Banjarmasin, Kalimantan Selatan
Malam itu di salah satu sudut jalan, Nanda terlihat sedang membuntuti seseorang sembari merungkupkan jas panjangnya. Ia memang hanya memakai celana dalam tanpa bra sehingga ia harus merungkupkan jas panjang warna krem itu ke sekujur tubuhnya meski cuaca malam itu tidak dingin-dingin amat.
Nanda meraih gagang pistol yang sedari tadi ia sembunyikan di balik jas panjangnya itu.
Orang yang dibuntutinya terlihat menghentikan langkah kemudian melirik ke kiri tepat ke arah kaca jendela sebuah bangunan di pinggir jalan.
"Nanda, mau sampai kapan kamu membuntutiku sambil menutupi tubuhmu yang telanjang itu, huh? Kejadian di hutan Baduy itu rupanya membuatmu menjadi sangat terobsesi untuk seperti itu. Yah, semi telanjang begitu di area umum," ucap laki-laki berpakaian necis itu.
Nanda mendecih.
"Kau yang melakukannya padaku, Mike. Tapi aku mengejarmu bukan untuk membalas dendam. Aku ingin kau memberitahuku soal orang yang bernama Raden Mulya. Kau tahu bukan soal meledaknya Organ Reaktor Kayara? Orang itu biang keroknya. Pertanyaanku adalah di mana orang itu sekarang?" katanya sambil menyipitkan kedua matanya.
Mike terkekeh. "Kenapa kau menanyaiku, manis? Aku tidak tahu apa-apa soal Mulya. Okelah dia memang bosku dulu waktu aku bekerja di Organ Reaktor Kayara. Tapi itu dulu sekarang sudah tidak lagi. Jadi aku sudah lama tidak mendengar kabar mengenainya," tukasnya.
Nanda tiba-tiba melesat ke arah Mike kemudian menjatuhkan pria itu hingga telentang di atas tanah. Selanjutnya ia menodongkan pistol ke pelipis Mike sambil menjejakkan dengkulnya ke perut pria itu.
"Kau berbohong, Mike! Lalu ini apa?" Nanda menggeram sambil memperlihatkan selembar foto screenshot rekaman CCTV lengkap dengan tanggal video diambil.
Mike terkejut melihat itu. Ia dengan cepat mendorong Nanda hingga perempuan itu jatuh terjengkang. Selanjutnya ia berlari mencoba kabur dari Nanda.
"Mike! Ternyata memang kau sedang berbohong!" teriak Nanda seraya melompat bangun kemudian mengejar Mike. "Lebih baik kau berhenti atau akan kutembak bokongmu!" tambahnya.
"Lakukan saja kalau bisa!" balas Mike.
Mendadak dari depan muncul sesosok perempuan yang seperti berbalut kobaran api yang menerangi tempat tersebut. Sosok tersebut menghadang langkah kaki Mike membuat pria itu tertegun di tempat.
"Halo Mike. Masih mengenaliku?" ucap sosok perempuan itu disusul padamnya kobaran api yang membalut tubuhnya.
Sosok perempuan itu telanjang bulat. Hanya kobaran api yang menyelimuti hingga menutupi area terlarangnya. Meski demikian, karena yang menyelimuti tubuhnya adalah lidah api, maka terkadang area kewanitaannya terekspos.
Nanda maupun Mike dapat melihatnya dengan jelas.
"Dewi? Bukannya kau?" Mike terperangah saat melihat sosok yang menghadangnya itu.
Perempuan bernama Dewi hanya tersenyum. Ia memiliki lesung pipit ketika tersenyum, menambah kesan manis di wajahnya yang memang sudah sedemikian cantik.
Ia juga melihat ke arah Nanda yang juga turut terperangah melihat ke arahnya.
"Nanda, kamu sedang ada di sini? Bagaimana kabar teman-teman? Alex, Nina, bos besar Edo Kagelesi?" Dewi berujar saat menatap ke arah Nanda.
Sementara Mike yang merasa posisinya tidak beruntung namun memiliki kesempatan untuk lari, tanpa menghiraukan kehadiran Dewi, segera mengambil langkah seribu. Namun sial baginya, tiba-tiba Dewi melesat dengan kecepatan seperti kilat. Tahu-tahu gadis itu sudah kembali menghadangnya.
