webnovel

Chapter #8

Kejadian itu yang ceritakan oleh ayahnya membuat Peter stuck pada Ingatannya hingga ia terbengong. Lagipula, kenapa harus diberi tahu olehnya, sedangkan Peter pasti akan membawa ketakutan masa lalu hingga saat dewasa kerena terbayang dengan ceritanya.

Mungkin, ayahnya Peter ingin anaknya mengetahui kejadiannya yang pernah dialami, bukan bermaksud untuk menakut-nakuti anaknya.

Peter mencoba menggelengkan kepalanya dan mencoba melepaskan diri dari pikirannya yang berusaha meracuni dirinya.

"Apakah ada yang salah denganmu Peter?" Katanya Emma yang melihatnya.

Peter memegang kepalanya "Aku hanya merasakan pusing sedikit"

Emma menuangkan air ke gelasnya dan menawarinya minum "Minum ini!"

Peter langsung meminum air yang diberikan Emma.

"Sekarang masih pusing?"

"Sudah hilang, terimakasih"

"Syukurlah..."

"Jadi, hanya itu cerita dari rumah ini?" Kata Emma sambil menatapnya.

"Sebenarnya ada cerita kelam dibalik rumah ini" katanya Peter ingin mengungkapkan.

Sebenarnya dari tadi Peter ingin mengungkapkannya, tetapi ia takut Emma jadi ketakutan oleh perkataannya. Akan tetapi, Peter tak bisa selamanya memendam, ia pikir Emma juga berhak tahu tentang rumah ini karena ia tinggal didalamnya. Jadi, ia memilih untuk mengatakannya daripada memendamnya.

Ia bertujuan untuk memberitahu bukan menakut-nakuti.

"Maksudmu?" Kata Emma belum jelas dengan perkataannya.

"Ada cerita tentang rumah ini yang agak sedikit mengerikan jika diceritakan"

"Bisa kamu beri tahu lebih lengkap tentang rumah ini?"

"Aku berhak mengetahui ini, karena aku tinggal disini" sambung Emma.

Tapi Peter ingin Emma berjanji, jika ia beritahukan, Emma harus berani jangan menjadi seorang pengecut. Ia takut Emma akan mengada-ngada dengan ucapannya itu.

"Maukah kamu berjanji kepadaku?" Peter menyodorkan jari kelingkingnya untuk janji jari kelingking.

"Janji!" Emma menyambungkan jarinya ke tangan Peter dan mengayunkannya.

"Jika kuberitahu, siapkah kamu menjadi pemberani?"

"Memangnya apa?" Tanya Emma.

"Aku takut kalau kuceritakan kamu akan mengada-ngada"

Emma menganggap enteng ucapannya itu "Tenang saja Peter, percaya kepadaku! Aku sudah berusia 17 tahun! Mana mungkin aku ketakutan atau mengada-ngada!"

Peter agak sedikit tidak percaya dengan perkataannya. Dia pikir ah ya sudahlah, ia percaya saja dengan ucapannya itu.

"Benarkah?"

"Tentu! Aku berjanji tidak akan mengada-ngada ataupun menggubris bisikan-bisikan yang berusaha menakuti perasaanku! Jadi, sekarang apa?"

"Baiklah kita berjanji sekarang! Ayo Ikut aku!" Sambil melepaskan masing-masing jari kelingkingnya dan Peter mengajak Emma.

"Kita kemana?"

"Lihat saja, ada sesuatu di rumah ini yang harus kamu ketahui"

Merekapun bergegas keluar dari kursi di ruang makannya.

Pikirannya Emma sudah bercabang-cabang, ia curiga dengan Peter. Jantungnya berdegup kencang, dag dig dug. Tetapi Emma berusaha untuk berpikir positif.

Mereka keluar dari pintu belakang rumahnya Emma dan berjalan, disekelilingnya terdapat pohon ek yang rindang dan hijau ditambah gelapnya karena ada banyak bayangan pohon yang menghalangi sinar matahari untuk menyorot ke hutan.

