webnovel

24. Berkunjung

Leo tidak ingin bermain-main lagi.

Kemarin, ia hanya ingin sedikit merilekskan diri sambil menyesuaikan beberapa pengetahuan Sihir yang mungkin saja berubah. Sekarang, semuanya sudah lebih dari cukup. Ia harus serius melakukan beberapa hal.

Mengenakan jubah berwarna navy, sosok dengan helai kelabu itu mengenakan tudungnya. Dari ujung kepala hingga menyapu lantai, tubuhnya tertutup oleh selembar kain, tetapi cukup untuk membuatnya sulit dikenali. Mengenakan sepatu kulit berhak yang beberapa cm lebih tinggi, tubuh remaja itu tidak terlihat sependek biasanya.

Melangkah di lorong yang panjang, suara hak sepatu tidak terdengar sama sekali. Dinding berwarna putih di sisi kiri menampilkan sederet jendela kaca transparan di mana beberapa peneliti berjas putih terlihat sibuk. Duduk di meja masing-masing, selayaknya seorang murid teladan, fokus dengan layar mereka sendiri. Namun di dalam ruangan tidak sehening itu. Terdapat beberapa interaksi dan perintah nyata untuk setiap ruangan.

Dinding berwarna putih terlihat sangat bersih dan cerah. Terutama untuk pagi hari, membuat cahaya matahari yang menerobos dengan mudah, membuat bangunan 5 lantai ini disirami oleh kehangatan pagi.

Bangunan tua ini kokoh, berbentuk seperti persegi dan saling terhubung dengan bagian tengah yang merupakan sebuah taman. Lima lantai di atas tanah dan Lima lantai di bawah tanah. Masing-masing lantai memiliki akses jalan terbatas dengan fungsi yang berbeda. Saat ini, sosok berjubah navy berada di lantai 3. Berjalan dengan perlahan dan konstan, melewati beberapa jendela seraya menikmati pemandangan.

Pegunungan hijau dan hutan yang asri terlihat di kejauhan. Beberapa kuncup menara dan atap kastil turut menyembul di antaranya. Tertimpa cahaya emas dan embun pagi yang menyegarkan. Yah … bagaimanapun Academy Ruby sangat luas. Setengah dari Planet dimanfaatkan sebagai tempat pembelajaran. Terlebih mereka mempertahankan Bahan untuk Alat Sihir dan Alkimia mereka sendiri di dalam lingkungan Academy. Jadi, bukan hal yang aneh bila lingkungan asri akan tetap dipertahankan.

Tap.

Langkah kaki Leo berhenti di sebuah pintu ganda yang tertutup rapat. Pintu kayu itu setinggi 2 meter, terlihat indah dengan ukiran keriting yang terbentuk. Namun saat sosok berjubah mengulurkan tangan dan mendorong pintu kayu yang terlihat berat, dengan mudah salah satu pintu bergerak dan terbuka.

Cahaya keemasan memanjang menyoroti ruangan yang remang. Suaranya yang mencolok diantara keheningan, membuat lima orang yang berada di dalam ruangan sama-sama menoleh ke arah pintu yang terbuka begitu saja.

Sosok pendek dengan jas Navy berdiri di pintu. Membelakangi cahaya, menatap ruangan remang dengan suhu rendah dibalik tudung jubah yang menutupi wajah.

Untuk beberapa detik, tidak ada yang berbicara. Lima pasang mata, dari 2 ras manusia dan 3 ras Orc. Ketiga Orc masing-masing ada yang memiliki sepasang telinga Rubah, ada yang memiliki tato pada sisi leher dan rahang berwarna hijau sebagaimana ras kura-kura dan ada yang memiliki sepasang sayap burung berwarna hitam di punggungnya.

"Sudah pagi?" Ricis mengerutkan alis. Fokusnya bukan ke si pendatang, tetapi cahaya matahari yang menerobos masuk. Baru ketika sadar bahwa pintu terbuka, Ras manusia itu menatap pendatang baru dengan kesal. "Bisa kau menutup pintunya? Kami sedang bekerja."

"Sial! Ternyata sudah pagi! Pantas saja perutku kelaparan!" Cecil mengumpat, buru-buru berpaling dan membuka asistennya. "Aku akan memesan sarapan, kalian ingin sarapan apa?" tanyanya tanpa mengangkat kepala sama sekali.

"Berikan aku bubur."

"Aku ingin Bar Nutrisi rasa Strawberry."

"Susu."

"Seperti biasa, salad buah."