"Jangan lari, Mike. Kita bisa bekerja sama. Tidak perlu takut kepada Mulya. Aku sendiri yang akan menghajarnya jika ia berani menyakitimu," ujar Dewi sambil tersenyum ke arah Mike.
Beberapa saat kemudian di dalam sebuah ruangan yang luas, tampak Nanda sedang sibuk dengan teleponnya.
"Jadi dia berhasil kabur?" ucapnya.
"Benar, mbak Nanda. Yang lebih parah lagi, Sofyan terluka tembak karena berusaha menangkapnya," tukas penelepon dari seberang.
"Sial! Ya sudah, setidaknya aku sudah mengamankan orang dekat Mulya. Mungkin ia bisa membantu kita menemukan Mulya dan menyeretnya ke hadapan bos," ucap Nanda seraya melirik ke arah Dewi yang baru tiba, menatapnya tanpa ekspresi.
"Baik, mbak Nanda. Sekarang mbak sedang di mana? Kami akan segera meluncur ke sana, dan oh iya, bos tadi meneleponku. Katanya kita harus segera pulang ke markas. Ada hal yang sangat penting yang harus dibicarakan," kata si penelepon.
"Zaman sudah canggih. Ada peralatan conferency call jarak jauh. Kenapa kita harus repot-repot pulang hanya untuk berbicara?" kata Nanda dengan nada agak naik.
"Entahlah, mbak Nanda. Mungkin bos Barry ingin bernostalgia. Ia mungkin ingin melakukan segalanya serba manual," sahut si penelepon.
"Baiklah, mungkin ada alasan kenapa bos memanggil kita pulang. Kamu sebaiknya kemari, ke markas Agen K.U.A.T. cabang Banjarmasin. Aku sedang di sini," tutup Nanda.
"Dikonfirmasi." Penelepon di seberang menyahut.
Dewi tanpa berkedip menatap ke arah Nanda yang saat ini berdiri membelakanginya. Ia memperhatikan gadis di depannya yang hanya mengenakan pakaian dalam sembari sesekali menggaruk bokongnya.
"Apa yang kamu lihat?" Nanda berbalik kemudian menatap ke arah Dewi.
"Aku menanyaimu soal kabar teman-teman. Kenapa kamu tidak menjawab?" Dewi berkata ketus.
Nanda hanya tersenyum miring. Ia kemudian maju kemudian meraba kemaluan gadis di depannya itu.
"Masih hangat seperti dulu?" ucapnya. "Teman-teman semuanya masih hidup. Alex, Nina, Suci, dan umm, ah aku lupa siapa cowok itu. Dia sering sekali melihatiku tanpa berkedip persis sepertimu tadi."
"Lalu bagaimana dengan bos Edo?" Dewi menggigit bibirnya menahan rasa di area bawahnya itu.
"Dia? Sudah lama tidak bersama kami sejak kasus Maman Suparman. Ia terlibat dan sayangnya ketahuan. Jadi deh diburu negara," ucap Nanda tanpa menghentikan meraba-raba kemaluan Dewi.
"Sebaiknya kau hentikan itu, Nanda. Nanti yang keluar bukan lagi cairan bening melainkan lava yang panas," kata Dewi seraya menjauhkan tubuhnya dari Nanda.
"Masa? Kau sudah menjadi pahlawan super sekarang, huh?" tukas Nanda.
"Bukan pahlawan. Aku hanya tukang bakar ayam."
Dewi kemudian menuju sebuah sofa panjang dan duduk di atasnya.
"Mike bilang Mulya biasanya pergi ke perbatasan Kalimantan Barat dengan wilayah yang secara de jure milik RI namun secara de facto dikuasai Handi Subrata. Kau tahu kan Republik Gelora Laut (RGL)? Nah, negara sempalan itu yang kini menguasai Kalimantan Barat bagian barat," tuturnya.
