webnovel

Arti Mencintai

Zen lalu mengambil cangkir yang berisi kopi didepannya dan meminum isinya. Setelah menikmati minumannya itu, Zen menaruh kembali cangkirnya dimeja didepannya dan menatap wanita didepannya itu.

"Apa yang membuatmu berfikir, bahwa kamu tidak akan menghianatiku Rinko-san?" tanya Zen.

"Apa mahsutmu Zen? Jika aku mau, kamu sudah berada dipenjara sekarang karena rekaman yang aku rekam kemarin saat perbincangan kita sebelumnya" kata Rinko.

"Ho.. namun kamu berhianat kepada mereka Rinko-san, makanya kamu berada disini sekarang, lalu apa yang membuatmu tidak berhianat jika kamu mengikutiku?" tanya Zen.

"Aku berhianat kepada mereka, karena aku memikirkan percakapan kita sebelumnya Zen. Dan juga sekarang aku merasa semua rekan kerjaku telah berubah" kata Rinko.

"Lalu apa yang terjadi, jika apa yang aku perbuat tidak sesuai ekspetasimu itu?" tanya Zen kemudian.

"Apakah kamu akan menyalahgunakan Fluctlight yang kau curi itu Zen?" kata Rinko.

"Tentu saja tidak" jawab Zen singkat sambil meminum kembali kopinya saat ini.

"Kalau begitu, alasan itu sudah cukup bagiku. Asalkan kamu tidak menyalahgunakannya, maka aku akan ikut apapun perkataanmu" kata Rinko.

Mendengar jawaban dari Rinko, Zen menaruh kembali cangkirnya setelah meminum sedikit kopi didalamnya. Zen lalu menatap kearah Rinko sekali lagi.

"Maafkan aku Rinko-san, mungkin perkataanmu memang benar, namun untuk mengikuti projekku, kamu harus menjadi wanitaku" kata Zen ringan.

"Apa mahsutmu Zen?" kata Rinko yang terkejut mendengar perkataan Zen tersebut.

"Sudah kubilang, untuk mengikutiku, kamu harus menjadi wanitaku terlebih dahulu" kata Zen.

Mendengar itu, Rinko seakan tidak bisa berkata apa – apa karena melihat keseriusan dari Zen itu. Zen memang diketahui memiliki banyak wanita disekitarnya, namun setelah mendengar perkataan itu langsung dari mulutnya, itu membuat Rinko sangat terkejut.

"Apakah kamu menggoda semua wanitamu yang lain, dengan cara seperti ini Zen?" tanya Rinko yang saat ini masih bingung dengan pemikiran playboy didepannya saat ini.

"Tentu saja tidak, mereka menyukaiku secara tulus dari hati mereka" kata Zen.

"Termasuk perawat cantikmu itu?" tanya Rinko mengkonfirmasi hubungan Zen dengan perawat yang saat ini dicurigai oleh pemerintah itu.

"Tentu saja" balas Zen sambil tersenyum.

Mendengar itu, Rinko mulai menenangkan dirinya dan berfikir langkah apa yang harus dia ambil saat ini. Dia sudah menghianati instasinya sebelumnya karena perubahan dari rekan kerjanya dan sudah berniat untuk mengikuti Zen. karena dia merasa, jika dia mengikutinya, maka akan terjadi sesuatu yang sangat hebat di masa depan.

Namun setelah mendengar perkataan Zen, tentang menjadikan wanitanya, itu membuat dia bimbang. Namun dia berfikir jika hanya menjadi wanitanya saja, apa susahnya dari itu. Yang penting dia bisa mengikuti Zen saat ini dan mencari tahu dan mempelajari sesuatu darinya.

"Baiklah, aku terima persyaratanmu itu Zen." Kata Rinko ringan sambil meraih kembali gelas kopinya.

"Kalau begitu, bisa kau tunjukan pundak belakangmu Rinko-san?" tanya Zen.

Mendengar ini, Rinko tersedak dengan kopi yang dia minum saat ini karena terkejut dengan perkataan Zen tersebut. Sedangkan Zen masih menatapnya santai, seolah itu adalah hal yang biasa.

"Apa mahsutmu Zen? Aku memang bersedia menjadi wanitamu, tetapi kamu tidak bisa seenaknya saja menyuruhku melakukan hal tersebut" kata Rinko.

"Apa mahsutmu Rinko-san, aku hanya ingin melihat pundakmu saja, aku tidak menyuruhmu membuka semua bajumu" kata Zen.

Sebenarnya didalam benak Rinko sangat bingung dengan perkataan Zen itu. Didalam benaknya, dia berfikir bahwa Zen merupakan seorang yang mempunyai fetis pundak, karena dia sangat teropsesi melihat pundak dari Rinko saat ini.