"Tunggu, Alfa. Kau tidak ingin makan sesuatu?" ras manusia yang akan memesan sarapan mendadak menoleh ke rekan yang duduk berseberangan meja dengannya. Kelima orang memiliki meja masing-masing yang berbentuk U, melingkari mereka dan cukup berantakan. masing-masing meja tersusun dalam formasi U dimana Alfa, Orc rubah berada di tengah-tengah barisan.

"Susu," peneliti muda itu tidak ingin mengubah sarapan. Namun tidak sampai sedetik, mulut itu kembali terbuka. "Dan tambahkan 5 bungkus cairan nutrisi rasa bluebarry."

Cecil ingin menyarankan sesuatu yang berbeda, tetapi mendadak teringat sesuatu. Ia tidak kembali mencoba membujuk dan mengalihkan pandangan ke sosok berjubah yang masih berdiri di ambang pintu.

Sosok itu masih tidak bergerak dari tempatnya. Memperhatikan kelima peneliti yang jelas berinteraksi dengan baik. Mengabaikan sosok yang masih terlihat mungil dan tidak mau melepaskan jubahnya.

"Apakah kau peneliti baru?" Cecil jelas adalah satu-satunya yang banyak berbicara ketimbang empat lainnya. Sementara lelaki yang terlihat berusia 40an itu dengan ramah bertanya, rekannya yang lain kembali bekerja. "Kami belum mendapatkan kabar bahwa kami akan menerima rekan Penyihir."

"TUAAANNN!!!"

Belum sampai sedetik pertanyaan pria itu mengalun, suara cempreng membahana terdengar. Dari lorong panjang yang merentang, sosok lebah hitam-emas terbang dengan kecepatan cahaya, menghembus masuk ke dalam pelukan seorang Penyihir berjubah Navy.

"Tuan! Tuan! Micro sangat merindukan Tuan!" Robot Lebah merengek. Tubuhnya berubah menjadi sebesar anjing. Dengan enam pasang kaki yang panjang, memeluk sang Penyihir dengan rasa rindu yang berlebih. "Apakah Tuan Merindukan Micro? Apakah Tuan Merindukan Micro?"

Namun ketimbang pelukan, Leo lebih merasa tubuhnya diikat oleh besi yang dingin dan kuat. Membuatnya agak sulit bernapas.

"Lepas."

Micro langsung menurut dan melepaskan pelukan mautnya. Namun mulut lebah itu penuh dengan celoteh kesal. "Tuan tidak sayang dengan Micro lagi? Tuan masih marah? Micro hanya--"

"Terlalu teledor," Leo menyela, tidak bisa membayangkan kesalahan yang ditemukan oleh Ayah Naganya yang konyol.

Lebah hitam-emas tidak terima disalahkan. "Tetapi pemograman utama Micro bukan Asisten," mengubah wujudnya menjadi sekecil lalat, Robot Lebah langsung berputar-putar dengan cemas. "Fungsi utama Micro adalah Perawatan, Perlindungan dan Penyerangan!"

Penyihir Navy mendadak kaku. Teringat dengan perintah utama yang diprogram khusus ke robot pintarnya. Yah … tugas utamanya bukanlah membuat Laporan harian. Rencana pencitptaan pertama Micro adalah rencana seorang perawat serba bisa untuk Tuannya. Harus bisa merawat, melindungi dan juga tidak lemah untuk menyerang seseorang yang memiliki ancaman untuk Tuannya.

"Jadi, bukan salah Micro bila melakukan kesalahan! Micro berkembang mengunduh dan menyaring informasi, tetapi dengan tujuan utama perlindungan Tuan!" kali ini, keluhan tidak diucapkan dengan lantang, tetapi dengan sederet text yang memenuhi Asisten milik sang majikan.

Leo menghela napas berat. Sosok kelabu itu tahu bahwa ini bukan murni kesalahan robotnya. Bagaimanapun, Micro hanya lah robot. Meski memiliki kecerdasan buatan, tetapi tidak akan melakukan sesuatu bila tidak diperintahkan secara spesifik. Lagi pula, hal-hal sepele umumnya diselesaikan oleh para Pemimpin Planet, Leo sebagai pemilik 99 Planet tidak perlu memperhatikan hal-hal kecil itu dan hanya perlu memastikan semua hal berjalan sebagaimana mestinya.

Micro, cukup mampu untuk membantunya melakukan pengawasan ketat pada undang-undang baru dan beberapa renovasi peraturan yang ia ciptakan beberapa tahun ini. Bahkan mampu untuk meretas Asisten para pemimpin Negara dan mencuri beberapa foto dan video yang tersimpan secara pribadi sebagai bahan ancaman agar tidak ada hal merepotkan yang akan mengganggunya dalam mengatur ulang Daerah Kelabu.