"Aku tidak menganggapnya sebagai negara. Lebih tepatnya lelucon yang tidak lucu yang dilakukan Handi bersama para pendukung setianya. Oh, iya, wi. Kalau kamu ingin bertemu Alex, Nina, dan Suci, nanti ikut aku saja ke markas di Pulau Antah-Berantah. Mereka pasti akan merasa sangat senang dengan kedatanganmu," lanjutnya.
"Kenapa kamu hanya menyebut nama mereka? Bagaimana dengan Salsa, Ali, dan Hafidz?"
Nanda menundukkan wajah melihat ke lantai di mana bayangan dirinya memantul.
"Kamu tidak mendapatkan kabar soal mereka, wi? Aku bahkan hampir bernasib sama dengan mereka," ucapnya sendu seraya mengingat saat-saat mengerikan itu. "Indra."
"Jadi Indra melakukannya? Ia membunuh teman-teman kita? Benar-benar pengkhianat! Akan kubakar dia kalau kutemukan!"
"Tidak perlu, wi. Aku sudah melenyapkannya dengan senapan runduk SSR33," tukas Nanda seraya duduk di samping Dewi.
"Kenapa harus SSR33? Kenapa juga kau harus menyebutkan senjata apa yang kau gunakan untuk membunuh Indra?"
"Biar kamu terkesan begitu sama aku, begitu lho. Itu memang menjadi hal yang membanggakan bagiku setelah berhasil membunuh pembunuh teman-temanku."
Dewi menghela nafas. "Padahal dia sudah kuanggap sebagai kakakku sendiri. Tega sekali dia mengkhianati kita."
"Setelah kalian berdua putus lalu kau anggap dia sebagai kakak? Aneh sekali," tukas Nanda sambil menggelengkan kepala.
Waktu berlalu
Beberapa hari kemudian, Nanda bersama rekan-rekannya dan juga Dewi telah berada di markas utama Agen K.U.A.T. yang lokasinya dirahasiakan.
Di dalam ruangan yang dipenuhi layar berukuran besar serta meja kerja dengan banyak keyboard dan mouse, Nanda bersama Dewi dan yang lain sedang berjalan-jalan memperhatikan seisi ruangan itu.
Tak lama Barry muncul bersama Alex, dan Suci.
Barry tampak tercengang melihat Dewi. Ia memang pernah bertemu dengan gadis itu beberapa tahun yang lalu saat ia masih menjabat sebagai Direktur Agen K.U.A.T. Cabang Pekanbaru. Gadis itu adalah mantan agen yang memilih keluar karena tawaran mengepalai reaktor matahari di Kayara.
Terakhir ia mendengar kabar jika gadis itu tewas dalam kecelakaan reaktor matahari yang disebut sebagai Organ Reaktor Kayara (ORK). Namun kini ia dihadapkan pada kenyataan jika gadis itu secara ajaib ternyata masih hidup.
"Jadi sekarang yang memegang kendali adalah anda, Pak Barry?" ujar Dewi seraya menghampiri pria berkulit gelap serta berambut keriting tipis putih itu.
Barry tersenyum kemudian menyalami gadis yang saat ini mengenakan setelan kasual tersebut.
"Apa kabarmu, muridku?" ujarnya.
Dewi tersenyum tanpa melepaskan jabat tangannya dengan Barry. Ia menatap pria berkulit gelap berusia di atas 40 tahun itu.
"Sudah bersalamannya?" Nanda berujar seraya meraba kemaluan Dewi.
Barry terkejut melihat apa yang dilakukan Nanda. Ia juga terkesiap saat melihat reaksi Dewi diperlakukan seperti itu.
"Perempuan mesum. Kebiasaan lama diulang lagi," komentar Alex sambil menonjok kening Nanda dengan telunjuknya. "Kau ini lesbi ya, nda? Aku selama ini tidak tahu orientasi seksualmu. Padahal kita sudah lama bersama."
Nanda melirik ke arah Alex dengan raut wajah datar.
"Kau ingin aku raba juga, lex?" ucapnya.
"Nggak deh, terima kasih. Aku lebih suka menonton anime daripada kamu raba-raba," tukas Alex melengos seraya berlalu menuju salah satu layar yang terpampang di atas meja.
"Dasar jaim," kata Nanda seraya kembali kepada Barry dan Dewi.
