Dan setelah Vivadhi Ranata menghunus keris tersebut dari sarungnya, mata sang lelaki pun tak pelak terbelalak tak percaya melihat benda macam apa yang dipegang di tangannya saat itu.
Bagaimana tidak, benda yang dipegang di tangannya tersebut benar - benar tidak bisa disebut sebagai keris.
Pakemnya tidak karuan, pendhok dan dhapurnya gak jelas.
Kalau boleh dibilang, benda tersebut adalah sebuah tiruan vulgar dari barang pusaka warisan budaya leluhur.
Bahkan bisa dibilang, keberadaan benda tersebut adalah sebuah vandalisme yang sangat jahannam terhadap adat dan budaya perkerisan di tanah nusantara ini.
Vivadhi Ranata dengan setengah tak percaya melirik kenalannya yang memiliki keris tersebut.
Ingin rasanya Vivadhi Ranata mengutarakan pendapatnya, namun karena dilihat oleh sang lelaki betapa kenalannya tersebut sangat bangga dan mempercayai "tuah" dari barang tiruan tersebut....
Maka sang lelaki pun tak sanggup menemukan kata - kata yang sekiranya tepat untuk diutarakan kepada kenalannya tersebut tanpa menyakiti harga diri dan perasaan orang tersebut.
Akhirnya Vivadhi Ranata pun lebih memilih berdiam diri saja dan membiarkan si kenalannya tersebut tetap yakin dan percaya pada "tuah" yang dimiliki oleh "barang pusaka" miliknya tersebut.
Daripada nanti malah ribut dan berantem, apalagi ini kan masalah keyakinan, mau seperti apa pun diberitahukan dengan logika dan akal sehat, kalau orangnya sendiri tidak percaya dan lebih yakin dengan "pegangan" yang sudah dimiliki olehnya, ya mau bagaimana lagi?
Sejak saat itu, Vivadhi Ranata sudah tidak pernah percaya lagi sama yang namanya "tuah - tuahan" dan "barang pusaka".
Sang lelaki sudah menginsyafi, bahwa sesungguhnya lah segala keajaiban dan tuah itu sudah ada di dalam diri sendiri, yang berasal dari alam pikiran dan kepercayaan orang tersebut yang didukung oleh cara dan sudut pandang yang dimiliki oleh dirinya dalam menjalani kehidupan di dunia ini.
Buktinya, kenalannya tersebut, yang jelas - jelas memiliki "barang palsu" yang dia daulat sebagai "benda pusaka" bahkan sampai memuja - muja dan merawat benda tersebut seperti warisan peninggalan leluhurnya sendiri, sanggup "menarik tuah" dan "mendapat berkat" dari kekuatan iman dan kepercayaannya sendiri.
....
Kembali ke masa kini, setelah Vivadhi Ranata menceritakan kisah tersebut kepada para kekasihnya, yang termanggut - manggut setuju dengan pendapat lelaki tentang kekuatan kepercayaan atau yang bahasa kerennya disebut The Power of Believe, maka mereka pun kembali melanjutkan diskusi mereka perihal nasib dan peruntungan.
Menurut perhitungan Saladhina Olivia, yang juga didukung oleh pendapat Faladhina Kiseki dan Myradhia Chikane yang berdasarkan pada pengertian mereka tentang nasib dan peruntungan, maka ketiga orang gadis tersebut menarik beberapa kesimpulan terkait dengan fenomena supranatural yang baru saja mereka alami.
Yang pertama, fenomena supranatural yang baru saja mereka alami tersebut terjadi karena luapan energi yang muncul dari tempat mereka berpijak saat ini.
Dari penelaahan yang dilakukan oleh Faladhina Kiseki dan Myradhia Chikane yang sangat sensitif akan keberadaan medan energi karena asal usul mereka sebagai makhluk setengah dewa, telah ditemukan bahwa mereka berenam kini sedang berdiri di atas pusat Urat Naga (Dragon Vein) atau jalur energi spiritual yang juga populer disebut dengan Ley Line dan Spirit Vein.
