webnovel

Dua Kartu Nama, Halo Nona Luci

Sebuah kaleng terlempar dan menyakiti kepala Luci. Alhasil gadis itu mengerang dan mengaduh.

Dilihatnya seorang wanita berusia tiga puluh tahunan berbaju minim dan ketat yang saat ini melongok dari balik pintu kamarnya sendiri.

"Lain kali pasang banner yang besar kalau mau pergi! Pasang kontak nomor dan paku di depan pintumu! Menyusahkan saja!" Wanita itu lalu masuk ke dalam kamarnya kembali dan membanting pintu dengan keras.

Luci menghela sangat panjang. Saat ini Luci sudah berada di flat kumuh miliknya. Gadis itu pun memijit pelipisnya sendiri dengan lelah.

Setelah perdebatan sengit dengan Hans di rumah sakit, Luci memutuskan untuk kembali ke flat kumuh miliknya.

Saat itu Hans masih berada di dalam gejolak emosi yang tak stabil, entah kenapa itu tejadi. Oleh karenanya Luci lebih baik membiarkan Hans sendiri terlebih dulu.

Spider adalah orang yang tadi mengantarkan Luci untuk pulang ke flat miliknya.

Luci diantarkan oleh Spider dengan menggunakan kendaraan pribadi milik Spider. Kendaraan itusebelumnya diantarkan oleh seseorang.

Bahkan Spider jugalah orang yang mengantarkan Luci untuk mengembalikan mobil sewaannya.

Di perjalanan lelaki itu sempat membelikan Luci sekotak makanan. Tadi Spider juga sempat mampir untuk melihat-lihat flat milik Luci sebentar. Tapi sekarang lelaki itu sudah pergi karena memiliki urusan.

Sementara wanita yang tadi marah-marah itu adalah tetangga kamar Luci. Tetangga itu memang selalu kerepotan ketika Luci tidak ada.

Biasanya para calon klien akan datang demi mencari Luci.

Sebenarnya Luci sudah memasang nomor telepon pada 'toko' miliknya, tapi terkadang para calon klien memang ingin bertemu dengan Luci secara langsung.

Dan untuk hari ini pasti juga begitu. Selain itu HP Luci juga mati karena baterainya habis.

Mungkin calon klien yang tadi datang – dan membuat tetangganya repot – bingung saat sedang mengontak Luci, karena pasti Luci tidak bisa dihubungi sejak pagi.

Luci pun masuk ke dalam flat miliknya. Setelah masuk satu jengkal langkah, Luci menemukan sebuah kartu nama yang berada di atas lantai.

Sepertinya kartu nama itu diselipkan di bawah pintu flat milik Luci. Pasti itu adalah kartu nama calon kliennya yang tadi datang.

Luci memungut kartu nama itu kemudian menutup pintu di belakangnya. Ada dua kartu nama.

Yang pertama milik seseorang yang bernama John F. Roster.

Dia bekerja sebagai seorang asisten pribadi. Sementara perusahaan tempat di mana John F. Roster bekerja adalah perusahaan yang bernama Unity Hudan.

'Tunggu dulu!'

Luci sekali lagi membaca kartu nama yang berada di urutan pertama itu. Setiap nama dan abjad akan dibaca teliti oleh Luci.

Tapi setiap kali gadis itu selesai membaca maka gadis itu juga akan menemukan jawaban yang sama, yakni ternyata Luci tidak salah lihat atau pun salah baca.

Calon kliennya adalah seorang lelaki yang bekerja di perusahaan Unity Hudan.

Perusahaan tersebut adalah cabang inti dari Hudan Group, salah satu korporasi yang sangat besar dan luas di negeri itu.

Ketuanya adalah Evan Robert Hudan, seorang lelaki mabuk yang hampir Luci tabrak tadi malam.

Tapi Evan justru mencium bibir Luci. Ah, jika mengingat ciuman itu Luci menjadi sangat frustasi.

Kemudian Luci melihat kartu nama yang kedua. Kartu nama yang kedua ini bahkan lebih mengejutkan dari pada kartu nama yang pertama, padahal kartu nama yang pertama tadi sudah sangat mengejutkan.

Walaupun John F. Roster adalah asisten pribadi di Unity Hudan, bukannya seorang CEO perusahaan seperti Tuan Philip, tapi bisa dipastikan John F. Roster itu lebih kaya dari Tuan Philip, padahal Tuan Philip itu sudah kaya raya.

Hal itu dikarenakan Hudan Group memang memiliki asset yang tak terhingga dan semua karyawannya digaji sangat tinggi.

Dan kali ini kartu nama yang kedua itu bahkan lebih hebat dan mengejutkan daripada kartu nama milik John F. Roster.

Sekali lagi Luci mengamati kartu nama yang kedua itu.

Luci memastikan apakah benar yang dilihatnya saat ini, yakni Evan Robert Hudan berusaha untuk menjadi kliennya.

Benar, kartu nama yang kedua yang saat ini dipeang oleh Luci itu adalah milik Evan.

Tertera nama Evan Robert Hudan dengan jabatan CEO sekaligus ketua perusahaan Hudan Grup pada kartu nama itu

Diletakkannya makanan yang berada di tangan Luci yang saat itu masih dipegang olehnya.

Lalu gadis itu segera mengeluarkan ponsel miliknya untuk kemudian dicharger.

Sembari menunggu ponsel itu memiliki sedikit sel daya, Luci pun menyantap makanan yang telah diberikan Spider.

Untuk sementara dua kartu nama itu Luci lupakan sebentar.