Yah … tidak benar-benar merupakan kesalahan Micro.

Namun tetap saja, Leo tidak terbiasa dengan keberadaan Naga Konyol yang menghilang.

Dan hal inilah yang membuat moodnya jelek sejak bangun pagi ini.

"Tuan, Tuan jangan marah … okay? Okay? Micro bekerja keras di sini, tidak nakal sama sekali dan mengawasi pekerjaan dengan ketat sesuai dengan instruksi Tuan!" Robot Hitam-Emas itu cemas. Berputar-putar di sekitar Leo selayaknya lalat yang berdengung.

Alis sang remaja terpaut. "Diam."

Moodnya benar-benar jelek dan Micro yang terus berdengung seperti itu membuatnya semakin mudah merasa kesal.

Merasakan energi negatif Tuannya, robot lebah langsung bungkam.

"Tu-Tuan? Tuan An?" sebuah suara membuat Leo mengalihkan pandangan.

Lima orang yang semula acuh tak acuh dengan keberadaannya, mendadak berdiri tegak. Panik dan pucat begitu menyadari identitas dari sosok berjubah yang datang berkunjung. Jelas, tidak menyangka akan ada inspeksi dadakan seperti ini.

Ruangan mendadak menjadi hening.

Tidak ada yang berani berbicara kembali, atau bahkan mood untuk memesan sarapan.

.

.

.

Duduk bersandar pada lapisan sofa yang empuk, sosok berjubah Biru Dongker itu masih mengenakan tudung untuk menyembunyikan wajahnya. Hanya bibir ke dagu saja yang terlihat, memberikan bayangan ilusi dari kulit seputih pualam yang berpadu dengan warna gelap permukaan kain. Sekilas, warna helai rambut kelabu pendek terlihat mengintip.

Membaca Laporan terbaru yang diberikan Micro, bukan hal yang aneh sebenarnya untuk perkembangan yang cenderung lamban. Bagaimanapun, baru kemarin semuanya dimulai. Peralatan juga baru dipasang dan semua orang tengah beradaptasi. Namun, Leo benar-benar tidak sabar.

Atau mungkin Moodnya yang benar-benar memburuk sejak kemarin.

"Apakah sudah dilakukan pengecekan ulang? Semuanya sudah dipindai dan tidak ada kesalahan lagi?" tidak mengalihkan pandangannya dari layar yang melayang di depannya, Leo bertanya begitu saja. Suaranya masih terdengar cukup cempreng, memberitahukan perihal usianya yang belum lah dewasa.

"Sudah dilakukan pemeriksaan ulang, baik alat dan beberapa perangkat keamanan yang dipasang berfungsi dengan baik," Micro tanpa ragu melaporkan dan mencoba meyakinkan Tuannya yang sedang dalam mood yang rendah.

"Para asisten dan pembantu?"

"Sudah dilakukan pemindaian, semuanya adalah orang-orang kepercayaan Academy dan Micro sudah melakukan penyelidikan untuk setiap latar belakang. Mereka semua bersih dan mendapatkan pembagian kerja yang jelas."

Leo diam, tidak melakukan pertanyaan kembali. Hal ini semakin membuat robot lebah gelisah. Ia terbang berputar-putar. Dari kiri ke kanan, dari meja ke meja yang lain. Ruangan besar dengan dinding putih dan lampu gantung kristal itu terlihat sederhana dan mewah. Hanya ada meja, sofa yang empuk dan sebuah lemari es kecil yang berisikan berbagai macam jenis minuman dingin.

Ini adalah ruangan santai di mana kelima orang pemimpin tim setuju untuk menyambut tamu di sini. Bagaimanapun, akan selalu ada ruangan kosong yang disediakan untuk menyambut pemimpin. Entah itu kepala sekolah atau … An Leo.

"Tuan, bagaimana bila Tuan mengambil sertifikat?"

Mendapatkan ide, Micro tanpa ragu menyatakan pemikirannya.

Leo mengalihkan pandangan dari layar, menatap lebah yang kini dengan penuh semangat, terbang ke arahnya dan melayang-layang bak lalat.

"Ini masih awal penelitian, perkembangannya tidak akan signifikan, jadi, bagaimana bila Tuan membuat sertifikat saja? Tuan baru memiliki 3 sertifikat, akan lebih baik memiliki lebih banyak sertifikat untuk memudahkan Tuan-"

"Bukankah kau bisa membuatnya?" Leo menyela. Terlalu malas untuk melakukan hal merepotkan seperti memasuki kelas atau meminta Diandra Felix menyediakan tempat untuknya melakukan tes secara privat. "Buat saja secara online dan selesai."