"Bos memanggil kami kemari karena ada hal penting yang ingin dibicarakan. Hal penting yang bagaimana, bos?" tanyanya kepada Barry.
Barry menghela nafas. "Aku sering bermimpi bumi diinvasi oleh alien. Bukan Kaesphenzae aku kira. Karena itu tidak seperti Kaesphenzae."
"Bos, darurat! Ada UFO di atas langit Barbados!" Alex tiba-tiba berteriak setelah melihat radar di layar menangkap pergerakkan beberapa benda asing yang melayang di atas langit Kepulauan Barbados.
Barry segera menuju ke Alex diikuti yang lain. Ia pun melihat ke layar.
"Itu adalah sekoci dari pesawat alien yang parkir di atmosfir kita, Barry," ujar Dewi membuat Barry terkejut.
"Sekoci alien? Berarti invasi alien itu benar-benar nyata," ucap Barry dengan raut wajah tegang memperhatikan layar itu.
"Aku sudah bertemu dengan pemimpinnya. Aku sudah memperingatkannya untuk segera pergi meninggalkan bumi atau ia akan mendapat konsekuensinya yaitu mendapat perlawanan dari para penjaga bumi," tukas Dewi semakin membuat Barry tercengang.
"Bagaimana bisa kau menemui mereka?" tanya Barry heran.
Dewi tersenyum. "Lihatlah."
Ia kemudian merentangkan kedua tangannya. Tak lama kemudian tubuhnya melayang ke udara kemudian diselimuti kobaran api yang membakar seluruh pakaiannya hingga tidak tersisa.
"Hei, kau membakar pakaian favoritku!" teriak Nanda sambil menunjuk ke arah Dewi yang kini telanjang berbalut kobaran api.
Semua orang jelas sangat terkejut melihat Dewi yang bertransformasi menjadi wanita telanjang yang berbalut kobaran api yang sangat panas. Bahkan api yang menyelimuti tubuhnya sebagian kecil adalah api putih.
"Bisa kau hentikan itu! Kau bisa membakar kami semua!" teriak Alex.
"Nama pemimpinnya adalah Doros Tabrul. Ia seorang maniak sinar laser. Aku hampir bertarung dengannya. Tapi untungnya ia mau mendengarku. Tapi ya begitulah alien invasif. Ia tetap akan turun ke bumi untuk menanamkan apa yang disebutnya sebagai 'BENIH'. BENIH ini yang akan dia gunakan untuk membawa planet kita ke hadapan junjungannya yang entah itu siapa. Aku sudah memperingatkannya tetapi ia tidak peduli. Tampaknya kita harus siap bertarung untuk melawan Doros Tabrul dan pasukan kelelawar iblisnya. Aku menyebut pasukannya Doros Tabrul sebagai Bat-devil," tutur Dewi seraya mendaratkan kedua kakinya di lantai.
"Ini akan sangat mengerikan," tukas Barry seraya mengerutkan keningnya.
Sementara di atmosfir bumi, di mana sebuah pesawat luar angkasa milik angkatan perang Kekaisaran Kasalga terparkir.
Di dalam pesawat tersebut, sang pemimpin ekspedisi yang dalam hal ini adalah Doros Tabrul, tampak berdiri menatap ke arah layar besar dengan bingkai tidak beraturan di hadapannya.
"Semua benih telah ditanam tepat di bawah permukaan planet yang sebagian besar permukaannya adalah cairan. Tinggal nanti kita mencari alat yang sesuai yang dimiliki manusia untuk mengaktifkan semua benih itu. Saatnya mencari alat itu. Cari sampai ketemu!" ucapnya seraya meraih gagang sebuah senjata mirip senapan dengan ukuran besar berwarna biru mengkilat.
Selanjutnya dari pesawat besar tersebut keluarlah gerombolan makhluk mirip kelelawar yang menggendong senjata penembak laser. Pasukan kelelawar tersebutlah yang disebut sebagai Bat-devil.
Selain pasukan Bat-devil, juga terdapat seberkas cahaya berwarna biru pucat yang merupakan alat teleportasi bagi Doros Tabrul.