webnovel

TERNYATA OH TERNYATA

<p>Alhamdulillah sudah lahiran ya<br/>Semoga dengan hadirnya anak-anak diantara mereka, keduanya bisa lebih dewasa dlm berpikir 🥰<br/>⭐⭐⭐⭐<br/><br/>Happy Reading ❤<br/><br/>"Ky... bangun Ky. Kok lama banget sih pingsannya. Elo pingsan atau tidur sih? Yang lahiran kan gue, kenapa elo yang pingsan?" Ifa berusaha membangunkan Rizky yang sejak semalam belum terbangun.<br/><br/>"Gimana Pah? Masih belum bangun? Elo sih kenceng banget ngejambaknya. Pingsan deh jadinya," omel emak Bella. "Dijambak untuk proses melahirkan satu anak aja berasa, nah elo ngebrojolin tiga anak. Ya teparlah laki lho."<br/><br/>"Yaelah mak, palingan dia lanjut tidur. Lagian namanya juga lagi kesakitan mak. Itu uncontrollable emakku sayang. Lagipula kan emang gara-gara dia, Ifa bunting."<br/><br/>"Heh, itu tanggung jawab lo berdua lah. Kan prosesnya bareng. Bukan sendiri-sendiri. Emang bisa punya bayi kalo g ada laki lo?"<br/><br/>"Bisa sih mak. Cari donor sperma." jawab Ifa santai yang berakibat kupingnya dijewer emak Bella. <br/><br/>"Iissh .. sakit tau mak. Lagian Ifa kan sudah bawa-bawa nih anak-anak di perut selama 8 bulan mak," sahut Ifa tak mau disalahkan. "Harus berbagi rasa sakitnya dong."<br/><br/>"Kemarin nangis-nangis nggak mau pisah. Aku butuh kamu, ky... Giliran ngelahirin anak, lakinya dijambak-jambak sampai pingsan. Ah, elo nggak konsisten Pah." Ifa cuma nyengir mendengar ucapan emak Bella.<br/><br/>"Eengh... "<br/><br/>"Ky, elo sudah sadar?" tanya Ifa khawatir. "Bangun dong, Yang."<br/><br/>"Fa, ini dimana?" tanya Rizky sambil melihat sekelilingnya. "Gue ngapain rebahan disini? Kan harusnya elo yang rebahan. Elo yang habis lahiran. Bukan gue."<br/><br/>"Di rumah sakit. Elo pingsan setelah gue selesai lahiran. Elo kenapa sih pake pingsan segala? Jadinya elo nggak bisa bacain adzan buat anak-anak kita." Ifa langsung nyerocos mengomeli Rizky. <br/><br/>"Hmm... mulai deh. Siapa tuh yang tadi malam bilang mau berubah? Pake nangis-nangis nggak mau pisah. Sekarang suaminya baru bangun sudah diomelin. Nanti dia pingsan lagi lho, Pah." celetuk Abdul tanpa mengangkat wajahnya dari koran yang dibacanya.<br/><br/>"Hehehe.. nggak papa beh. Kalau Ifa nggak ngomel, dunia Iky sepi." Rizky bangkit dari tempat tidur. "Bagaimana anak-anak kita, Yang?"<br/><br/>"Alhamdulillah kemarin ayah, babe dan bang Zayyan kebagian ngadzanin anak-anak kita. Nangisnya kencang banget, terutama yang cewek."<br/><br/>"Kayak emak lo, Pah." celetuk babe Abdul. "Aaah.. sakit dong sayang. Masa suaminya dicubit."<br/><br/>"Lagian sih abang, mulutnya lemes banget. Kepengen liat Bella ngamuk lagi kayak tadi malam?" ancam Bella.<br/><br/>"Jangan dong, sayang. Abang takut liat elo ngamuk kayak tadi malam. Amir aja sampe loncat pas elo panggil dia. Untung kagak jantungan tuh si Amir." Yang lain tertawa mengingat kejadian tadi malam.<br/><br/>"Yang, anak-anak sudah dibawa kesini?" Tanya Rizky. "Aku pengen liat mereka."<br/><br/>"Kayaknya sebentar lagi dibawa kemari, Ky. Tadi pas emak lihat ke ruang bayi, mereka sedang dimandikan oleh perawat," jawab Ifa. "Elo mandi dulu, gih. Tadi bang Zayyan mampir kesini bawain baju ganti dan sarapan dari bunda." <br/><br/>"Kamu sudah mandi, yang?" tanya Rizky pelan-pelan, namun rupanya terdengar oleh Abdul.<br/><br/>"Ehem.. ehem.. Ingat puasa 40 hari Ky."