webnovel

A.26 WILLINGLY

"Kau benar-benar ingin melakukannya, Bella?" ucap Aron dengan sungguh-sungguh. Netranya menatap gadis di depannya lekat-lekat. Bulu kuduknya turut meremang, tidak ia sangka gadis itu berkata demikian kepadanya. Berterus terang meminta kesempatan untuk scene BDSM dengan sangat gamblang.

Bella menunduk, membisu, dan mengingat kembali apa yang barusan Ia katakan kepada Aron. Ia ingin melakukannya? Benarkah? Bella memang memiliki fantasi dan keinginan untuk mengambil sesi BDSM, tetapi apakah Ia benar-benar sudah siap? Atau hanya pelampiasan keinginan yang terburu-buru saja?

"Iya, Kak," ucap Bella dengan lirih.

"Sudah yakin?" tanya Aron sekali lagi.

"Sudah," jawab Bella masih dengan menunduk. Ia sama sekali tidak berani menatap pandangan lelaki di depannya.

"Tatap aku, Bella," ucap Aron dengan nada dalam.

Pembahasan ini sangat besar pengaruhnya terhadap sikap Aron dan keyakinan Bella. Pembicaraan tentang sesi di mana Ia akan meyerahkan jiwa dan raganya kepada orang lain.

"Bella, apabila Kau ingin melakukannya. Kau harus sudah punya kepercayaan penuh padaku. Apa Kau benar-benar percaya padaku?" 

Lagi-lagi Bella hanya mengangguk, tiba-tiba saja lidahnya terasa kelu untuk sekedar mengatakan 'ya' atau 'tidak'. Ini sangat tidak sesuai dengan apa yang Ia kira. Dirinya sudah ciut terlebih dahulu untuk melakukan semua rencananya. List topik pembicaraan yang Ia susun dari rumah hancur sudah. 

"Sebentar, Bell. Sebenarnya apa yang mendasari Kau menginginkan mengambil sesi ini?"

Tidak mudah bagi Aron untuk mengiyakan keinginan gadis di depannya begitu saja. Ia baru mengenalnya meskipun terhitung sudah dua kali membuktikan bahwa gadis itu benar-benar submissive.

"Aku… aku ingin mewujudkan fantasi-fantasi yang ada di pikiranku. Aku ingin mengeksplorasi duniaku ini lebih luas," ujar Bella.

Tentu saja kebanyakan orang yang memiliki ketertarikan terhadap dunia ini akan menjawab seperti itu. 

"Tidak ada pikiran kalau ternyata Kau menginginkan scene untuk memvalidasi bahwa dunia BDSM ini ada?"

"Sebenarnya justru lebih ke memvalidasi apakah aku benar-benar into BDSM atau tidak, sih," jawab Bella.

Bella sudah membuktikan bahwa lelaki di depannya adalah sang dominan. Aron menahan tawanya. 

"Lalu Kau ingin membuktikannya denganku? Mengapa Bella?"

"Karena aku percaya padamu, Kak." 

Tidak ada orang lain yang Bella kenal di dunia BDSM yang bisa Ia temui di reallife. Aron lah satu-satunya. Oleh karena itu dengan siapa lagi kalau bukan dengan Aron.

"Bagaimana jika nantinya aku tidak sesuai yang Kau kira? Kau baru mengenalku di dunia maya, dan kita baru bertemu tiga kali," ucap Aron.

"Maksudnya bagaimana, Kak?" Bella mengerutkan dahi. Apakah tidak cukup Ia mengenal Aron sejauh ini.

"Aku datang kepadamu melalui celah sisi lainmu, saat Kau sedang sangat mendambakan seseorang yang bisa memenuhi hasratmu. Kau tidak tahu sama sekali aku seperti apa, Bella."

Tentu saja Aron adalah orang yang luas pengetahuannya dan banyak pengalaman. Itulah alasan yang menyebabkan Bella mempertimbangkan bahwa Aron adalah orang yang tepat untuk dirinya.

"Aku tidak peduli dengan kehidupanmu di reallife, Kak. Yang aku butuhkan adalah sisi lain Kakak di dunia BDSM ini. Aku yakin reputasimu di BDSM tidak buruk," ucap Bella sembari meyakinkan diri. 

"Terima kasih atas kepercayaanmu padaku. Tapi aku belum memberikan jawaban untukmu, Bell. Apakah aku mengiyakan atau tidak, aku tidak bisa menjawabnya sekarang," ujar Aron.

"Baik, Kak. Terima kasih," ucap Bella.

Pertemuan dengan Aron belum menghasilkan jawaban final namun itu sudah cukup jauh jika melihat apa yang Aron ucapkan, itu sangat mencerminkan bahwa Aron adalah seseorang yang sangat hati-hati dalam bertindak. Bella pulang membawa bekal pikiran yang mengisi benaknya sepanjang hari. Ia telah melakukan satu dari list yang Ia pertanyakan kepada Aron, dan itu adalah pertanyaan utama.

"Kak, kalau aku mau scene. Syaratnya apa?"

