webnovel

Dendam Evan

"Kau masih perawan, aku tau itu. Oleh karenanya kau adalah orang yang sempurna untukku.

Kita akan menunjukkan seberapa jantan diriku. Ayo!" Evan mengangkat tubuh Luci dan membopong gadis itu.

Luci yang baru sadar pun berusaha meronta agar Evan mau melepaskannya.

"Tuan Evan, berhenti! Turunkan aku! Tuan!" teriak Luci sembari mengguncang tubuhnya sendiri agar Evan mau menurunkannya. Tapi Evan masih enggan untuk menurunkan Luci.

Tadinya Luci duduk di sofa dengan tubuh berhimpitan dengan Evan. Bahkan Evan tadinya terlihat akan mencium Luci, walau pun tidak jadi.

Dan sekarang Evan justru menggendong tubuh Luci demi akan dibawa ke dalam kamar yang tersembunyi di belakang dinding.

Kamar itu sudah dipersiapkan layanan untuk bercinta yakni ranjang yang besar dengan seprai putih dan bunga-buangaan.

Tubuh Luci mulai bergerak berayun seiring bergeraknya langkah kaki Evan ketika menggendong Luci.

Wajah Evan masih begitu membeku ketika menggedong tubuh gadis itu. Matanya yang tajam setajam elang menatap lurus ke depan, ke arah kamar yang sudah dibukakan oleh Tuan John.

Sebenarnya Evan jijik harus bersentuhan dengan Luci.

Evan tidak ingin bersentuhan dengan wanita mana pun.

Karena semua wanita sama saja bagi Evan, yakni mereka hanya akan mempermainkan lelaki seperti Evan demi diporoti hartanya. Selain itu wanita adalah makhluk yang merepotkan.

Mereka manja, suka menuntut, dan suka mengekang. Begitu pikir Evan.

Padahal tidak semua wanita seperti yang Evan pikirkan.

Contohnya saja Luci. Luci adalah seorang gadis yang mencintai seseorang dengan tulus, sepanjang orang yang Luci cintai itu baik kepada Luci.

Luci juga tidak mementingkan harta karena Luci tau bahwa Luci juga berasal dari keluarga yang tidak mampu, bahkan Luci saja tidak punya keluarga.

Bisa dibilang Luci itu miskin cinta dan juga miskin harta.

Luci juga orangnya mandiri dan tidak pernah bergantung kepada orang lain.

Luci akan melakukan semuanya sendirian. Kalau pun Luci butuh bantuan maka Luci akan membalas bantuan orang tesebut suatu saat nanti.

Luci juga tidak suka mengekang. Luci selalu membebaskan semua mantan-mantan pacarnya dulu. Bahkan dari kebebasan yang Luci berikan itulah Luci selalu diselingkuhi.

Itu adalah kenangan pahit yang Luci dapatkan karena menjadi wanita yang berbeda dari wanita yang lain.

Tapi Luci tidak merasa bersedih atas itu, karena setidaknya Luci menjadi dirinya sendiri.

Evan melewati Tuan John yang berdiri mematung seperti patung batu bewarna pucat.

Bahkan wajah Tuan John juga terlihat pucat. Wajah lelaki itu juga datar dan seperti tidak bernyawa.

Luci yang memandang Tuan John pun sedikit bergidik setelah melihat ekspresi wajah mengerikan dari Tuan John.

Beberapa detik kemudian Evan dan Luci sampai di kamar itu. Ruangannya ternyata sangat luas.

Bahkan kamar itu dilengkapi oleh TV dan juga sofa untuk bersantai. Ada meja makan juga yang mana terdapat buah-buahan yang ditata di atas keranjang. Ada kulkas, kemudian ada beberapa tanaman hias.

Semuanya membentang, dan terlihat tanpa sekat sedikit pun jika dilihat dari area ranjang di mana Luci berada.

Sementara ranjang di kamar itu posisinya berada pada lantai yang agak tinggi dari yang lain.

Jadi jika dilihat dari kejauhan ranjang di kamar itu seperti berada di atas panggung.

"Tuan, turunkan aku!" tuntut Luci masih saja memberontak dengan menggerakkan kakinya di udara agar Evan mau menurunkannya.

Karena sangat jengkel dengan kelakuan Luci, Evan pun hampir benar-benar melepaskan Luci. Gadis itu pun dijatuhkan oleh Evan di lantai begitu saja.

Luci yang merasakan bobot tubuhnya sudah tidak ada yang menyangga lagi pun akhirnya terkejut.

Saking tekejutnya secara refleks gadis itu mengalungkan tangannya di leher Evan untuk berpegangan di sana, agar Luci tidak jatuh.

Melihat Luci mengalungkan tangannya di lehernya, Evan pun kembali menangkap Luci yang hampir jatuh tadi.

Hap! Berhasil, Evan bisa menangkap Luci.