Dengan keberuntungan yang berada di pihak mereka, pertarungan yang mereka lakukan di atas medan pusat Dragon Vein tersebut dan penarikan energi besar - besaran yang disebabkan oleh Ilmu Ajian Seni Kekayaan Pixiu yang dimiliki oleh Vivadhi Ranata yang menyerap energi kultivasi dari lawan - lawan yang telah mereka tumbangkan telah menstimulasi medan pusat dari Spirit Vein tempat mereka berpijak sekarang ini untuk meluapkan banjiran energi yang berlimpah - limpah yang telah terkumpul selama ini di medan pusat tersebut.
Hal ini dapat diumpamakan seperti sekantung balon yang telah diisi oleh udara.
Dimana medan pusat yang sudah penuh mengandung banyak energi yang terkumpul di dalamnya tersebut dapat diumpamakan sebagai balon yang telah diisi dengan udara.
Kemudian musuh musuh yang telah ditumbangkan oleh mereka dan diubah menjadi energi kultivasi oleh Ilmu Ajian Seni Kekayaan Pixiu adalah bagaikan udara tambahan yang dimasukkan lebih banyak lagi ke dalam balon tersebut.
Lalu tarikan - tarikan energi spiritual dari Ilmu Ajian Seni Kekayaan Pixiu yang sedang menghisap energi kultivasi di sekelilingnya tersebut adalah bagaikan sebuah tusukan jarum yang mencoba melubangi balon udara tersebut untuk mengeluarkan udara yang tersimpan di dalamnya.
Apa yang terjadi ketika sebuah balon yang sudah penuh berisi udara ditusuk dengan jarum?
Maka tentu saja balon tersebut akan meletus dan meledakkan semua udara yang tersimpan di dalamnya keluar, bukan?
Dan hal itu lah yang terjadi tadi, medan energi yang sudah penuh tersaturasi selama bertahun - tahun tiba - tiba saja mendapat pasokan tambahan energi yang berlimpah ruah sebelum kemudian energi yang baru saja dikonversi dari mayat - mayat korban mereka tersebut semuanya dihisap oleh Vivadhi Ranata.
Tarikan dan hisapan energi oleh Ilmu Ajian Seni Kekayaan Pixiu inilah yang kemudian merangsang energi yang juga sudah penuh tersimpan di medan tersebut untuk ikut keluar menyeruak dan membanjiri mereka semua.
Dan kuat dugaan, energi keberuntungan yang terkandung di dalam Koin Keberuntungan yang didapatkan oleh Sang Lelaki di Chapter Lima tersebut habis untuk memicu kejadian yang hanya bisa terjadi di tempat tertentu seperti medan energi tempat mereka berada dengan situasi dan kondisi yang sudah terpenuhi serta waktu yang tepat dimana semua faktor - faktor pendukung yang ada sudah lengkap.
Sang lelaki yang telah menerima penjelasan dari ketiga orang kekasihnya tersebut cuma bisa menganggukkan kepalanya sambil manggut - manggut.
Jadi koin keberuntungan yang dimiliki oleh sang lelaki yang sedianya akan berguna untuk menghindari bencana dan kemalangan yang mungkin akan menimpa mereka selama berpetualang di Padang Harta malah sudah terpakai untuk mendatangkan keberuntungan besar yang sudah diraup manfaatnya oleh masing - masing dari mereka.
Dengan begini, satu - satunya benda yang dapat diandalkan oleh Vivadhi Ranata untuk melewati saat -saat sulit jika ada musuh yang kuat menghadang mereka hanya tinggal Sword Intent Fragment yang ada di punggung telapak tangan kanan Vivadhi Ranata serta Jimat Kunci untuk keluar dari Padang Harta jika mereka semua terpaksa harus kabur.
.....
Setelah selesai berdiskusi sambil istirahat makan siang, Vivadhi Ranata bersama dengan para kekasihnya pun berniat untuk pergi melanjutkan penyusuran mereka melintasi hutan purbakala ini menuju ke daerah pegunungan di utara.
Namun, baru saja mereka berjalan selama sepuluh menit meninggalkan tempat mereka berisitirahat makan siang, semak - semak dan pepohonan di sekitar mereka tersibakkan dan tiga orang pendekar serta kultivator yang berpakaian compang camping dan bersimbah darah di sana - sini datang dari tiga arah yang berbeda.