Keesokan harinya ...
Dean mengemudikan mobil milik Bryana dengan kecepatan tinggi, karena dia sudah berjanji akan kembali pagi-pagi sekali. Meski saat ini baru jam lima subuh, pria itu sudah akan kembali ke rumah sang majikan untuk kembali menjadi bodyguard.
Hingga beberapa menit mengemudi, Dean riba di rumah Bryana dan segera membawa mobil ke dalam garasi. Dia segera turun dan berlari masuk rumah, memasuki kamar dan mengganti pakaiannya dengan pakaian bodyguard.
Dean menghela napas, kemudian melirik arlojinya yang menunjukkan waktu pukul 05:30 WIB, dia memutuskan untuk rebahan sejenak di atas ranjang yang beralaskan sprei berwarna biru gelap bergambar logo tim sepak bola terkenal.
'Apa Jill mau meminjamkan uang untukku? Aku semakin tidak ingin banyak berhutang budi pada Kareen, atau ibu akan memintaku menikahinya. Dia memang baik tapi bagiku dia hanyalah seorang adik," gumam Dean sembari menatap langit-langit kamarnya.
___
Bryana menggeliat, menguap karena masih ngantuk. Dia bahkan pusing karena semalaman meminum banyak red wine di kamarnya.
"Mama ... buka pintunya!"
Suara Calvin yang melengking sambil memukul pintu pun membuat Bryana harus segera bangun, dia beranjak dari ranjang dan berjalan dengan sempoyongan menuju pintu kemudian membukanya.
"Ada apa, Cal? Mama tidak bisa mengantarmu ke sekolah, berangkat lah bersama aunty Lauren." Bryana berbicara dengan malas dan matanya pun masih sayu dan memerah.
"Mama bau!" Calvin menutup hidungnya.
Lauren segera menghampiri Calvin dan mengajaknya meninggalkan Bryana, karena dia tahu bahwa majikannya itu sedang tidak stabil.
"Ayo, Cal, biar mama istirahat saja," ajak Lauren sembari menuntun Calvin untuk menjauhi Bryana yang memang sangat bau alkohol.
Dean yang sudah berada di ruang tengah, melihat Bryana dari lantai dasar. Dia dapat melihat majikannya itu berjalan dengan sempoyongan kembali ke kamar.
'Oh, sejak kapan Jill memiliki kebiasaan mabuk? Apa yang terjadi padanya hingga mabuk seperti itu?' Dean bertanya-tanya dalam hati, kemudian pandangannya tertuju pada Louis yang baru keluar dari kamar yang bersebelahan dengan kamarnya.
"Dean, kamu sudah kembali," sapa Louis sembari menyugar rambutnya yang masih agak basah. Pria itu mengenakan celana dasar dengan banyak saku dipadu dengan kemeja putih lengkap dengan rompi hitam, yang pasti dilengkapi perangkat keamanan.
"Iya," balas Dean kemudian teringat pada Bryana yang mabuk. "Apa kamu tahu apa yang terjadi pada Jill? Eh maksudku nyonya Bryana."
"Entahlah," jawab Louis sembari mengendikkan bahunya. "Semenjak pulang dari mal, dia mengurung diri di kamar, anak nya bahkan diabaikan."
"Benarkah?"
"Iya, dia seperti orang yang sedang patah hati, tapi ntah siapa yang membuatnya patah hati?" Louis menjelaskan kemudian berjalan menuju ruang makan khusus para pekerja.
Dean kembali mendongak menatap pintu kamar Bryana yang tertutup rapat dan sepi, dia jadi teringat kemarin juga ke mal bersama Kareen. 'Apa dia mabuk karena melihatku bersama Kareen? Astaga, tidak mungkin. Lagian apa masalahnya, aku bukan siapa--siapa untuknya?'
Dean segera berjalan menuju ruang makan untuk sarapan bersama Louis dan yang lain.
___
Bryana mengguyur tubuhnya dengan air shower yang dingin, dengan harapan akan meredakan rasa pening nya. Setelah beberapa menit mandi, Bryana mengenakan bathrobe dan keluar dari kamar mandi menuju walk in closet untuk mengambil pakaian kerjanya.
Bryana mengambil dress cream sebatas lutut dan kemeja putih dengan pita pada bagian kerah dan lengannya, celana dalam dan juga bra, kemudian membawanya ke kamar.
