webnovel

Yudha memenangkan Penghargaan Olimpiade Matematika 

Di meja makan, Yudhi masih menatap ponselnya, dan tiba-tiba saja berteriak, membuat Fira merasa sangat terkejut, "Kamu membuatku takut, kenapa kamu berteriak?"

"Ada pesan teks yang dikirimkan guru kami,"

"Memangnya ada apa?"

"Yudha baru saja memenangkan penghargaan."

Fira dan Yuni buru-buru membungkuk untuk melihat ponselnya "Apa maksudmu Olimpiade itu?"

"Ya, dia memenangkan kompetisi itu."

"Seberapa besar skala persaingannya, tingkat kecamatan atau tingkat kota?"

"Nasional."

Fira terkejut dan menoleh untuk memandang Yudha, yang balas memandangnya dengan malu-malu, dan tersenyum ke arah Fira.

Fira memeluk kepalanya "Apa ternyata Yudha kita begitu pandai?"

Di kehidupan Fira sebelumnya, Yudha tidak pernah menjadi juara Olimpiade. Apa ini terjadi karena dia mengubah lintasan hidupnya setelah dia dilahirkan kembali? Dan karena Yudha tidak lagi merasa khawatir, maka dia jadi lebih bisa berkonsentrasi pada studinya?

Ini bagus.

Semuanya perlahan membaik.

Yudhi menepuk punggung adiknya, Fira melepaskannya, dan mengusap wajahnya lagi "Kamu hebat."

Yuni begitu bersemangat sehingga dia menyeka tangannya dan mengambil ponsel itu untuk membaca pengumumannya dengan lebih cermat.

"Guru kalian juga mengatakan akan ada upacara penghargaan besok malam."

Yudha mengangguk.

"Oh, apakah Yudha punya baju formal? Sepertinya tidak."

Fira berkata pada ibunya, "Besok aku akan membawanya ke mall untuk membelikan satu set pakaian formal,"

Biaya hak cipta lagi 300 juta, kemenangannya di Klub malam waktu itu juga 300 juta, Belum lagi 2 milyar rupiah dari Rudi. Mereka sama sekali tidak kekurangan uang untuk saat ini.

"Bagus."

***

Keluarga Setiawan selalu menonton TV setelah makan malam, dan ketika mereka menonton saluran televisi lokal, mereka melihat berita tentang juara Olimpiade Matematika. Subjudul berita itu menyatakan bahwa seorang siswa dari SMAN 9 Surabaya berhasil memenangkan Kejuaraan Olimpiade Matematika.

Reporter sedang mewawancarai kepala sekolah yang bersangkutan.

"Ya, Yudha dari sekolah kami-lah yang berhasil menjadi juara Olimpiade Matematika Nasional."

Wajah keempat orang yang duduk di sofa itu langsung berubah jelek.

Wajah Lulu tampak muram dan jelek. Belakangan ini, dia merasa ditekan oleh keluarga miskin itu sampai-sampai dia tak bisa bernafas.

Semuanya sudah sangat menjengkelkan karena rencananya dengan Yudhi tidak berhasil. Setelah apa yang dilakukannya pada Fira dan berimbas pada bisnis pamannya, dia sedang berusaha untuk tidak mencari gara-gara. Sikap Paman Wen terhadapnya belakangan ini jauh lebih buruk.

Dan sekarang si bisu kecil itu memenangkan Olimpiade?

Tahun-tahun berlalu dengan cepat!

Wajah Rudi adalah yang paling jelek, dan dia buru-buru mengulurkan tangannya untuk mengganti salurannya, dengan perasaan campur aduk di dalam hatinya.

Tantri buru-buru berkata "Lulu juga pernah memenangkan kompetisi piano sebelumnya, dan itu tidak lebih buruk dari kompetisi Olimpiade Matematika ini, kan?"

Rudi hanya mengatakan 'um', tapi ekspresinya tidak membaik.

Tantri paham bahwa tak peduli seberapa baik Rudi memperlakukan Lulu, Lulu adalah putri orang lain.

Belum lagi Rudi tampaknya sedikit tidak puas dengan Lulu belakangan ini.

Dia berkata lagi "Aska yang akan naik ke kelas enam semester depan juga akan mendaftarkan diri untuk mengikuti Olimpiade semacam ini. Rudi, nilai Aska sangat bagus dan dia pasti akan jadi juara. Sat itu terjadi, kamu pasti merasa bangga dengannya,"

Aska berkata dengan lantang "Itu benar, Ayah. Apa hebatnya Olimpiade Matematika ini? Siswa kelas lima tidak diijinkan mendaftar. Kalau aku juga mendaftar, juara satu itu pasti akan jadi milikku.

Rudi hanya bisa tersenyum dengan sedikitenggan, dia tahu betul prestasi yang dimiliki putranya.

Saat ini, di sekolah internasional tempatnya belajar, dia hanya mendapatkan nilai sedikit diatas rata-rata. Rudi tahu bahwa Aska mungkin tidak memenuhi syarat untuk bisa terpilih dalam kompetisi papan atas seperti Olimpiade, yang mempertemukan anak-anak terbaik di seluruh negeri.

Keduanya adalah purtanya. Yang satu autis berbakat sementara yang lain hanyalah anak normal biasa.

Dia lebih memilih anak yang normal dan biasa saja, yang mungkin takkan membuatnya bangga tapi setidaknya dia tidak akan mempermalukannya dan membuatnya jadi bahan tertawaan di acara makan malam bisnis.

