Berkas yang telah disaring oleh sekretaris perusahaan meluncur dengan lancar ke kotak masuk email Vincent. Satu persatu diperiksa kembali dengan teliti kemudian Ia bubuhi dengan tanda tangan. Biasanya jam tengah sepuluh ini, sekretarisnya akan masuk membawakan kopi americano kesukaaannya. Sekali lagi, Ia melirik empat angka di jam digitalnya. Tidak biasanya sekretarisnya terlambat. Lagi-lagi sekretaris andalannya membuat kesalahan.
Pintu diketuk seperti biasa dan seseorang dengan gaun satin berwarna merah menyala masuk. Di tangannya nampan kayu di bawa dengan anggun. Secangkir kopi dengan aroma khas tampak tenang di nampan itu. Vincent melotot saat Geisha masuk tanpa pamit. Wanita itu lagi, apa maunya?
"Nungguin, ya?" Ucap Geisha dengan suara merdu nan manja, membuat orang yang mendengarnya merasa jijik.
"Geisha, untuk apa Kau ke sini?" Vincent mengerutkan dahinya tidak suka.
"Tentu saja untuk mengantarkan kopimu, Sayang," jawab Geisha.
"Aku punya sekretaris pribadi," ucap Vincent dengan ketus.
"Ssst, sekretarismu mengijinkanku, tenanglah," Geisha meletakkan nampan di meja, menyingkirkan keyboard dengan hati-hati, lalu duduk tepat di depan Vincent. Tangannya mengelus dengan lembut dada dan bahu Vincent.
"I own my self, Geisha. Tidak ada yang berhak mengaturku," Vincent menepis sentuhan tangan Geisha.
"Oh, begitu. Diminum dulu kopinya, Sayang," Geisha mengambil secangkir kopi yang Ia bawa lalu menyodorkannya kepada Vincent. Ia tidak akan menyerah sebelum Vincent sendiri yang menyerah.
Vincent mengambil cangkir itu dengan kasar, menenggaknya tanpa sisa dan meletakkan kembali ke nampan dengan suara gemeletak. Ia menatap wajah Geisha dengan tajam dan berujar, "Aku sedang bekerja. Katakan apa maumu."
"Aku tidak bermaksud apapun, Vincent. Tapi bisakah kita mengobrol sebentar?" Ucap Geisha sembari menyapu pipi dan bibir Vincent.
"Apa yang Kau bicarakan, cepatlah," Vincent merasa terganggu oleh sentuhan tangan Geisha.
"Kenapa Kau begitu serius, Vincent? Santailah sejenak," Geisha menaikkan satu kakinya ke meja hingga nampak celana dalamnya di depan Vincent.
Vincent menampar pipi Geisha begitu kesalnya hingga wanita di depannya mengerang kesakitan. Tak memedulikan reaksi Geisha, Vincent menariknya dengan kasar hingga turun ke pangkuan.
"Apa Kau sedang menggodaku?" Vincent mencengkeram dagu wanita yang kini ada di pangkuannya. Geisha tersenyum senang mendapati Vincent mulai berminat.
"Kemarilah," ujar Vincent sambil membuat bibir Geisha membuka.
Vincent lebih suka memaksa dan mendominasi kegiatan dari pada mendapat godaan dari wanita. Oleh karena itu Ia tidak suka jika wanita-wanitanya datang untuk menggoda. Kecupan lembut menyapa bibir ranum Geisha yang berkilau oleh lipstick. Perlahan, Vincent menaikkan intensitasnya lalu berhenti tiba-tiba sesuai keinginannya. Geisha yang menerima itu, mendesah frustasi karena berkali-kali Ia gagal membalas ciuman Vincent.
"Enak, Sayang?" Ledek Vincent.
"Vincent, please," erang Geisha.
Seringai kebahagiaan terlukis di wajah Vincent, Ia cukup puas dengan ketidakberdayaan wanita di depannya.
"Apa, hah?"
"Jangan begitu, ayolah," ucap Geisha lagi.
"Dasar wanita murahan," satu tamparan lagi mendarat di pipi Geisha.
Erangan rasa sakit dari lawan mainnya membuat Vincent bergairah. Geisha juga tidak keberatan dengan hal itu meski awalnya Ia tidak suka dengan kebiasaan tidak lazim lelaki di depannya.
Plak
"Ah."
Satu tamparan di belahan paha Geisha menghasilkan desahan mesra yang membuat Vincent semakin brutal.
"Lagi donk, Sayang," bisik Geisha.
"Memohonlah," tanggap Vincent.