"Tidak bisa!" Micro cemas. "Tuan, bila aku melakukannya, itu sama dengan penipuan. Lagi pula, semua sertifikat akan dikeluarkan secara pribadi oleh Lembaga dan akan ada tanda tangan pengawas yang mengajari. Terlebih, setiap sertifikat bukan hanya tentang selembar kertas biasa, tetapi juga bisa diselidiki asal-usulnya. Dari guru yang menyetujui kelulusan hingga video tanda bukti kelulusan."

Alis remaja itu terpaut. "Sangat merepotkan?"

"Kita bisa meminta Diandra Felix membuat jadwal untuk melakukan tes secara pribadi," Micro tanpa ragu memanfaatkan Kepala Sekolah Academy Ruby. "Lagi pula, Tuan, Sertifikat adalah hal yang penting. Yah … Tuan mungkin tidak memerlukannya, tetapi di kemudian hari, mungkin saja berguna."

Sosok itu tidak langsung setuju. Ia terdiam selama beberapa detik, menatap kembali layar transparan yang ada di hadapannya, sebelum akhirnya menghela napas.

"Okay, kau hubungi Felix dan berikan jadwal untuk tes Sertifikat. Buat saja untuk semua Sertifikat. Dari Alkimia, Bahan dan juga Alat sihir, jadwalkan sesuai dengan tingkat Level. Dari level 1 sampai 4."

"Baik!"

"Sehari aku hanya akan mengambil 4 kelas, dari jam 9 sampai jam 3 sore. Masing-masing kelas adalah 1 jam dan tidak lebih dari itu."

"Baik!"

"Kelas dilakukan di kastilku."

"Ah?" Kali ini Micro tidak langsung setuju. "Tuan tidak mau keluar dari kastil? Kenapa tidak sekalian untuk berjalan-jalan mengelilingi Academy?" begitu banyak objek yang menarik untuk dikunjungi, kenapa tidak memilih secara acak tempat-tempat bagus itu untuk mengambil sertifikat?

"Tidak," Leo benar-benar terlalu malas untuk keluar.

Micro tidak terlalu bersikeras. Bagaimanapun, sejak memasuki Academy Ruby, Tuannya entah bagaimana menjadi sosok yang nomaden. Lebih suka sendirian dan mengurung diri ketimbang keluar dan mengenal dunia. Sangat berbeda ketika saat di Planet Ilusi, ketika sosok itu setiap hari akan keluar dari dalam gua dan melakukan begitu banyak hal.

Bastian: Hei! Hari ini kelas apa?

Bastian: Mungil, apakah kau masuk kelas pagi?

Bastian: Kau sudah sarapan? Bagaimana bila aku membuatkanmu sarapan?

3 pesan masuk, di waktu yang berbeda. Masing-masing tidak dibalas, karena itulah sosok raven itu kembali mengirimkan pesan hampir setiap 2 jam sekali. Hal ini mau tidak mau membuat Leo agak kesal. Oh, benar-benar mengganggu. Beruntung kali ini, ras campuran itu sepertinya sadar bahwa Leo tidak berniat membalas, membuatnya tidak kembali mengirimkan pesan. Sungguh, bila sosok itu kembali mengirimkan pesan yang tidak penting, Leo tidak akan ragu untuk memasukkan kontak Bastian ke dalam blacklist.

Menghela napas, sosok kelabu menyandarkan kepala di punggung sofa. Memejamkan kedua mata, mendadak ia merasa agak … lelah. Hanya lelah dan tidak ingin melakukan apa pun. Pergi ke sini juga hanya karena ia sudah terlanjur mengatakannya di depan Naga Perak …

Membuka kedua matanya kembali, mendadak Leo teringat sesuatu. Tanpa ragu, sosok itu bangkit berdiri, membuat Micro yang tengah membahas jadwal Sertifikat Tuannya dengan Kepala Sekolah Academy Ruby, tersentak kaget.

"Tuan? Tuan Mau ke mana?"

"Makam."

"Eh?"

"Jaga tempat ini, jangan lengah awasi mereka," tanpa menjelaskan apa pun kembali, Leo langsung meninggalkan ruangan. Sosok berjubah Navy terlihat terburu-buru, melangkah dengan cepat melewati lorong, menuju makam keempat muridnya.

Next chapter