<br/><br/>"Ah babe. Iky kan cuma nanya," sahut Rizky malu-malu. "Baru juga 40 hari beh. Kemarin 2 bulan lebih aja Iky sanggup."<br/><br/>"Terus ngapain nanya-nanya Ipah sudah mandi atau belum? Bukannya elo mau minta temenin mandi?" Kali ini emak Bella yang bertanya.<br/><br/>"Yaa.. kali aja dia belum mandi, Mak. Mungkin dia butuh bantuan buat mandi. Hehehe.."<br/><br/>"Tadi gue sudah mandi sebelum elo bangun, dibantuin sama emak." jawab Ifa sambil mendorong Rizky ke kamar mandi. "Buruan gih mandi. Biar nanti kalau si kembar datang, elo sudah harum. Elo nggak mau anak-anak komplen karena ayahnya bau iler, kan?"<br/><br/>"Ya nggak mungkin juga mereka bisa protes, Sayang. Mereka kan belum bisa ngomong."<br/><br/>"Tapi mereka bisa nangis lho. Dan gue sih nggak recommend ya membuat mereka menangis. Bisa-bisa pasien yang koma di kamar sebelah kebangun gara-gara tangisan mereka." Kali ini Rizky menuruti perintah Ifa.<br/><br/>Saat Rizky selesai mandi, ternyata ayah Amir dan bunda Ulfa sudah sampai. Begitu juga si kembar tiga. Para nenek masing-masing menggendong satu, sementara yang satu lagi digendong oleh Abdul. Walau sudah jadi kakek, Amir masih belum berani menggendong bayi-bayi mungil itu.<br/><br/>"Utututu... mana nih anak-anak ayah? Sini gendong sama ayah." Rizky mengambil bayi perempuan yang digendong emak Bella. "Aduh princess, kamu kok cantik dan wangi banget sih. Ya ampun, dia mirip banget sama kamu, Yang."<br/><br/>"Ya iyalah, kan gue emaknya. Eh, tapi yang cowok-cowok nggak ada yang mirip elo, Ky." sahut Ifa. "Malah mirip kakek-kakeknya."<br/><br/>"Itu artinya pas hamil kamu sebel banget sama babe dan ayah," sahut Amir sambil tersenyum jahil.<br/><br/>"Pastinya, soalnya ayah mau nyuruh bang Iky kawin lagi. Babeh pake acara ngedukung lagi." sahut Ifa masih setengah kesal pada mertuanya itu. <br/><br/>"Kalau nggak digituin kalian nggak akan baikan." ucap Abdul. "Iya kan pak Amir?"<br/><br/>"Benar banget." Amir menyetujui.<br/><br/>"Ini ide siapa sih sebenarnya?" tanya emak Bella kesal.<br/><br/>"Ide awal datang dari Zayyan yang sudah kesal karena nggak berhasil membujuk mereka untuk baikan. Ifa tetap keras kepala, Iky juga nggak berusaha memaksa," jelas Amir.<br/><br/>"Skenarionya siapa yang bikin?" tanya Ulfa. "Rapi banget. Bikin gregetan semua orang."<br/><br/>"Untuk urusan skenario, babe Abdul yang bikin. Mas bagian astrada dan casting director." jawab Amir. Ealaaah kayak bikin film aja.🤣<br/><br/>"Kenapa kalian nggak kasih tau kita soal skenario ini?" protes Emak Bella yang disetujui oleh bunda Ulfa.<br/><br/>"Kalau kita bilang sama kalian sama juga bohong. Pasti bakal bocor." sahut Amir. "Bisa-bisa gagal rencana kami."<br/>⭐⭐⭐⭐<br/><br/><strong>Flashback On</strong><br/><br/>Sore itu langit terlihat kelabu. Angin bertiup cukup kencang. Sepertinya hujan akan segera turun. Matahari yang akan menyelesaikan tugasnya pada hari itu, memilih untuk menyembunyikan dirinya lebih cepat. Semburat jingganya masih sedikit terlihat di sela-sela awan gelap yang menggantung. Sepertinya semesta ikut merasakan mendung yang meliputi hati tiga pria yang kini sedang duduk bersama di ruang VIP sebuah restoran mewah. Ya, Amir, Abdul dan Zayyan memutuskan berkumpul untuk membahas permasalahan Ifa dan Rizky.<br/><br/>"Bagaimana perkembangan adik-adikmu, bang?" tanya Abdul.<br/><br/>"Batu, Beh. Dua-duanya susah banget buat dibujuk. Zayyan sudah berkali-kali ngomong sama mereka tapi selalu mental. Para sahabat Ifa juga sudah berusaha bicara tapi hasilnya ya begitu deh."