Vincent semakin senang mendengar wanitanya memohon-mohon kepadanya. Sebaliknya, Geisha merasa dirinya sangat terhina namun juga semakin terangsang. Bagaimana bisa setelah dirinya menyempatkan waktu dan jauh-jauh ke kantor Vincent demi permintaannya tiga hari lalu, sekarang Vincent malah pura-pura dan mencampakkannya. Membuatnya seperti wanita yang sangat murahan.
"Kudengar Kau memiliki mainan baru," ucap Geisha saat Vincent mulai memainkan bukit kembar di dadanya.
"Tidak," jawab Vincent.
"Oh, mengaku saja, Vincent," ujar Geisha menahan kedua tangan Vincent.
"Kami belum memutuskan satu sama lain," Vincent berusaha memberi penjelasan agar tidak ada salah paham di antara mereka.
"Bend over here," Vincent menepuk meja kerjanya.
"Tidak, sebelum Kau jujur kepadaku," elak Geisha.
"Percayalah Ia bukan siapa-siapaku. Aku saja mengenalnya karena Ia melamar pekerjaan di sini," jawab Vincent dengan malas.
"Bagaimana bisa Kau menidurinya?" Geisha masih belum puas dengan jawaban yang Vincent berikan.
"Karena Ia tidak diterima maka Ia menyogokku," jawab Vincent.
"Kau menyukainya?"
"Tentu saja," jawab Vincent. Lelaki mana yang tidak menyukai gratisan untuk urusan ranjang mereka? Diakui atau tidak, Vincent tertarik pada Arabella meski hanya untuk memenuhi hasrat sesaatnya.
"Lalu mengapa yang Kau panggil aku bukan dia," ujar Geisha menunjukkan rasa tersinggungnya.
"Karena aku menginginkanmu juga, Kau masih menjadi milikku," jawab Vincent dengan ringan.
"Aku hanya pelacurmu," desis Geisha.
"Memang," Vincent mengiyakan pengakuan Geisha.
Wanita itu beralih dari tempatnya dan berusaha pergi. Rasa cemburu membakarnya dan membuatnya kehilangan selera lagi kepada Vincent. Ia tahu bahwa Ia hanya wanita panggilan yang selama ini sudah setia melayani Vincent dan sering membatalkan pesanan lainnya hanya karena Vincent. Tapi lelaki itu tidak juga menyadari pengorbanan Geisha. Jika Geisha tidak menyukai Vincent, tidak mungkin Ia mengutamakan lelaki itu dibanding yang lain.
"Mau ke mana?" Vincent bingung dengan gerakan Geisha yang tiba-tiba menjauhi dirinya.
"Pulang," jawab Geisha singkat.
"Tadi Kau menggodaku, Geisha. Jangan munafik dengan mengatakan Kau tidak berselera padaku. Kau hanya ingin mengulur-ulur waktu dan membuatku semakin frustasi. Kemari Kau anak jalang!" Vincent menarik tubuh Geisha dan membuatnya membungkuk di sisi meja kerjanya.
Gerakan tangan sensual menyapa tubuh Geisha dan satu persatu helai baju meluncur begitu saja ke lantai. Vincent merangkul Geisha dari belakang membisikkan sebuah permintaan yang sangat disukai Geisha.
"Tenanglah aku akan membuatmu bersenang-senang hari ini."
Ujung jari Vincent bergerilya di bibir bawah milik Geisha, berputar ke sana kemari membuat banyak cairan keluar dari lubang kenikmatan wanita. Geisha mengerang mendapati perlakuan Vincent yang sudah sangat berpengalaman dalam hal bercinta. Sesekali, lelaki itu mencubit belahan bola di depannya hingga berwarna kemerahan.
"Aww, sakit tahuuh," erang Geisha.
"Kau menyukainya," tanggap Vincent. Tangannya kembali bergerilya merangsang titik paling sensitif yang Geisha miliki hingga wanita itu mengerang memohon-mohon.
"Vincent, cepatlah. Kau terlalu lama," ucapnya. Vincent hanya tertawa dan tetap meneruskan aksinya.
Setelah dirasa telah memberikan fore play yang cukup, Vincent memasuki milik Geisha dari belakang. Sebuah gaya yang paling disukai dirinya dan Geisha karena kebetulan lekuk tubuh Geisha cocok dengan posisi itu, doggy style. Rintihan kenikmatan Geisha memenuhi ruangan 6×6 meter tempat Vincent bekerja. Vincent terus memompanya dan mengontrol dirinya agar tetap bertahan hingga Geisha bisa melakukan pelepasan bersama dirinya.
Tanpa mereka sadari sepasang mata telah berada di antara mereka. Namun saat mereka menoleh memergoki wanita di ujung sana, wanita itu mengangkat kaki dengan secepat kilat dan menutup pintu dari luar.
***