Qi Xunyi membuka matanya. Hal pertama yang dia rasakan adalah rasa sakit yang berdenyut di bahunya dan ingatan akan adegan berdarah di bawah tanah menyambutnya. Dia lari dan memeriksa sekeliling.
Kini dirinya berada di dalam ruangan remang- remang tanpa satu pun jendela, karenanya, dia tidak tahu apakah sekarang siang atau malam. Dia mencoba turun dari tempat tidur, tetapi hanya pada langkah kedua kakinya sudah menyerah. Dia merosot di tanah dengan kedua tangan menopang tubuhnya, dalam posisi ini luka di bahunya meregang dan dia mengerang karena rasa sakit yang menusuk.
"Pangeran, kau belum bisa turun dari tempat tidur." Suara dari depannya membuat Qi Xunyi mengangkat kepalanya hanya untuk melihat seorang bocah kurus berusia sekitar 12 tahun berlari ke arahnya, berlutut dan membantunya berdiri.
Meski begitu, tubuhnya yang kurus tidak mungkin mendukung pria dewasa seperti Qi Xunyi, belum lagi pria itu juga tidak memiliki energi tersisa untuk berdiri sendiri.
Upaya mereka berdua hanya menghasilkan darah di perban, di bahu Qi Xunyi yang menandakan luka di lengannya terbuka lagi.
Melihat darahnya, mata anak laki-laki itu melebar, wajahnya yang bulat dipenuhi ketakutan. "Aku akan memanggil Paman Ye Xiu." Dia berkata dan berlari keluar dari kamar.
Dengan menyebutkan nama Ye Xiu, tubuh Qi Xunyi yang tegang sedikit rileks. Setidaknya dia tidak berada di tangan musuh.
Sambil menunggu bantuan, dia mengingat hal terakhir yang terjadi di ambang situasi.
"Modama..." Dia mendesis nama itu. Dia ingat pria bernama Gong Xu berhasil melarikan diri bersamanya.
Qi Xunyi sangat yakin jika Pangeran Xiao Tianyao memilih untuk mengabaikan dia dan ibunya, dia akan memiliki peluang besar untuk menangkap mereka, tetapi konsekuensi buruknya adalah dia dan ibunya bisa saja mati sekarang, karena dia terluka dan tidak bisa bertarung.
Dia menghela nafas dan memuji keputusan bijaksana Xiao Tianyao untuk menyelamatkan nyawanya.
Ye Xiu dan anak laki- laki itu datang tidak lama setelah itu, tanpa berkata apapun Ye Xiu membantunya untuk berdiri dan membaringkannya di tempat tidur.
"Sheng, panggil dokter." Dia berkata dengan suara rendah yang terdengar seperti menggerutu.
"Apa yang terjadi?" Qi Xunyi bertanya di antara giginya yang terkatup.
"Kau sudah pingsan selama dua minggu, sepertinya belati yang menusukmu diolesi dengan racun."
Qi Xunyi mengangguk. "Bagaimana dengan… Xinghe?" Dia bertanya dengan hati-hati, meski begitu dia bisa memikirkan jawabannya sendiri.
"Kerajaan Xinghe sudah tidak ada lagi. Kaisar Azura mengeluarkan dekrit untuk menghukum mati semua orang dari istana. Kau adalah keturunan terakhir." Ye Xiu mengatakannya dengan jelas. Tidak peduli seberapa bagus dia mengatur kata, tapi kebenaran ada di depan mata mereka. Akan lebih mudah dengan cara ini.
"Qi Xunyi," Ye Xiu memanggil namanya. Ada jejak kecemasan kali ini. "Selir Qi, dia tidak dalam kondisi baik."
Wajah pucat Qi Xunyi yang mengerikan berubah ketakutan. Apa yang terjadi dengan ibuku?
***
Ketika Feng Chang dan kasim Ma pergi, Luna sedang menatap sinar keemasan dari matahari terbenam ketika pintu kamar berderit terbuka. Luna bisa merasakan siapa dia saat dia bertanya bahkan tanpa membalikkan tubuhnya.
"Kau cepat." Dia berkata.
"Kakak…" Gong Xu memanggil kakak perempuannya dengan lembut. "Kau tidak perlu melakukan ini." Dia berkata dengan kepala tertunduk.