Pepohonan yang menjulang tinggi ke langit, kabut abu-abu yang menghalangi untuk mata memandang ke depan menambah kesan kelamnya suasana.

"Kita sudah sampai?" Tanya Emma.

"Sedikit lagi" mereka melanjutkan berjalan.

Sambil meneruskan perjalanannya, Emma melihat ke sekeliling karena masih asing dengan lingkungan hutan tersebut. Karena ia sebelumnya, belum pernah melihat-lihat ke belakang rumahnya.

Emma merasa ada yang tidak enak pada dirinya, seperti ada yang mengikuti langkahnya.

Tetapi, tunggu sebentar, sesuatu melihatnya dari kejauhan.

Seketika Langkahan kakinya berhenti dan memastikan apakah benar ada seseorang yang sedang mengikutinya.

Ia memicingkan matanya karena tebalnya kabut abu-abu yang menghalangi penglihatannya.

Ia mulai melakukan kontak mata dengan sosok itu hingga ia terbengong. Ia sedang berusaha menatapnya. Saling pandang memandang, ia hampir ditinggal oleh Peter yang melangkah jauh ke depan.

"Kita sudah sampai, jadi aku ingin..." saat berbicara Peter tidak merasakan emma ada di sisinya. Ia pun menoleh ke belakang.

Peter melihat Emma yang terhenti langkahnya dan sedang menatap sesuatu.

Mulutnya Emma sampai ternganga sedikit, Karena sosok yang ia lihat sedang mencakar-cakar tubuhnya hingga lecet dan berdarah. Saat darah mengucur, makhluk itu meminumnya lagi.

Peter mengambil tindakan, daripada omongan. Ia menghampiri Emma sambil sedikit lari. Sesuatu yang salah pasti telah terjadi padanya! Pikirnya.

"Emma" katanya menghampiri si Emma.

Emma tidak menjawab panggilannya, ia diam seperti patung, mulut sedikit terbuka dan tatapannya mulai kosong.

"Emma!!" Panggilnya lagi lebih keras. Peter semakin mempercepat langkahnya hingga lari untuk menghampirinya.

Emma masih terdiam dan tidak ada suara pun yang terdengar saat ia memanggil namanya.

Kemudian ia sampai di sisi Emma. Tangannya Peter melambai ke wajahnya untuk memastikan apakah ia sadar.

"Emma bisakah kamu dengar aku?"

Emma masih terdiam dan pandangannya lurus kedepan. Peter mencoba memfokuskan penglihatan apa yang sedang dilihat olehnya.

"Apa yang kamu lihat?" Katanya sambil mengguncang tubuhnya. Saat tubuhnya di guncang, Emma langsung terpingsan di tangan Peter.

Ia panik, dan dia mengguncangkan tubuhnya dan menepuk nepuk halus di pipinya.

"Emma!!! Bangunlah!"

Tak lama setelah itu kemudian Emma membuka matanya dan tersadar kemudian terbangun dari pingsannya.

"Apa yang sudah terjadi?"

"Syukurlah, Kamu sudah sadar, apakah kamu baik-baik saja?" Katanya sambil panik.

"Memangnya tadi aku ini kenapa?"

"Kamu tadi terpingsan sebentar. Apa yang barusan kamu lihat, apakah kamu masih ingat atau ada gambaran di kepalamu?"

"Entahlah, aku tidak ingat apa itu tadi! Ngomong-ngomong apakah kita lanjut atau tidak?"

"Kalau ku lanjut kamu yakin tidak apa-apa?" Kata Peter

"Jangan pikirkan soal itu! Aku masih baik-baik saja. Ayo kita lanjut!"

"Baiklah" Peter dan Emma tersenyum.

Emma bangun dari pingsannya kemudian dibantu oleh Peter untuk berdiri. Dan jalannya masih sedikit tertatih-tatih karena sehabis pingsan.

"Pelan-pelan saja" kata Peter sambil menuntunnya untuk berjalan.

Next chapter