IMPIAN DENGAN SEPARUH DUKA.
|| Previous Story ||
Gadis itu perlahan menunduk kebawah dan terlihat murung. Matanya menyipit kebawah seakan menahan sesuatu. Ekspresinya berubah menjadi wajah yang sedih dan sedikit tersenyum kecil.
"Kamu benar, aku anak orang itu. Dia tidak ada di sini, dan kakak tidak bisa berbicara lagi dengannya," gadis itu mengangkat ekspresi murungnya itu sembari memperlihatkan wajah sedihnya di hadapanku. Gadis itu dengan berat melanjutkan kata-katanya.
"~Ayahku... dia, sudah..."
|| Next Story ||
"...sudah tiada." Gadis itu menunduk dengan raut wajah yang pahit.
"...." aku terdiam melihatnya meratapi pada meja. Dan dapat merasakan bagaimana rasanya kehilangan orang yang sangat berharga dalam hidupnya. Begitu pula dengan diriku.
"T—Tapi itu tidak masalah! Menangis tidak akan merubah segalanya. Saya masih disini, untuk melanjutkan impiannya itu. Saya akan berusaha keras! Sama halnya seperti dia. Orang itu pernah berkata, kalau 'Suatu impian pasti akan terwujud suatu hari nanti.' Dan itu menjadi kata-kata yang terakhir untuk diriku."
"Tidak menyerah maupun mengeluh akan sesuatu, begitulah sosok Ayahku."
Sepanjang kata-kata yang di keluarannya. Gadis itu dengan kuat menahan tangisannya. Kalau dilihat secara spontan, matanya terlihat berkaca-kaca.
Tiba-tiba gadis itu mengangkat bahunya, dan menyapu wajahnya dengan seragam yang dia kenakan. Lalu tatapannya menuju ke arahku.
"Saya minta maaf, karena terlalu banyak berbicara sehingga kencan kakak menjadi tertunda." Pandangan beralih menuju suatu sudut tempat dimana Megumi sedang duduk menatap keluar di balik jendela.
"Sepertinya orang yang berada di sana sedang menunggu kakak."
"Kamu tidak perlu meminta maaf seperti itu. Aku merasa senang bisa berbicara denganmu. Dan... aku ikut berduka atas kematian ayahmu. Setidaknya, semoga dia ditempatkan ke tempat yang layak di alam sana."
"Terimakasih, kak. Kalau begitu, kakak mau pesan ramen bukan?"
"Yah, tolong ya. Ramennya dua mangkuk sama green tea juga."
"Oke kak! Mohon tunggu sebentar."
Gadis itu langsung menuju ke dalam ruang yang ditutupi sebuah tirai. Sepertinya itu adalah ruang memasak.
Aku pun perlahan menghampiri Megumi yang sedari duduk menatap jendela. Wajahnya yang menatap jendela itu sangatlah imut. Ekspresinya yang membeku, seperti menatap masa depan yang jauh.
Sembari berjalan, aku masih mengingat dengan ucapan gadis itu. Bahwa ayahnya itu,'...dia, sudah tiada.'
Satu tahun berlalu, sejak pertama kali aku makan di tempat ini. Tempat ini, sudah banyak berubah dari sebelumnya. Pelanggannya juga ramai, tidak seperti waktu itu. Gadis itu, meskipun kehilangan orang dia sangat sayangi, mengejar satu impian bersama, dan selalu tersenyum... perasaannya tidak runtuh.
Karena gadis itu tahu kalau hanya dengan menangis, tidak akan merubah segalanya.
Sebenarnya, sehabis mendengar kalau paman itu sudah tidak ada lagi di dunia, perasaanku langsung mengenalinya bahwa perasaan itu sama halnya seperti yang kualami.
"Sepertinya kamu sangat akrab dengan orang itu, ya." Orang berbicara barusan itu adalah Sakurasawa Megumi.
Secara tidak sadar aku telah berada di dekatnya.
"Huh? Itu karena satu tahun yang lalu, kami pernah mengobrol bersama. Jika bukan dia yang mengenali diriku tadi, mungkin saja aku tidak ingat siapa dirinya."