<br/><br/>"Sepertinya ini saatnya kita harus turun tangan." ucap Amir sambil menyesap kopinya.<br/><br/>"Ya, kita harus ikut campur menangani masalah ini bila kita nggak ingin melihat mereka bubar di tengah jalan." timpal Abdul. "Tapi apakah mereka benar-benar sudah tidak bisa dibujuk? Sesulit itukah membujuknya?" <br/><br/>"Coba aja babeh ngomong sama mereka. Emak dan bunda Ulfa juga sudah mencoba membujuk tapi hasilnya sama aja." sahut Zayyan dengan perasaan kesal campur prihatin.<br/><br/>"Lalu kita harus gimana? Emak dan bunda mereka pasti akan hancur perasaannya bila mereka berdua benar-benar bercerai. Kalian tahu bagaimana sayangnya Bella dan Ulfa kepada mereka." Amir menarik nafas dalam dan menghembuskannya keras. "Mereka berdua kapan dewasanya ya. Sudah mau jadi orang tua tapi masih saja kelakuannya seperti itu."<br/><br/>"Beh, Om... Zayyan punya rencana. Gimana kalau kita bikin mereka sadar dengan cara membuat mereka nyaris kehilangan pasangan. Kadang seseorang tak menyadari arti penting pasangannya sebelum mereka kehilangan. Bagaimana kalau kita bikin mereka menyadari hal tersebut dengan menghadirkan faktor X?" usul Zayyan. Amir dan Abdul berpandangan dengan rasa penasaran. Lalu Zayyan menjelaskan garis besarnya. <br/><br/>"Hmm.. kalau begitu kita akan buat jalan ceritanya seperti ini.... Kadang diperlukan shock terapi untuk membuat orang-orang keras kapala itu sadar." Abdul menjelaskan rencana detailnya. Waah nggak nyangka ternyata babe Abdul jago bikin skenario. Sutradara nggak kesampaian kayaknya🤭.<br/><br/>"Sekarang yang jadi masalah siapa yang bisa kita ajak kerja sama untuk menjalankan rencana ini? Harus orang yang jago akting dan tidak dikenal oleh keluarga kita."<br/><br/>""Hmm.. untuk urusan itu serahkan saja pada saya. Sepertinya saya tahu siapa yang cocok untuk hal tersebut."<br/><br/><strong>Flashback off </strong><br/><br/>⭐⭐⭐⭐<br/><br/>"Jadi semua ini rencana kalian?" tanya Rizky tak percaya. "Iky nggak nyangka rencananya rapi banget."<br/><br/>"Jadi Shania itu siapa, Yah?" tanya Ifa yang baru selesai menyusui salah satu anaknya. Kini dia tengah menikmati cemilan yang dibawakan Ulfa. Untuk mengganti air susu yang tadi dihisap habis oleh anaknya.<br/><br/>"Shania itu adalah calon istrinya Roni. Kebetulan dia itu pernah ikut teater saat masih kuliah."<br/><br/>"Aktingnya sebagai sekretaris sempurna. Pekerjaannya bagus. Seperti profesional." puji Rizky. Namun ia langsung menutup mulutnya saat melihat wajah kesal istrinya. <br/><br/>"Kalau itu bukan akting, Ky. Dia memang memiliki pendidikan dan pengalaman sebagai sekretaris. Dia itu kan sekretarisnya Roni." jelas Amir.<br/><br/>"Soal cincin, kebaya.. itu beneran, Yah?" Amir mengangguk. Ifa langsung manyun.<br/><br/>"Kamu jangan manyun dulu. Cincin, kebaya, hantaran, semua itu memang dipersiapkan untuk pernikahannya.. bukan dengan Rizky tapi dengan Roni." Amir menjelaskan. "Ky, apakah kamu pernah perhatikan cincin yang kamu pakai?"<br/><br/>Rizky mengangguk. "Ada nama Shania disitu dan ada tanggal pernikahannya. Dekat dengan jadwal Ifa melahirkan."<br/><br/>"Itu memang cincin pernikahan milik Shania. Tapi yang kamu tidak tahu, nama yang tertera di cincin yang dipakai Shania bukan nama kamu. Tapi nama Roni." Semua melongo mendengar penjelasan Amir.