webnovel

Penyerang Misterius

--------------

Matahari bersinar terang.

Beberapa pekerja penginapan bangun sejak pagi buta membereskan segala perabot dan benda yang rusak karena serangan semalam.

DaHuang yang kurang tidur menguap lebar berdiri di depan kamar, ia belum bisa tidur sejak serangan tengah malam tadi, ia rasa semua orang juga begitu.

Di dalam kamar, BaiHu baru saja memasukkan tangan HongEr ke balik selimut selesai tabib memeriksanya,

FeiEr duduk di meja bundar tak berani mendekat sejak Ayahandanya belum bicara sedikitpun padanya, ia mengerti kemarahan Ayahandanya, HongEr masih sangat kecil, dan ia lalai melindungi adiknya itu hingga hal buruk hampir saja terjadi,

FeiEr menarik napas dalam, ia pantas dimarahi.

"Heh"

Tabib membawa barang bawaannya dan diantar SangTao keluar pintu.

"Beruntung hanya luka ringan, kau tahu adikmu punya tubuh yang lemah seharusnya segera mengantarnya pulang" suara BaiHu rendah, FeiEr mengangkat kepalanya,

"Maafkan FeiEr, FeiEr pikir ia akan lebih aman bersama kami, perjalanan..." Dihentikan ucapannya, tak ada gunanya mencari pembelaan diri, tapi ia penasaran, bagaimana Ayahandanya bisa tiba-tiba berada di sana karena kabar terakhir beliau ada di ibukota yang jaraknya tiga empat kota besar dari Xi'an.

"Ayahanda kenapa bisa ada di sini?"

BaiHu mendekati meja, duduk di depan FeiEr dan menuangkan teh ke dalam cangkir untuk dirinya sendiri.

"Ayahanda cepat-cepat ke sini karena ada kabar penyerangan di rumah besar Chang, kalian menuju ke sana dan Ayahanda cemas kalau penyerang mungkin masih menunggu di tempat dan menyerang kembali saat kalian tiba, Ayahanda hampir saja terlambat, beruntung tidak, kalau sampai terjadi hal buruk pada kalian Ayahanda bisa menyesal seumur hidup"

"Tapi, kenapa orang-orang itu menyerang cabang Chang? Paman Chang tidak punya benda yang sangat berharga di rumahnya khan, setahu aku yang bernilai jual tinggi hanya perhiasan bibi Chang yang harganya juga tidak begitu besar, aku baru sadar mereka orang yang sangat irit dan pelit yah"

BaiHu mengerutkan dahinya, ia melirik HongEr kembali.

"Semalam, kawanan penyerang pergi setelah mengambil benda milik HongEr, kalian tahu itu apa?"

FeiEr mengerutkan dahinya berpikir.

"Belati emas, itu yang hilang, kurasa memang diambil kawanan itu"

BaiHu menoleh kembali pada FeiEr, mengerutkan dahinya.

"Belati emas?"

FeiEr mengangguk.

"Iyah, belati emas, tapi benda jelek begitu kenapa ada yang mau sampai menyerang dengan orang sebanyak itu, ini sangat butuh banyak usaha hanya untuk satu benda kuno seperti itu, yah walau belatinya memang agak aneh sih"

"Agak aneh bagaimana menurutmu? Belati kecil seperti yang Ayahanda berikan untuk HongEr?"

FeiEr mengangguk.

"Yah tapi ini lebih kecil, bentuknya aneh, belatinya lebih kecil dan ukurannya lebih pendek dari biasanya, agak berat di sarungnya dan gagangnya, sepertinya terbuat dari emas murni, dan bentuk belatinya sendiri agak bengkok, lebih seperti belati untuk memotong daging bagian dalam, tidak ada yang aneh sih eh..." FeiEr menghentikan ucapannya, ia sadar telah melewatkan sesuatu.

"Eh itu, aneh sekali sih hanya adik Hong yang bisa mencabut belati itu keluar dari sarungnya"

"Hanya HongEr? Mungkin kalian tidak bersungguh-sungguh menariknya, HongEr tidak bisa ilmu tenaga dalam dan beladiri bagaimana bisa ia menariknya dan kalian tidak bisa?"