"Oh." Tanggapnya dengan ekspresi datar dan tatapan memelas menuju jendela.
"Ada apa?" Aku pun bertanya tentang ekspresi yang dibuatnya itu.
"Tidak ada." Ekspresinya kembali terlihat begitu datar padaku. Seakan tidak ingin menoleh ke arahku.
Aku telah menemukan alasannya. Mengapa Megumi terlihat begitu datar dan tidak ingin menatap diriku.
Aku tersenyum, bukan tentang sebuah senyuman halus, melainkan ini adalah senyuman jahat.
Sebelum mengatakan itu, aku bertanya padanya terlebih dahulu.
"Ada apa dengan dirimu? Ekspresi itu… " Megumi masih menatap ke arah jendela sembari mendengarkan diriku berbicara.
"...apakah kamu cemburu?"
Seketika Megumi mengangkat dagunya dengan wajah yang memerah.
"Ce—Cemburu!? Siapa dia?"
Tatapannya tertuju di depan tatapanku. Untuk menjawab pertanyaannya, aku hanya menatap ke arahnya dengan mata menyipit.
"Menatap… "
"A—Aku!? Mana mungkin aku cemburu denganmu. Jika saja hubungan kita berdua seperti itu. Mungkin, aku benar-benar akan cemburu padamu."
"Kupikir juga seperti itu."
Tak Lama kemudian, aku duduk berada di hadapannya yang berlawanan. Wajah dan ekspresinya kembali intensif menatap ke arah jendela luar. Aku sangat penasaran dengan apa yang dilihatnya di luar sana.
"Sedari tadi, kamu sedang melihat apa?"
Dia pun menjawab aku dan terus melanjutkannya.
"Bukan melihat, tapi membayangkan."
"Aku mendengarnya, tentang ucapan gadis itu." Lanjut Megumi dengan intens.
Aku kembali menatapnya.
Jelas ini adalah kabar yang sangat menjadi duka. Apalagi, aku mengenali semua perasaannya. Dari awal kami memulai berbicara, gadis itu dengan kuat menyembunyikan lukanya. Dan berusaha agar terus tersenyum kepada siapapun. Aku dapat merasakan dengan apa yang dirasakannya, bahwa tidak ada satupun orang yang dapat menahan kesedihannya jika harus kehilangan orang yang dia sayangi.
"Seperti yang kamu dengar, gadis itu kehilangan sosok yang sangat berharga di dalam hidupnya. Dulu, gadis dan Ayahnya itu selalu bersama hanya mengejar sesuatu yang menjadi impian mereka berdua. Akan tetapi, setelah kehilangan sosok yang paling berharga dalam hidupnya, gadis itu terus melangkahkan kakinya ke depan. Tujuannya agar bisa mewujudkan impian Ayahnya itu."
"Setelah impian itu terwujud, apa yang akan terjadi selanjutnya?" Megumi bertanya.
"Tentu, itu akan membuatnya bahagia di alam sana. Dan terlebih mereka berdua memiliki impian yang sama. Meskipun menurut pandangan orang lain, gadis itu telah berhasil mewujudkan impian Ayahnya yang menjadi impiannya juga. Namun, bagi dirinya. Tanpa sosok sang Ayahnya maka impian itu tiada akhir, meskipun sudah terwujud."
"Huh." Megumi menghembuskan napas beratnya kesamping.
"Sebenarnya, aku mengenal gadis itu di sekolah." Yang berbicara itu Megumi.
"Oh begitu, dia juga sempat bertanya padaku: 'kakak juga bersekolah di HighLight iyakan?', Begitu katanya."
Apabila ada kata 'juga' dalam kalimat barusan, berarti gadis itu mengatakan dirinya kalau dia juga bersekolah disana.
"Dia adalah siswi kelas 1-A, junior kita. Bukan hanya disini saja, disekolah pun dia adalah gadis yang perajin dan sopan."
"Aku sama sekali tidak pernah melihatnya di sekolah."
Megumi sejenak terdiam untuk mengalihkan pandangannya ke arahku. Kemudian dia menatapku sembari mengedipkan kedua matanya secara bersamaan.