Dia selalu menjadi pria pemalu dengan kemampuan hebat jika dia bisa mengatasi masalah kepercayaan dirinya. Hanya saja, ayahnya sendiri selalu mempermalukannya dengan tidak memiliki kemampuan yang sama seperti yang dia dan Luna miliki. Inilah salah satu alasan mengapa Modama membencinya.
Luna tidak membalas pernyataannya saat dia berbalik dan menghadapi kakaknya. "Apakah kau membawanya?" Luna bertanya.
Dengan enggan, Gong Xu mengeluarkan botol merah kecil dari sakunya dan menyerahkannya kepada Luna, dia menerimanya dengan senyuman.
"Kak, tidak benar mempermainkan hidupmu ..." Gong Xu bergumam. Dia masih remaja, belum dewasa. Tapi, kekhawatirannya tentang keputusan Luna, tulus.
Luna memberinya senyuman lembut dan mengacak- acak rambutnya. "Mari berjanji untuk selalu menjaga satu sama lain, apa pun yang terjadi."
Gong Xu tidak mempercayai kata- kata saudara perempuannya saat dia menatapnya dengan wajah gelap. Luna tahu apa yang ada di dalam pikirannya saat dia menepuk pundaknya, namun Gong Xu menepis tangannya. "Jangan menggunakannya kepadaku."
Luna menghela napas. "Pergi lah dulu Gong Xu, kita akan bertemu lagi sebulan sekali, lagipula aku butuh obatnya."
Gong Xu tidak mengatakan apa- apa untuk waktu yang lama, dia hanya menatap kakaknya sebelum dia menarik kembali tatapannya dan meninggalkan ruangan tanpa mengucapkan selamat tinggal.
Perpisahan ini memang bukan perpisahan, setidaknya belum.
Saat Gong Xu pergi, ruangan berubah menjadi tenang kembali.
Luna berbalik untuk melihat pria yang tidak sadar di tempat tidur tanpa ekspresi, ini semua adalah misi, dan dia perlu membantu ayahnya untuk membalas dendam untuk jenis mereka.
Secara pribadi, Luna tidak menyukainya, dia tidak suka bagaimana hasilnya. Namun, inilah yang diajarkan ayahnya, begitulah dia tumbuh dewasa. Sebagai pewaris terakhir dari pengendali pikiran, itu adalah beban yang harus dia pikul.
Xiao Tianyao tertidur lelap bahkan tidak menyadari bahaya yang melayang di dekatnya.
Luna mendekati tempat tidur perlahan- lahan, melepas gaunnya di setiap langkahnya, meninggalkan jejak di belakangnya. Ketika dia sampai di tempat tidur, dia hampir telanjang. Dia melepas jepit rambutnya dan membuangnya saat rambut satin hitamnya jatuh di bahunya dan menudungi sosoknya seperti kerudung malam.
Dia berlutut di samping Xiao Tianyao dan membelai bibirnya sementara alis pria itu berkerut, seolah dia merasakan perasaan tidak nyaman. Luna tidak berhenti, dia membungkukkan tubuhnya dan berbisik ke telinganya. "Cintai aku dan jangan tinggalkan aku…" Dia mengulangi kata- katanya.
Perlahan- lahan ketegangan di antara mata Xiao Tianyao mengendur saat napasnya menjadi lebih teratur.
Perlahan, jari- jari panjang Luna menyusuri tubuh Xiao Tianyao dan berhenti di ikat pinggangnya, dengan gerakan lembut dia melepas sabuknya. Tidak mungkin baginya untuk melepaskan pakaiannya, jadi dia memutuskan untuk berhenti pada pakaian dalamnya.
Saat Luna berbaring dan meringkuk di pelukan Xiao Tianyao, dia meletakkan wajahnya di dada pria, yang setengah telanjang ini dan menutup matanya.
Sesaat kemudian, mata Xiao Tianyao terbuka lebar. Dia merasa pusing, seperti seseorang yang baru saja tertidur dalam waktu lama. Itu aneh baginya, karena dia tidak pernah bisa tidur nyenyak sejak tragedi yang menimpa orang tuanya.
Dia mendapat insomnia, dan adegan berdarah yang lebih buruk dari semua pertempuran yang dia alami di depan matanya setiap kali dia mencoba menutupnya.
Namun, dia tidak merasa seperti itu sekarang, untuk pertama kalinya dalam tahun- tahun mengerikan ini.