Wajah Luci pun pucat pasi karena dadanya begitu tersayat karena dia mengira dia akan jatuh ke lantai tadi.

Tapi ketika Evan menangkapnya, Luci lega sekaligus heran. Kenapa Evan menangkapnya lagi?

"Huh, kau sendiri tidak mau lepas dariku. Tapi kau bersandiwara seolah-olah ingin kulepaskan." Evan menyeringai dan mendekatkan wajahnya pada Luci yang masih berada di dalam gendongannya.

Mendengar kata-kata Evan barusan telah membuat Luci mengernyitkan dahinya karena bingung.

Luci tidak paham apa yang Evan maksudkan.

Tadi Luci berkata jujur bahwa dia ingin diturunkan oleh Evan. Dan sekarang Luci sedang tidak bersandiwara. Tapi kenapa Evan menuduhnya bersandiwara?

"Apa maksud Tuan?" tanya Luci.

Tangan gadis itu masih melingkar di leher Evan. Luci tidak sadar kalau kedua tangannya masih belum terlepas dari leher CEO itu.

"Tanganmu." Evan menaikkan sebelah alis sembari melirik kepada tangan Luci yang melingkar di lehernya.

Lagi-lagi Luci mengernyit. Gadis itu masih belum paham apa yang Evan maksudkan.

'Tangan? Memang tanganku kenapa?' batin Luci dengan kening berkerut karena sedang berpikir.

"Maaf, kenapa dengan tangan saya, Tuan?" tanya Luci kembali.

"Tanganmu melingkar di leherku.

Bukankah itu pertanda bahwa kau sebenarnya ingin menempel di tubuhku?

Kau ingin kita segera 'melakukannya'?" goda Evan dengan seringaian yang mengerikan dan sangat jahat.

Setelah mengetahui kesalahan besar yang Luci buat, Luci pun cepat-cepat melepas lingkaran tangannya di leher Evan.

Di dalam hati Luci mengutuk kebodohannya sendiri.

'Bodoh, sekarang dia berpikir kau juga menginginkannya.

Bagaimana kau bisa menyelamatkan dirimu sekarang?

Di sini tidak ada orang, Luci.

Dan jika kau memberontak atau jika kau membuat CEO menyebalkan ini marah, dia bisa 'melakukannya' dengan paksa nanti.' Luci menggigit bibirnya sendiri sembari berpikir.

Evan pun mengamati raut wajah Luci. Evan menikmati setiap kegugupan dan raut wajah bingung dari gadis itu.

Selain ingin membuat perjanjian dengan Luci, Evan juga ingin membalaskan dendam miliknya kepada Luci.

Karena Luci telah membuat Evan harus mencium gadis itu.

Itu memang bukan ciuman pertama Evan. Tapi ciuman Evan dan Luci yang tadi malam itu adalah ciuman yang Evan lakukan ketika lelaki itu sudah membenci wanita.

Bisa dikatakan Luci sudah merebut ciuman pertama Evan setelah CEO itu merasakan mati rasa pada hatinya.

'Akan kubuat kau menyesal,' desis Evan di dalam pikirannya sendiri.

"Lihat, betapa seru kau menggigit birbimu sendiri.

Apakah kau sebegitu tidak tahannya ingin 'melakukan' semua itu denganku?

Baiklah tidak perlu lama-lama kalau begitu." Evan berkata kepada Luci.

Wajahnya mungkin menyeringai, tapi matanya dipenuhi oleh dendam yang membara.

'Setelah ini aku akan mandi dan membersihkan tubuhku. Menjijikkan sekali aku harus bersentuhan dengan wanita lagi,' maki Evan di dalam hatinya.

"Apa? Tidak, tidak, Tuan. Jangan, kumohon jangan apa-apakan aku!" pinta Luci dengan wajah memelas dan hampir menangis. Matanya berkaca-kaca.

'Bagus, kau memang harus memohon dan menangis seperti itu.

Kau harus merasakan rasa sakit sama sepertiku.

Kau harus merasakan luka sama sepertiku. Akan kubuat kau tidak akan melupakan malam ini,' batin Evan kembali.

Sebenarnya Luci bukan orang pertama yang mencium Evan dalam keadaan mabuk. Wanita lain juga pernah melakukan itu kepada Evan.

Tapi entah kenapa ciuman-ciuman wanita itu tidak membekas untuk Evan.

Bahkan Evan tidak bisa mengingat ciuman para wanita-wanita itu walau pun Evan sudah jelas-jelas menyaksikan ciuman mereka melalui CCTV.

Tapi ciuman Luci berbeda. Evan bahkan masih bisa mengingat manis dan lembutnya bibir gadis itu.

Dan ketika Evan mengingatnya, maka luka dan kebencian lelaki itu kepada para wanita pun menganga kembali.

Itulah kenapa Evan sangat ingin membuat Luci merasakan sakit seperti apa yang ia rasakan selama ini.

***

Next chapter