"Itu… karena kamu sangat jarang untuk keluar dari kelas." Megumi mengucapkan dengan nada yang agak halus namun sedikit kasar bagiku.
"Kalau itu… sesuatu yang tidak dapat terelakkan."
Megumi kembali menghembuskan napas beratnya secara perlahan.
Tak lama kemudian datang seseorang yang menghampiri kami berdua. Dengan membawa sebuah meja dorong, yang diatasnya terdapat enam mangkok ramen dan beberapa cangkir minuman termasuk green tea yang habis kupesan tadi.
"Mohon maaf sudah menunggu lama! Ini pesanan kakak." Gadis itu mengatakannya dengan ramah dan sopan.
"Terima kasih." Aku mengucapkannya.
Lalu, Gadis itu mengalihkan pandangannya ke arah Megumi, dan Megumi hanya mengangguknya saja.
Gadis itu segera meninggalkan kami berdua, untuk mengantarkan pesanan ke pelanggan lainnya. Megumi sedari diam, ternyata melirik ke arah gadis itu yang sedang melakukan pekerjaannya seorang diri.
"Hebat sekali ya, dia itu." Megumi mengucapkannya padaku dengan suara yang halus.
"Kamu benar, dia melakukan semuanya hanya dengan seorang diri."
"Ayo dimakan, nanti dingin nih." Megumi beralih pembicaraan.
"Ah, kamu juga cepat di makan."
Aku dan Megumi pun langsung menikmati ramen itu.
Ramen semacam mie kuah bermula dari negara china, lalu menyebar ke seluruh penjuru dunia. Pada umumnya, jenis Ramen sama seperti mie ayam. Namun yang membedakannya adalah,
Di atas Ramen umumnya ditambahkan penyedap berupa beraneka ragam lauk seperti: chasiu, menma, telur rebus, sayuran hijau (seperti bayam), irisan daun bawang, nori, atau narutomaki sebagai hiasan. Telur rebus untuk ramen biasanya berwarna coklat karena direbus di dalam kuah bekas rebusan chasiu. Sayuran sekaligus penyedap yang paling umum untuk ramen adalah irisan daun bawang. Sebelum ditambahkan ke dalam Ramen, sebagian penjual Ramen lebih dulu menggoreng irisan daun bawang di dalam minyak goreng. Sedangkan Mie ayam umumnya, hanya ditambahkan ricikan ayam, sayur-sayuran, dan saus tomat kecap sebagai pencampur rasa.
Ramen yang kumakan ini adalah Ramen Shio. Hanya menggunakan garam dan kaldu ayam sebagai bumbu dalam kuahnya, oleh karena itu kuahnya akan terlihat jernih berwarna agak kekuningan, ramen ini disajikan dengan campuran daging sapi dan juga rumput laut. Tentu rasanya bukan main.
Dan juga green tea, artinya tentu teh hijau.
Teh hijau adalah nama sebuah teh yang dibuat dari tanaman (Camellia sinensis) dipetik lalu diproses secara pemanasan untuk mencegah Oksidasi, atau bisa juga berarti minuman yang dihasilkan dari menyeduh daun teh tersebut.
x x x
Setelah beberapa menit berlalu, kami baru saja selesai menghabiskan Ramen itu.
Rasanya sungguh tidak bisa di hilangkan dari cekat lidahku. Rasa yang sama waktu pertama kali mencobanya bahkan rasa yang baru ini terbilang lebih enak dari sebelumnya.
"Nikmat sekali ya," Megumi mengatakan itu bersamaan bersandar di kursi.
"Ternyata, ramen buatan gadis itu sangat enak." Lanjutnya.
Aku tersenyum dan berbicara.
"Lain waktu, kita bisa mampir kesini lagi. Apa kamu ingin pulang setelah ini?"
"Sekarang pukul berapa?" Megumi bertanya.
Aku pun meraih ponsel di dalam saku celana hitamku. Dan langsung melihat jam di depan layar.
Setelah aku mengetahuinya, sekarang pukul 15.00 atau pukul 3 sore.
"Pukul 3 pas nih." Lalu memperlihatkan layar ponselku yang menunjukkan jam itu pada Megumi.
