
"Tolong jaga putriku, entah aku ada atau tanpa aku," kata Jiang Feng langsung pada intinya.
Xiu Lan yang tadinya agak takut diminta komitmen atau pertanyaan aneh, mendadak terkejut dan langsung bersujud dengan serius.
"Aku akan melakukannya, Paman," ucapnya dengan sopan.
Jiang Feng tersenyum. Seperti yang dia duga, pria itu memang bersungguh-sungguh menyukai Jiang Ning dengan segala kondisinya.
"Aku tahu dia tidak sama dengan perempuan lainnya," ucap pria itu lagi membayangkan wajah putrinya.
Qin Lang menatap sahabatnya seolah dia memintanya untuk mengucapkan atau menjelaskan sesuatu.
"Itu bukan masalah, selama ini komunikasi kami baik-baik saja. Dan saya pikir segala sesuatu bisa diatasi dengan komunikasi."
Penjelasan singkat pria bermarga Xiu itu membuat Qin Lang lega, terutama Jiang Feng. Dia sangat senang dan sedih pada momen ini. Seolah angin sore membawa duka yang menyayat sukma. Sampai sekarang belum diketahui apa penyebabnya.
"Kalau begitu aku lega mempercayakan putriku padamu dan kuharap kau bisa menjaga janji dan menjadikannya sebagai satu-satunya selamanya. Selama kau hidup jangan ada istri lain."
Ucapan Jiang Feng bukanlah alasan semata karena tidak menyukai poligami, terlebih karena dia sendiri terluka karena perselingkuhan yang keji.
"Saya akan melakukannya, Paman. Saya akan menjaga Nona Jiang dengan baik. Saya tidak akan menyakitinya dengan sengaja."
Janji terucap dan Xiu Lan tahu apa yang dia lakukan. Dia sudah melamar gadis remaja sebelum waktunya. Namun, di zaman itu sangat biasa melakukan hal demikian.
"Dan kau," Jiang Feng menatap ke arah Qin Lang setelah dia mengucapkan segala isi hatinya pada pria yang menyukai anaknya itu, "kau akan menjadi saksi yang menjaga janji Xiu Lan itu terpenuhi dengan baik."
Dengan sigap, Qin Lang menjawabnya, "Saya akan melakukan dengan sungguh-sungguh."
Qin Lang sadar betul kondisi itu dan dia berusaha menjaga agar janjinya bisa terpenuhi.
Dia melihat seorang ayah yang lega sekaligus sedih. Entah karena putrinya sudah mencintai laki-laki lain selain dirinya atau memang akan terjadi hal buruk, Qin Lang tidak bisa menebak. Dia hanya bisa mempersiapkan diri dengan segala kemungkinan yang akan terjadi.
Sementara, Xiu Lan terlihat senang dan gugup karena sudah mendapatkan tanggung jawab baru. Dia sadar janji ini berlaku untuk seumur hidup dan tidak bisa ditarik lagi. Begitu janji terucap, maka sudah menjadi milik masa lalu dan tidak bisa diulang kembali.
Setelah bercerita beberapa waktu mereka membubarkan diri dan bersiap makan malam.
Ketika makan malam, tiba-tiba dua lusin pasukan terlatih yang berpakaian serba hitam memasuki kediaman Jiang dan membunuh siapa saja yang ditemui.
Qin Lang dan Jiang Feng berjuang mati-matian berjuang untuk melawan penyusup itu, sementara Xiu Lan berjuang menjaga Jiang Ning tetap aman.
Pertarungan tidak imbang terjadi dan Jiang Feng tahu dia akan mati malam ini.
"Xiu Lan! Bawa dia pergi! Bawa dia! Selamatkan dia!" teriak pria itu sambil terus bertarung.
Menyadari bahwa Jiang Feng yang sudah kehabisan banyak darah harus mengucapkan sesuatu pada putrinya, Qin Lang berusaha menahan musuh dan membiarkan pria tua itu menyampaikan niatnya.
"Pergilah, ayah tidak akan lama lagi, kau pergilah dengannya! A Ning! Ayah mencintaimu!" kata Jiang Feng sambil memberi Xiu Lan segulung kertas dan kalung miliknya.
Ucapan itu terdengar seperti petir kejam yang hampir memecah telinga di siang hari. Jiang Feng menangis dan menjerit tanpa suara. Xiu Lan berusaha membawanya pergi dan berlari.
"Kita harus pergi," bisik Xiu Lan terus menerus dan berusaha membawa tubuh gadis itu.
Wajahnya menyedihkan dan jelas terlihat di matanya beribu kepedihan dan duka.
Dengan sekuat tenaga Jiang Ning hendak melepaskan pelukan Xiu Lan yang menghalanginya. Ketika melihat beberapa beberapa panah tertancap di tubuh Jiang Feng, gadis itu semakin meronta untuk melepaskan dirinya.
Xiu Lan dengan sekuat tenaga membawanya.
Pada titik terakhir, Jiang Ning melihat ayahnya dipenggal dan pada saat itu pula dia berteriak untuk pertama kalinya seumur hidup!
"Ayaaaaahhh!" teriak gadis itu membuat Xiu Lan terkejut menyangka dirinya tengah berhalusinasi karena panik.
"Ayah! Ayah! Aku mencintaimu! Ayah!" teriak Jiang Ning lagi.
"A Ning, kau berbicara?"
Jiang Ning tidak begitu peduli dengan kejadian yang baru saja terjadi. Dia hanya menginginkan ayahnya dan sekarang dia kehilangannya untuk selamanya.