<br/><br/>"Lalu bagaimana dengan surat perceraian yang mereka tanda tangani? Apakah itu palsu juga?"<br/><br/>"Itu surat asli, tapi bukan surat perceraian kalian. Makanya kalian jangan terlalu mengikuti emosi, sehingga kalian dengan cerobohnya menandatangani surat tanpa membacanya." Kali ini Abdul buka suara. "Surat itu resmi dibuat oleh pengacara pak Amir. Isinya adalah penyerahan seluruh saham perusahaan milik pak Amir kepada Rizky dengan syarat kalian tidak boleh bercerai untuk selamanya. Bila kalian bercerai maka saham akan langsung menjadi milik anak-anak kalian. Rizky hanya berhak mengelolanya hingga anak-anak kalian berusia 21 tahun." <br/><br/>Astagaaa... benar-benar nggak nyangka mereka membuat rencana seperti itu 😱.<br/><br/>"Kalau bukan karena Ifa mendadak melahirkan, mungkin sandiwara ini masih terus berlanjut." Amir dan Abdul terkekeh geli mengingat sandiwara mereka. "Kalau sampai begitu kejadiannya agak repot juga, kita musti cari penghulu gadungan, saksi gadungan"'<br/><br/>"Aaah... babeh dan ayah nyebelin banget niih." omel Ifa kesal.<br/><br/>"Tapi rencana ayah dan babe kalian berhasil kan? Coba kalau mereka nggak turun tangan, pasti Ifa masih bertahan dengan keras kepalanya. Dan Rizky masih tak bisa bertindak tegas kepada istrinya." ucap emak Bella<br/><br/>"Itu karena Iky takut kehilangan Ifa, Mak." jawab Rizky lirih. "Dibalik semua drama yang terjadi, Iky bersyukur banget. Karena kejadian ini membuat kami menyadari arti penting pasangan kami dan betapa kami saling membutuhkan."<br/><br/>"Nah gitu dong. Bunda senang karena Ifa tetap menjadi anak kesayangan bunda. Tadinya bunda pikir, bunda harus mencakar-cakar si Shania itu biar dia nggak mau kawin sama kamu Ky." ucap Ulfa yang kini sedang sibuk menggendong cucunya. Maklum cucu pertama, bawaannya pengen gendong ajah. <br/><br/>"Emang beneran bunda bakal cakar si Shania?" tanya Rizky penasaran. Ngeri juga membayangkan bunda Ulfa yang kalem bisa cakar orang lain.<br/><br/>"Mungkin saja, Ky. Tapi untunglah itu nggak sampai kejadian." Ulfa tersenyum manis. "Tapi kalau ayahmu berani macam-macam kayak begitu lagi, bunda nggak bakal cakar ayahmu. Langsung bunda tinggal."<br/><br/>"Masih marah, dek?" Amir mendekati istrinya untuk merayu. "Kan masalahnya sudah beres. Semalam kita juga sudah baikan."<br/><br/>"Habisnya mas ngeselin sih." <br/><br/>"Maafin mas ya," Amir merengkuh bahu istrinya.<br/><br/>"Karena mas sudah iseng ngerjain anak-anak kita, mas harus dihukum"<br/><br/>"Dihukum gimana?" <br/><br/>"Mas harus mau menggendong cucu-cucu kita. Waktu Iky bayi, mas kan nggak berani menggendong dia. Alasannya takut ini itulah. Nah sekarang harus mau gendong cucu-cucunya."<br/><br/>"Cuma itu? Oke, siapa takut. Yang penting hukumannya bukan ditinggal kamu, dek. Mas nggak akan sanggup."<br/><br/>"Oalaah ternyata ayah tuh sama aja kayak Iky. Bucin," ledek Ifa disambut tawa yang lainnya.<br/><br/>"Jadi sekarang sudah lega kan?" tanya Abdul kepada Ifa dan Rizky. "Masih mau diulang lagi?"<br/><br/>"Nggak beh. Kita berdua dapat pelajaran berharga dari kejadian ini. Insyaa Allah ke depannya hal ini nggak akan terulang lagi," sahut Rizky. "Iya kan, Yang?"<br/><br/>"Insyaa Allah, bang Iky sayang." jawab Ifa. <br/><br/>"Aduuuh langsung rontok hati ini dipanggil kayak gitu, Yang." Rizky merengkuh bahu Ifa dan mencium keningnya.<br/>⭐⭐⭐⭐<br/><br/><br/><br/><br/><br/></p>

Next chapter