webnovel

Aroma uang memang sedap

Di awal ronde keempat, ketiganya mulai menganggapnya serius.

Namun, sudah jelas terlihat bahwa tidak ada cukup energi.

Di permukaan, terjadi percakapan dan tawa, tapi dibalik itu semua, ada gelombang pasang yang mengamuk.

Fira mempertahankan aturan menang tiga game dan kalah satu game, dan kekalahan itu pun sengaja dilakukannya, seolah dia tidak ingin terlalu mempermalukan kerabat pacarnya.

Tampak jelas bahwa Fira mengendalikan ritme permainan kartu, tapi dia tidak sepenuhnya fokus dalam menghitung kartu. Dia masih bisa mengamati ekspresi samar dan beberapa gerakan yang dilakukan oleh ketiga orang tersebut.

Dia bisa dengan mudah mengalahkan mereka semua.

Mata ketiga orang yang bermain dengan Fira jelas memandangnya berbeda sejak awal. Mereka akhirnya menyimpulkan bahwa bakat matematika gadis itu mungkin tidak lebih buruk dari pada Ardi.

Kedua orang itu benar-benar menakutkan.

Setelah lebih dari selusin putaran, ketiganya pun kalah. Mereka sudah mempertaruhkan semuanya. Ardi menundukkan kepalanya dan memberi tahu Fira "Kamu baru saja memenangkan 200 juta rupiah dalam satu malam."

Permainan yang dimainkan orang-orang kaya itu memang sangat bagus.

Dia sebenarnya tidak datang kemari untuk bermain kartu, jadi dia mengulurkan tangan dan mengusap bahunya, lalu Ardi berkata dengan ringan "Dia lelah, jadi dia tidak akan bermain lagi."

"Bagus."

Ini adalah hal yang lumrah karena ini tidak menyangkut masalah uang. Yang jadi masalah adalah kalau seorang gadis dikalahkan hingga babak belur dan kehilangan muka.

Fira meninggalkan Ardi, berjalan ke bar, memesan beberapa gelas anggur merah, dan dengan antusias membawanya ke meja untuk diberikan kepada kerabat Ardi yang baru saja kalah darinya.

Ardi hanya mengedipkan mata ke arah Fira, dan menyatukan tangannya dengan jari-jarinya yang ramping.

Fira membawakan gelas anggur merah di atas nampan perak dan membawanya ke kerabat Ardi.

Yang terakhir diberinya gelas anggur adalah Ibas.

Orang itu adalah tersangka utama Fira.

Saat dia mendengarnya di koridor rumah sakit hari itu, suara yang didengarnya bergema, sehingga benar-benar sulit untuk membedakan apakah itu benar-benar dia.

Ibas hanya sedikit bicara dan terlihat agak muram.

Ketika Fira akan menyerahkan gelas anggur kepadanya, dia sengaja memiringkan tangannya dan menumpahkan sedikit anggur merah ke lengan Ibas.

"Ah, maaf, maafkan aku,"

Sambil meminta maaf, Fira mengulurkan tangannya untuk membantunya menyingsingkan lengan bajunya.

Ibas berkata "Tidak apa-apa, aku hanya perlu mengelapnya."

Wajah Ardi tampak pucat, dan dia segera meraih pergelangan tangan Fira lalu membawanya ke pelukannya.

Mata Fira masih tertuju pada Ibas. Ketika dia mengulurkan tangan untuk membantu Ibas menyingsingkan lengan bajunya, hal itu menimbulkan kepanikan bagi Cokroaminoto bersaudara.

Billy mengambilkan tisu dan berkata "Kak, ini."

Ibas mengambil tisu dan menyeka lengan kemejanya, tapi dia tidak menyingsingkan lengan bajunya seperti yang diharapkan Fira.

Fira mengerutkan kening, tapi dia tidak menyadari bahwa pria di sampingnya sudah tidak lagi memperhatikan.

Hendra akhirnya berkata, "Apakah matematika Nona Fira sebagus Tuan Muda kita? Apa kamu masih kuliah? Di universitas mana?"

Fira tersenyum dan menjawabnya "Institut Musik Pusat, matematika hanyalah sebuah hobi."

Berdasarkan pencapaian budayanya, seharusnya Fira bisa melanjutkan ke universitas negeri ternama, tapi dia menyukai musik dan ingin mengembangkan musik tradisional yang seringkali dipandang rendah oleh Lulu, Ronny, dan lainnya. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk bersekolah di sekolah tinggi musik.

Faisal menarik mundur saudaranya. Ekspresi Tuan Muda jelas tidak terlalu bagus, dan sepertinya dia keberatan mereka menyita terlalu banyak waktu gadis kecil itu.

"Ayo kita pergi bermain ke sasana tinju."

Fira bangkit berdiri dan ingin mengikuti, dia hanya ingin mencari tahu tentang siapa yang memiliki tato itu.

Tapi Ardi menariknya, "Kamu tidak boleh pergi kemana-mana, tetaplah di sini."

Sepertinya para sepupunya itu telah melarikan diri.

Fira menolehkan kepalanya dan bertemu dengan sepasang mata yang tampak muram. Hatinya bergetar. Kenapa Ardi tampak kesal?

"Kamu kenapa?"

Di depan Ardi, Fira selalu bersikap lembut, dan menyingkirkan semua cakarnya yang tajam.

"Tidak ada apa-apa."