"Mengapa kamu sangat ingin melihat pundakku?" tanya Rinko.

"Aku hanya penasaran, bagaimana bentuk pundak dari wanita cantik didepanku ini" kata Zen.

"Apakah benar dia mempunyai fetis pundak?" kata Rinko didalam hatinya.

"Hah.. Baiklah" kata Rinko.

Lalu Rinko membuka kancing kemeja atasnya dan membuka sedikit pakaiannya pada kedua pundaknya dan memunculkan bahu mulus dengan sebuah tali BH berwarna ungu, yang terdapat diatas pundaknya, lalu berbalik dan menunjukan pundaknya kepada Zen.

Zen sangat menikmati pemandangan itu, namun setelah melihat bahwa pundak dari Rinko sangat mulus tanpa sesuatu pada permukaannya, membuat Zen sedikit kecewa.

"Terima kasih Rinko-san, kamu bisa kembali membenarkan pakaianmu itu" kata Zen.

Zen kembali mengambil cangkir kopinya sambil meminum isinya, dan menunggu Rinko membenarkan pakaiannya saat ini.

"Apakah kamu sudah puas melihat pundakku?" tanya Rinko.

"Kau tahu Rinko-san, walaupun aku menyuruhmu menjadi wanitaku, tetapi aku ingin kamu mencintaiku secara tulus, bukan terpaksa" kata Zen.

"Apa mahsutmu Zen, aku bersedia menjadi wanitamu, bukankah itu sudah cukup?" kata Rinko.

"Maafkan aku Rinko-san, tetapi aku menginginkan kamu mencintaiku dengan tulus, bukan karena niat yang kamu inginkan, yang berada pada diriku sehingga kamu ingin menjadi wanitaku" kata Zen berdiri dan menuju kearah Rinko.

Zen lalu duduk disebelah Rinko yang masih tertegun dengan tindakan itu, lalu tiba – tiba saja tangannya sudah digenggam oleh Zen. Rinko saat ini tidak bisa berkata apapun, karena dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan sekarang. Sekarang mata mereka saling bertemu dan Zen menunjukan senyum hangatnya.

"Dengarkan aku Rinko-san, seminggu dari sekarang, aku akan pergi. Dan mungkin kita akan sangat sulit untuk bertemu. Aku mau seminggu ini, kamu pastikan perasaanmu padaku, jika sampai saat itu kamu tidak bisa membuka hatimu untukku, maka dengan berat hati, aku tidak bisa mengajakmu" kata Zen.

Zen berencana untuk meninggalkan dunia ini seminggu kemudian, karena dia ingin menyelesaikan semua urusannya didunia ini terlebih dahulu, dan akhirnya pergi setelah semuanya telah selesai.

"Mengapa Zen, apakah aku harus menyerahkan tubuhku juga?" kata Rinko yang saat ini sedikit emosi, karena dia merasa dipermainkan oleh pria didepannya.

"Aku ingin kamu memberikannya karena keinginanmu sendiri Rinko-san, bukan karena kamu terpaksa" kata Zen lalu meraih tangannya dan mencium punggung dari telapak tangan Rinko yang sedang digenggamnya saat ini.

Rinko masih bingung dengan perilaku Zen itu. Lalu selang beberapa lama, akhirnya Rinko berpamitan kepada Zen saat itu, karena dia mendapatkan sebuah panggilan dari Rath. Zen mengantarkan Rinko hingga didepan pintu apartemennya.

"Terima kasih sudah berkunjung Rinko-san, apakah kamu sibuk besok?" tanya Zen.

"Kebetulan tidak Zen, aku hanya berada dikantorku besok, memangnya kenapa?" kata Rinko.

"Bukankah aku harus merebut hatimu itu, bagaimana aku merebutnya jika kita tidak bertemu lagi" kata Zen.

"Baiklah, aku akan menunggu kantor Rath. Dan juga, mungkin akan sangat sulit jika kamu mau merebut hatiku" kata Rinko.

"Baiklah, terima kasih atas informasinya" kata Zen dan mengambil tangan Rinko dan menciumnya sekali lagi, sebelum Rinko akhirnya memutuskan meninggalkan apartemen Zen tersebut.

Dilift menuju lantai bawah gedung apartemen ini, bisa terlihat Rinko menatap cermin yang berada dilift itu dan tersenyum sedikit melihat wajahnya dipantulan cermin itu, namun senyumanya itu lenyap, setelah dia menggelengkan kepalanya seperti mengusir sesuatu dari pikirannya saat ini.

Sementara itu, Zen berniat untuk kembali untuk mengecek para wanitanya saat ini dan melihat perkembangan mereka semua.

Next chapter