Itulah yang Bella ucapkan beberapa saat yang lalu. Ia memejamkan mata dan meraih bantalnya, rasanya sangat memalukan ketika Ia sendiri yang mendahuluinya. Tetapi apa salahnya jika Ia berinisiatif? Itu adalah jalannya berkomunikasi dengan Aron, jika tidak begitu mungkin selamanya Ia hanya berkomunikasi dengannya. Aron bertanya Bella menjawab. Tetapi semenjak pertemuan ketiga barusan semuanya terasa berbeda. Semua terasa lebih menantang. 

Aron tak henti-hentinya menguji kepercayaan dan keyakinan Bella. Bahkan di tengah Ia membicarakan hal-hal yang lebih rinci di chat mereka.

"Memangnya apa saja yang Kau inginkan jika aku jadi memberimu kesempatan untuk ambil sesi nanti?"

"Hmm, nggak tahu. Yang penting scene aja pokoknya, Kak," balas Bella.

"Lho? begini, Bell. Kalau aku tidak tahu apa yang Kau inginkan, aku tidak tahu harus memberimu apa," Aron kembali menanyakan kepada Bella sampai gadis itu menjawabnya dengan jelas.

"Ya sudah begini saja, fantasi kamu apa saja selama ini?" kejar Aron karena Bella belum juga membalas pesannya.

"Banyak, Kak," balas Bella. 

"Apa saja?"

Mengapa ketika seperti ini isi otak Bella malah mandeg, Ia heran sendiri. Sekarang Ia seperti anak bodoh, bahkan hanya ditanya maunya apa Ia tidak bisa menjawab dengan lugas. Ia menghela nafas frustasi.

"Aku tunggu sampai Kau menjawabnya, Bella," chat Aron masuk lagi.

"Iya, Kak. Aku kasih tahunya besok saja, boleh?"

"Boleh."

Bella berjingkrak melihat jawaban Aron, Ia sangat lega. Lelaki itu sungguh pengertian, sekarang Ia bisa tidur dengan nyenyak dan akan memikirkan keputusannya lagi besok pagi. Aron adalah lelaki paling pengertian dan menyenangkan yang Bella temukan. See? Ia bukan pemaksa. Ia dominant yang baik.

Tetapi sebenarnya apa yang Ia kejar di dunia BDSM ini? Ia belum tahu jawaban yang paling tepat. Semakin ke sini Ia merasa hanya memiliki rasa penasaran saja, penasaran bagaimana rasanya dimiliki secara emosional oleh orang lain, penasaran bagaimana mewujudkan nikmatnya rasa sakit yang Ia bayangkan selama ini. Penasaran bagaimana rasanya dikendalikan oleh orang lain tanpa bisa melawan sedikitpun.

Percakapannya dengan Aron untuk sementara berhenti, lelaki itu tidak mengiriminya pesan lagi seolah mengatakan bahwa Ia sedang menunggu jawaban Bella. Rasa takut akan kegagalan karena Aron menolak gara-gara Bella menjawabnya terlalu lama, menyebabkan gadis itu beralih untuk membuka kembali lembaran-lembaran yang memberinya petunjuk tentang Aron. 

Bella menyimak kembali semua apa yang Aron posting di media sosialnya. Malam ini, alih-alih menggali apa yang Ia mau, Bella malah berusaha mencari tahu Aron lagi meskipun sebelum bertemu dengan Aron Ia sudah hapal betul tentang lelaki itu. Sekarang memorinya hilang tak berjejak.

"Tidak usah dipaksakan, aku memberimu waktu dua hari, Bella."

Seolah mengerti kekalutannya saat ini, pesan itu mendarat di layar handphone Bella.

"Iya, Kak. Terima kasih," balasnya cepat.

Malam semakin larut tetapi Bella tidak bisa menghentikan pikiran yang memenuhinya. Ia teringat sekarang bahwa Ia pernah mengisi borang berlembar-lembar yang berisi lengkap tentang list preferensi di dalam BDSM. Bella mendapatkannya dari situs internet saat Ia mencari-cari jurnal penelitian yang membahas BDSM. Dulu, Ia rajin sekali untuk membaca jurnal semacam itu sebelum waktunya habis di kantor Vincent.

Di luar negeri banyak ahli yang membahas BDSM secara rinci, Bella dengan susah payah memahaminya karena naskahnya menggunakan Bahasa Inggris. Bahasa kutukan yang menyebabkan nilai kuliahnya tidak bisa mencapai sempurna. Kemampuannya berbahasa Inggris sangat menyedihkan.

Di tengah kesibukannya mencari berkas-berkas itu di dokumen laptopnya, Ia teringat Vincent yang sangat pandai bahasa asing. Bahkan lelaki itu menguasai semua bahasa internasional sekaligus. Sialan. Mana mungkin Ia meminta bantuan lelaki itu untuk membantunya menerjemahkan? 

***

Helloww, selamat pagi buat kita semua. Terima kasih karena sudah membaca part ini. Aku pingin banget ranking cerita ini naik, tapi ceritaku biasa saja. tolong buat teman-teman yang sudi kasih bintang lima, bisa langsung kasih ya. Jangan lupa beri ulasan biar bintangnya keupload.

Terima kasih banyak.

AyaLiliput2creators' thoughts
Next chapter