FeiEr menggaruk kepalanya,

"Tapi itu benar, kami semua sudah mencobanya dan hanya adik yang bisa menariknya, kami pikir itu hal biasa karena adik yang menemukan belati itu pertama kali"

"Ia menemukannya? Di mana ia menemukannya?" Tanya Baihu.

"Itu tempo hari saat kami tiba di kediaman Chang dan kuda yang menarik kereta adik berlari panik dan pergi jauh, kami mengejarnya cukup jauh hingga..."

FeiEr menghentikan ucapannya, lagi, tatapan mata Baihu tajam padanya, ia salah lagi.

"Kalian ini, kau, DaHuang, LuYan adalah pendekar yang hebat, bagaimana bisa kesulitan melindungi seorang anak remaja, bagaimana kalau Ayahanda terlambat, apa tidak ada yang bisa diandalkan? Dan ini.." BaiHu mengeluarkan sesuatu dari balik pakaiannya, sesuatu yang langsung menarik perhatian FeiEr.

"Waah tusuk rambut adik, dia pasti senang mendapatkannya kembali"

Tusuk rambut emas dan merah dengan ujung menyerupai kepala merak, tusuk rambut pemberian TangYi.

FeiEr meletakkan tusuk rambut itu ke atas meja kembali, sepertinya Ayahandanya menunggu penjelasan darinya.

"Ayahanda masalahnya.."

"Adikmu hampir menjadi korban pelecehan dari para pria hidung belang dan kotor itu, ia masih kecil, umur enam belas tahun, bagaimana kalau ia trauma? Kau sadar tugasmu tidak berat hanya melindunginya saja, bagaimana Ayahanda mendidikmu selama ini?"

FeiEr menundukkan kepalanya.

"Maafkan FeiEr"

BaiHu hendak marah lagi, semua yang terpendam selama ini, tapi suara dari arah ranjang menghentikannya.

"Ayahanda"

HongEr yang sudah sadarkan diri, ia berusaha bangun, BaiHu dan FeiEr mendekat cepat

"Hong kau sudah sadar" Baihu mendekat cepat dan membantu putranya duduk, HongEr tersenyum, tadinya ia berpikir mungkin mimpi mendengar suara Ayahandanya karena terlalu merindukan mereka, tapi itu benar, Ayahandanya ada di sana, di angkat tangannya memeluk ayahnya erat.

"Ayahanda, HongEr pikir HongEr mimpi tadi"

BaiHu tersenyum, dielus pundak HongEr lembut, tubuh hangat HongEr dan pelukannya membuat amarahnya mereda cepat.

"He kau tidak bermimpi, Ayahanda datang tepat waktu, bagaimana perasaanmu? Mana yang sakit?"

HongEr meletakkan kepalanya di pundak BaiHu, sejak ia kecil kalau ia merasa tidak sehat ia akan mencari Ayahandanya dan menaruh kepala di pundak besar lebar dan kuat milik ayahnya, pundak yang memberi ia rasa aman.

"Rasanya tidak enak di perut, orang itu, menendang HongEr keras sekali, ekh"

BaiHu memegang dua bahu HongEr menghadap ke arahnya, melihat wajah putranya dekat, rasa sayangnya pada anak itu bahkan melebihi apapun yang bisa terpikirkan olehnya, tidak ada hari ia tidak mencemaskannya sedikitpun, putra bungsunya.

"Lihat putra ayah, wajahmu pucat begini, kau tahu kau tidak boleh terlalu lelah Hong, dan pergi dari rumah bukan keputusan yang baik, Hong sudah besar, harusnya sudah bisa berpikir mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak, Ibundamu, pasti sangat mengkhawatirkanmu saat ini"

HongEr menurunkan kepalanya, ia tahu salah.

"Maaf Ayahanda, HongEr tahu salah, HongEr merindukan Ibunda"

Dari arah pintu terdengar suara ketukan.

"Tuan besar" suara SangTao.

----------------------------

Next chapter