Bab 86 Tampan dan Juara Akademik

Larut malam itu, Lulu bertanya di ponselnya, "Apakah ini reporter dari harian Kompas?"

"Ini siapa?"

"Tak peduli siapa aku, aku akan memberikan informasi ini untuk Anda. Besok akan diadakan upacara penghargaan untuk juara Olimpiade Matematika di Balai Kota. Juara Olimpiade itu sangatlah istimewa,"

"Apa maksudmu dengan istimewa?"

"Dia adalah siswa autis, yang tidak bisa bicara, tapi bisa memenangkan Olimpiade Matematika tingkat Nasional. Ini bisa menjadi bahan berita utama Anda di koran Kompas. Anda bisa memutuskan sendiri apakah akan mewawancarainya atau tidak."

Pria itu segera mengucapkan terima kasih atas informasi yang diberikannya itu.

Lulu menelepon beberapa media berturut-turut.

Keesokan harinya, di Balai Kota Surabaya diadakan upacara penghargaan bagi juara Olimpiade Matematika tingkat Nasional.

Karena Yudha tidak suka bicara, tapi sangat berbakat, kepala sekolahnya selalu menjaga Yudha.

Yuni berterima kasih kepada sang kepala sekolah.

Ketika mereka berempat duduk di baris pertama, Yuni meraih tangan Yudha dan berbisik, "Saat kamu naik ke atas panggung untuk menerima penghargaan, kamu hanya perlu mengucapkan terima kasih... hanya mengucapkan terima kasih, oke?"

Fira menghela nafas panjang "Bu, jangan memaksanya."

Sebaliknya, Fira berkata pada Yudha "Yudha, kamu tidak perlu mengatakan apa-apa, kamu hanya perlu membungkuk sedikit pada semua orang saat kamu naik untuk menerima penghargaan."

Yudha menarik tangannya, meremas jari-jarinya dan tidak mengatakan apa-apa.

Melihat ekspresi wajahnya yang tampak ketakutan, Fira tidak bisa menahan dirinya dan mengelus kepalanya "Tidak ada yang akan memaksamu untuk mengatakan apa-apa, jadi kamu tidak perlu khawatir,"

Akhirnya, tibalah giliran Yudha untuk naik ke atas panggung dan menerima penghargaan tersebut. Fira menahan tangannya "Tidak perlu bicara apa-apa, membungkuklah."

Meskipun Yudha baru berusia lima belas tahun, tapi penampilannya tampak dewasa. Apalagi, hari ini dia juga mengenakan setelan formal. Pemuda itu melangkah menuju podium di bawah tatapan semua orang. Dia tampak gagah dan tampan.

Mata Fira terasa panas, dan dia tersenyum pada pemuda itu dari tempat duduknya.

Tamu kehormatannya adalah Pak Ade Hidayat, seorang matematikawan terkenal di Indonesia. Pak Ade yang berambut abu-abu tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya "Ini adalah juara Olimpiade kami, Yudha. Dia berhasil menjadi juara pertama dalam kompetisi Olimpiade Matematika kali ini. Dia berhasil mencapai juara dengan nilai sempurna."

Pak Ade dengan sungguh-sungguh menyerahkan sertifikat dan piala kepada Yudha, dan kemudian memberi isyarat kepadanya agar memberikan pidato singkat.

Seorang pemuda yang tampak bersih berdiri di atas panggung, menghadapi cahaya yang menyilaukan. Dia tampak gugup dan tidak berdaya. Semua emosi itu menyerangnya seperti air pasang. Dia tidak biasa diperhatikan oleh begitu banyak orang. Sebenarnya, tatapan mata semua orang itu tampak ramah tapi dia melihatnya dengan cara yang berbeda. Dia merasa risih.

Dia bahkan mulai merasa agak tercekik.

Sepertinya, Yudha masih belum bisa melewati rintangan itu.

Yudha menerima piala itu dengan jari-jarinya yang ramping dan putih. Dia seolah bisa mendengar detak jantungnya yang berdegup kencang.

Fira memperhatikan kecemasan di wajah Yudha itu untuk yang pertama kalinya, dan memimpin semua hadirin dengan bertepuk tangan. Juara kedua dan ketiga di atas panggung sudah sering berpartisipasi dalam kompetisi semacam ini bersama Yudha. Melihatnya tidak mau berbicara, mereka berjalan ke arahnya. Juara kedua diraih oleh seorang gadis. Dia berdiri di hadapan mikrofon dan berkata, "Terima kasih, semua."

Lalu dia meraih tangan Yudha, dan ketiganya membungkuk kepada semua orang.

Terdengar tepuk tangan yang meriah di aula itu.

Fira menghela nafas lega. Semua teman Yudha memperhatikan dan mengurusnya dengan baik.

Yudha berjalan menuruni panggung selangkah demi selangkah diiringi tepuk tangan dan lemparan bunga.

Duduk di kamar kerjanya, Rudi merasa penasaran dan mengecek situs web sekolah anak itu. Ada siaran langsung yang sedang ditayangkan disana. Jumlah orang yang menonton tidak terlalu banyak, dan tidak ada sorotan media. Tapi ada banyak sekali komentar yang ditinggalkan disana. Semua pengunjung situs itu memuji Yudha. Pemuda itu terlihat gagah, tampan dan berprestasi. Para gadis-gadis muda melemparinya dengan banyak bunga di siaran langsung itu.

Next chapter