Bryana mendudukkan dirinya di kursi meja rias kemudian menatap pantulan dirinya di cermin. Dia segera mengeringkan rambutnya dengan hair drayer, kemudian memoles wajahnya dengan make up kemudian mengenakan pakaian yang sudah diambilnya tadi.
"Tidak seharusnya aku begini, kenapa begitu sakit melihat Dean bersama wanita lain? Padahal aku bukan siapa--siapa untuknya. Dia juga pria yang tampan, wajar jika punya kekasih." Bryana bermonolog dengan dirinya sendiri sambil membayangkan saat Dean ke mal bersama putrinya dan wanita lain. Astaga, ternyata dia mabuk hanya karena melihat Dean bersama wanita lain.
Merasa dirinya sudah siap, Bryana segera mengambil tas kerjanya kemudian membawanya keluar kamar, menuruni tangga menuju lantai dasar dan bergegas ke ruang makan.
"Susan, buatkan saya jus jeruk," seru Bryana pada susan yan sedang menyiapkan sarapan untuknya, karena Calvin sudah sarapan terlebih dahulu dan saat ini sudah berangkat sekolah.
"Baik, Nyonya." Susan mengangguk patuh kemudian segera membuatkan jus untuk Bryana.
Dean yang sudah selesai sarapan di meja makan lain pun melihat Bryana sedang sarapan sendiri. Dia dapat melihat janda muda itu hanya makan roti dengan selai stroberi, dia pun beranjak dari kursi dan menghampiri majikannya itu.
"Selamat pagi," sapa Dean dengan tersenyum ramah.
"Pagi," sahut Bryana tanpa menoleh.
Dean merasa bingung harus berkata apa, dia pun memutuskan untuk menunggu di ruang tengah saja. Namun saat hendak melangkah pergi, Bryana memanggilnya.
"Dean."
"Iya." Dean menoleh.
"Bagaimana liburanmu bersama putri mu kemarin?" tanya Bryana dengan santai.
"Kami hanya menikmati waktu luang di rumah, em ... tapi kami keluar sebentar untuk membeli gaun," jelas Dean agak gugup.
"Gaun untuk siapa?" tanya Bryana.
"Untuk putriku, karena akan segera ulang tahun sekitar lima hari lagi," jawab Dean.
Bryana mengangguk paham kemudian berencana menyinggung apa yang dilihatnya kemarin.
"Kemarin aku melihatmu," ucap Bryana, kemudian pandangannya tertuju pada Susan yang membawakan segelas jus jeruk nipis untuknya.
"Benarkah? Tapi aku tidak melihatmu." Dean tersenyum canggung.
"Putriku sangat cantik dan wanita yang bersama mu juga cantik, apa dia pacarmu?" tanya Bryana tanpa gengsi. Konon, malu bertanya sesat dijalan.
"Bukan," jawab Dean.
"Dia adalah temanku saat kuliah. Setelah istriku meninggal, dia sering datang untuk melihat keadaan putriku, kami memang sudah dekat seperti keluarga," lanjutnya dengan penjelasan.
Bryana menghela napas lega, kemudian mencicipi jus nya dengan menggunakan sendok. "Aku pikir dia pacarmu."
"Bukan."
Bryana melirik Dean yang terus berdiri sejak tadi. "Apa kamu tidak lelah? Duduklah, biar aku pesankan jus juga."
"Em, tidak perlu, aku masih kenyang." Dean menolak, kemudian mendudukkan dirinya di kursi meja makan berhadapan dengan Bryana.
Hening sejenak di antara mereka berdua. Dean menatapi Bryana yang begitu cantik seolah meruntuhkan imannya, membuatnya lupa akan nasehat ibunya untuk tidak menaruh hati pada majikannya itu. Sedangkan Bryana, minum jus sembari mengumpulkan keberanian untuk menawari Dean untuk ikut dengannya ke pesta besok malam, karena dia sudah lega jika wanita yang bersama Dean kemarin bukanlah kekasih Dean.
"Ngomong-ngomong, kenapa kamu mabuk?" tanya Dean membuyarkan lamunan Bryana.
"Ha, apa?" tanya Bryana dengan menaikkan alisnya.
"Kenapa kamu mabuk?" tanya Dean dengan sedikit terkekeh melihat ekspresi Bryana.
'Karena aku cemburu kamu bersama wanita itu,' jawab Bryana dalam hati, dia sedang mencoba mencari alasan yang tepat, karena akan sangat memalukan jika Dean mengetahui sebab dia mabuk adalah karena cemburu.