"Masih tersisa waktu 2 jam untuk bersenang-senang bukan?" Megumi tiba-tiba bersemangat.
Aku mendengarnya, langsung merubah ekspresiku menjadi beku.
"....." hingga terdiam sejenak.
"Mumpung hari ini adalah hari libur, ayolah pergi kemana saja yang kamu mau. Aku akan mengikutimu saja kali ini."
Megumi terus memberikan bujukan terhadapku yang enggan untuk melanjutkan destinasi ini. Sampai dengan Megumi memegang erat jari telunjukku.
"S—Sakit! Baiklah-baik, seperti yang kamu katakan, kali ini aku yang akan mengajakmu ke suatu tempat. Bagaimana?"
"Itu terserah kamu saja. Yang penting kita bisa menghabiskan waktu liburan ini menjadi menyenangkan."
"Kalau itu maumu, akan kulakukan."
Aku dan Megumi pun bangkit dari kursi menuju area kasir. Dan mendapati gadis itu lagi.
"Berapa total pembayarannya?" Aku bertanya pada gadis itu.
"Tidak, kakak tidak perlu membayarnya."
Megumi mendengarnya langsung melirik ke arah gadis itu.
"Yah, itu… aku merasa sulit untuk menerimanya."
"Kakak tidak perlu sungkan begitu, ini juga merupakan tanda rasa terima kasih kami kepada kakak. Apa kakak ingat, tentang perkataan Ayah waktu itu? Apabila kakak kembali kesini lagi maka kakak diberikan makanan gratis. Karena itulah, kami sangat berterima kasih!"
Gadis itu menundukkan kepala sedikit kebawah. Tidak salah lagi, bahwa dia gadis yang benar-benar baik, ramah dan sopan.
"Aku masih mengingatnya, tapi seharusnya aku yang berterima kasih untuk semua ini."
"Sama-sama, kak! Lain kali kakak bisa datang kesini lagi."
"Aku pasti akan datang kesini lagi." Aku tersenyum kecil padanya. Lalu terlintas di dalam pikiranku untuk menanyakan namanya.
"Kalau boleh tahu, namamu siapa?"
Sebelum meninggalkan tempat itu, aku pun menanyakannya.
"Nakamura Sheila."
"Baiklah, Sheila. Kami berdua akan pulang."
"Sampai jumpa kak!"
Aku dan Megumi meninggal kan tempat itu. Sembari berjalan, kami melihat area sekitar yang begitu ramai. Mungkin apabila hari menjelang sore akan banyak orang-orang yang keluar rumah.
Aku menatap keatas langit biru. Terlihat matahari sangat terang. Di selimuti dengan awan-awan abu yang tebal. Terkadang setiap kali awan-awan bergeser melewati matahari, maka terciptalah kenaungan yang sangat luas. Membuat yang berada dibawahnya terlindungi dari cahaya matahari itu.
Sampai pada Megumi berbicara padaku.
"Kousan-kun, omong-omong kita mau pergi kemana?"
Aku mengalihkan pandanganku menatap langit tadi mengarah Megumi.
"Anime Centre, aku ingin membeli sesuatu disana."
"Oh! Anime Centre itu ya… aku juga ingin pergi kesana."
"Aku harap edisi itu belum mencapai stocknya." Ucapku dengan nada rendah terdengar seperti bisikan.
Megumi menyadarinya, lalu langsung bertanya.
"Ada apa?"
"Bukan hal yang penting. Ayo lanjutkan jalannya, sebentar lagi kita sampai disana."
"Oke."
|| MASIH BERLANJUT BRO ||
|| MOHON BERSABAR ||
Spoiler VoL 2 - CH.7:
Ingin mengenal saya lebih jauh lagi?
- Facebook : Zoel Zack
- Twitter: Zoel Zack
- Instagram: @zoelzack.z_z
Kunjungi blog:
https://separatetellsahiddenstory.blogspot.com &
https://circledesaigner.blogspot.com
Mohon kirim kritik, saran, dan motivasi lewat kontak email dibawah.
Email: hasannudinpgf@gmail.com
Bussiness: zoelxzack@gmail.com
Konsultasi kalian sangat berarti bagi penulis!