Dia menjawabnya dengan suara pelan, jari-jemarinya yang ramping mencoba memainkan chip di tangannya, dan matanya dengan jelas menunjukkan ekspresi bahwa 'Dia tidak senang, tapi kamu seharusnya tahu.'

Karakter agresif Fira sama sekali tidak bisa mendeteksi bahwa pria di depannya cemburu.

"Itu bagus," katanya.

Wajah Ardi menjadi lebih muram.

Fira merasa sedikit tidak berdaya, kenapa Ardi selalu marah? Jangan main-main dengannya!

Bab 62 Apakah Fira berbohong hari ini?

"Apa kamu tidak senang?"

Saraf Fira terkadang lebih kuat daripada baja.

Ardi memeluknya dengan kuat, dan dengan lembut mengusap bibirnya dengan ibu jari dan ujung jarinya yang kapalan "Tidak bisakah kamu melihatnya?"

Rasa posesif yang belum pernah dirasakannya sebelumnya menyerbu pikirannya. Dia berharap Fira hanya akan melihat ke arahnya. Keinginannya untuk mengontrol kekasihnya itu sebenarnya bukan hal yang bagus dan merupakan kecemburuan yang agak diluar kendali.

Fira merasa bahwa suasana di antara keduanya jadi semakin tak bisa dijelaskan, dan dia hanya ingin kejelasan.

"Kamu mau minum? Aku akan memesankan segelas anggur? Tequila? Wiski? atau ..."

Pergelangan tangannya dipegang erat "Aku tidak bisa minum, karena aku harus terbang besok. Aku tidak boleh minum dalam kurun waktu 12 jam,"

Fira hanya bisa duduk di sofa dengan patuh "Oh."

Ardi menaikkan alisnya "Setelah terbang kali ini, aku harus pergi ke Eropa untuk menghadiri pertemuan selama sepuluh hari. Selain penundaan rute pulang, akan ada sekitar setengah bulan jauh dari rumah."

Sudut bibir Fira terangkat naik, dan kegembiraan yang terlihat di matanya sulit disembunyikan, "Benarkah?"

Dia tidak perlu berbohong selama dua minggu ke depan.

Ini hebat sekali!

Ardi menyipitkan mata ke arahnya, jari-jari sedikit ditekankan ke dagu gadis itu.

"Kenapa kau tampak sangat senang?"

Fira segera meraih tangannya dan berpura-pura tampak kesal "Aku akan merindukanmu. Kamu harus segera kembali setelah pertemuan."

Nada suaranya menjadi lembut, seperti anak kucing yang manis.

Ardi merasa dia tidak bisa menahan dirinya lagi.

"Aku harus pergi ke kamar mandi." Dia masih ingin mencari tahu apakah ada pria bertato di antara kerabatnya tadi.

Ardi selalu bersikap baik padanya, jadi dia ingin melakukan sesuatu untuk menghilangkan rasa bersalah karena harus berbohong.

Ketika Ardi mengangkat tangannya, seorang pelayan datang menghampiri mereka sambil membawakan nampan emas yang memuat sebuah gelang hitam kecil diatasnya. Ardi mengambilnya dan memasangkannya ke tangan Fira. "Ini adalah kartu masuk ke The Palace. Saat aku berada di luar negeri, kalau kamu bosan, kamu bisa datang kemari dan bermain disini. Kamu akan bisa melakukan apapun tanpa hambatan dengan gelang ini."

Fira menyentuhnya, sepertinya itu berteknologi tinggi, dan dia bisa menggeseknya untuk melakukan transaksi.

"Baiklah."

"Aku akan pergi ke Jujitsu Hall, datanglah kesana nanti. Jangan berlari di koridor."

Dugaan Fira benar. Otot halus dan indah itu diperolehnya setelah berlatih Jujitsu.

Setelah sosok Ardi menghilang di koridor merah tua, Fira dengan santai mendekati seorang pramusaji dan bertanya di mana letak sasana tinju. Si pelayan dengan antusias memberitahunya bagaimana caranya menuju kesana.

Tapi Klub The Palace ini terlalu besar. Fira berjalan menyusuri koridor menuju atrium dan berjalan bolak-balik beberapa kali.

Kemudian, dia tersesat.

Klub itu seperti labirin. Dia hanya bisa berdiri di tempatnya untuk menenangkan diri dan mulai membedakan jalan mana yang pernah dan belum pernah dilaluinya.

Segera saja peta The Palace yang besar dan rumit sudah tergambar dengan jelas di benaknya.

Sebuah Porsche berhenti di depan pintu masuk klub.

Ronny mengajak Lulu, yang tidak senang, untuk bermain, dan memamerkan kartu di tangannya "Kakakku memiliki hubungan yang sangat baik dengan tuan muda Billy dari Exeltis Pharmaceutical, dan dia memberiku kartu VIP ini. Kita bisa datang dan bermain untuk kali ini saja, tapi jangan khawatir, kakakku akan segera memberikanku ijin untuk mendapatkan gelang The Palace, jadi aku akan bisa datang dan pergi kemari dengan bebas."

Wajah Lulu masih tidak terlihat bagus.

Lulu menariknya masuk, dan Ronny berkomentar "Fira benar-benar tidak pantas membuatmu begitu cemberut. Saat kita bersenang-senang dengan orang-orang kelas atas di tempat-tempat kelas atas, dia hanya akan bisa bermain dengan uangnya yang sedikit itu dan adik laki-lakinya yang gila. Berkerumun untuk menonton TV sama sekali bukan hal yang menarik. Jangan merendahkan diri kita sendiri."

***

Next chapter