Ketika Luci menyalakan ponsel, ada setidaknya lima puluh pesan tak terjawab dari nomor yang tak dikenal. Nomor itu adalah milik John F. Roster.

"Astaga, apa-apan Tuan John ini. Apa dia begitu membutuhkan jasaku?" Luci bergumam dengan lirih sembari menyantap makanannya yang tak lain adalah steak daging sapi panggang, Spider yang traktir.

Lalu Luci mengecek ponselnya lagi, tapi tidak ada notifikasi lain di ponsel gadis itu.

Padahal kartu nama yang terselip di bawah pintu tadi ada dua. Salah satunya adalah milik Evan. Tapi yang menghubungi Luci hanya Tuan John.

Sebenarnya ada satu nomor yang tak dikenal yang menelepon Luci selain nomor Tuan John.

Tapi nomor itu adalah milik Spider. Luci sempat bertukar nomor dengan Spider sebelum pulang tadi, Tapi selain itu tidak ada nomor baru yang lain.

Setelah memastikan ponsel miliknya memiliki daya yang cukup Luci pun menelepon Tuhan John.

"Hallo," sapa sesorang di seberang panggilan. Mungkin dia adalah Tuan John. Entahlah Luci belum sempat melihat profil lelaki itu.

Mungkin karena saking terkejut dan saking antusiasnya karena melihat ada nama Hudan di perusahaan di mana Tuan John bekerja. Pasti Luci akan mendapat cukup banyak bayaran dari Tuan John.

"Halo, Tuan John, ini saya Luci. Maaf karena ponsel saya sempat mati. Saya masih berada di misi lain saat itu." Hidup sebagai Luci harus dipenuhi oleh trik dan juga ilmu pemasaran yang matang.

Luci harus bersikap seolah-olah jadwalnya sangat padat, sehingga orang yang akan menyewa jasanya tidak akan berpikir dua kali untuk meminta jasa Luci, berikut tidak akan berpikir dua kali untuk memberi Luci bayaran yang cukup mahal.

"Temui saya di taman kota sekarang juga! Saya memberi Anda waktu sepuluh menit," kata orang di seberang.

Tut!

Panggilan dimatikan oleh orangg itu bahkan sebelum Luci menyetujui atau menolak ajakan bertemu itu.

Tapi toh tidak ada gunanya terkejut, karena ini bukan kali pertama Luci mendapat klien yang rewel.

Selama ini Luci sering mendapatkan klien yang rewel, salah satunya adalah Tuan Philip

Luci pun bergegas untuk keluar dan meninggalkan steak enak dengan rasa sangat sempurna itu begitu saja.

Gadis itu kemudian menuruni tangga untuk menuju ke bawah, ke pelataran flat bertingkat dua itu.

Di pojokan Luci mengambil sepeda miliknya. Lalu gadis itu mengayuh sepeda dengan cepat sekali.

Taman kota agak terlalu jauh dari sini. Jika naik bus mungkin waktunya tidak akan cukup. Tapi jika Luci bisa ngebut, mungkin akan lain ceritanya.

Setelah bersepeda setidaknya sepuluh menit kurang sedikit dengan kecepatan tak terhingga cepatnya, Luci pun membanting sepeda miliknya ke tanah untuk melesat menuju dua orang lelaki yang tengah mengenakan kemeja dan celana hitam panjang dan rapi.

"Tuan John F. Roster! Ini Luci, Tuan." Luci terengah ketika menghampiri Tuan John.

Tuan John ternyata adalah seorang lelaki bertubuh tinggi dengan usia sekitar empat puluh tahunan. Gesturenya hampir mirip dengan Manny, tapi dia bukan Manny.

Tuan John menatap datar kepada Luci sembari mengawasi gadis itu dari atas ke bawah, lalu menaikkan alis.

"Apa Anda yakin ingin bekerja sama dengannya, Tuan?" Tuan John bertanya pada seorang elaki yang berdiri tepat di sampingnya.

Lelaki itu bertubuh jangkung dengan otot ideal. Dia juga memakai sebuah kemeja yang dilinting.

Rambutnya tebal dengan aroma parfum yang agak dikenali oleh Luci. Wajah lelaki itu tertutupi oleh bayang-bayang lampu taman kota.

"Aku yakin. Sekarang kau boleh pergi, John. Biar aku yang menangani." Lelaki itu menjawab. Suaranya adalah sebuah suara bass yang sangat berat dengan penekanan yang keji dan juga kejam.

Belum lagi aura dingin yang menyebar setelah orang itu berkata. Dan yang paling penting adalah suara itu mirip dengan suara seseorang.

"Baik, Tuan! Kami tetap akan memperketat tempat ini." Tuan John lalu mundur untuk pergi menjauh.

Di kejauhan lelaki itu terlihat berkomunikasi dengan yang lain. Lalu ketika Luci mengedarkan pandangannya dengans angat teliti, ternyata sudah banyak orang yang berjaga-jaga di sekitar Luci.

Kejutan lain pun masih menunggu. Lelaki yang sekarang berdiri tepat di depan Luci itu sekarang berbalik untuk menunjukkan wajahnya.

Dan ketika itu barulah Luci mengetahui kenapa semua dari lelaki asing di samping Tuan John itu begitu familiar bagi Luci.

Karena sebelumnya Luci pernah bertemu dengan lelaki itu . Bahkan lelaki itu yang sudah lancang mencuri ciuman pertama Luci.

"Hallo, Nona Luci! Aku Evan Robert Hudan," kata Evan dengan suara dinginnya.

***

Next chapter