"Dia dipecat" ujar Saga dengan tenang.
Dipecat? batin Stella.
Stella berpikir, tidak heran jika Jamet sangat terlihat marah padanya tadi. Untuk menjabat sebagai seorang manajer, pasti Janet sangat bekerja keras dan membutuhkan banyak waktu. Namun, kerja kerasnya dihancurkan dalam waktu singkat.
Tapi, Stella sama sekali tidak bersimpati padanya, karena menurutnya itu setimpal dengan perbuatan Janet padanya kemarin.
Saga yang melihat Stella hanya terdiam, segera bertanya, "Apa dia mempermalukanmu lagi?" Dapat dirinya lihat ekspresi kesal Stella. Sehingga, dia kembali berkata dengan nada menenangkan, "Jangan marah. Kau juga tidak usah khawatir. Pasti dia sudah kapok sekarang dan menyesali perbuatannya padamu."
Stella yang mendengar itu, menoleh ke arah Saga dan membalas dengan tulus, "Ya. Cepat atau lambat dia pasti akan meminta maaf padaku. Saga, terima kasih atas bantuanmu."
Dirinya yakin jika pemecatan Janet karena Saga. Jika bukan, kenapa mantan manajernya itu terlihat sangat marah padanya tadi?
Saat mendengar itu, Saga sedikit membungkuk dan mendekatinya, hingga Stella dapat merasakan nafas hangat di wajahnya.
Pria itu menyeringai, dan berkata perlahan, "Hmm … Terima kasih saja belum cukup"
Stella mendengus, dan mundur perlahan saat tahu maksud dari Saga. Jadi, dia segera mengubah topik pembicaraan mereka. "Bukankah kau berkata sedang mencari pasangan untuk ke acara pelelangan nanti?"
Saga tersenyum, tidak mengatakan apapun, dan menggandeng Stella masuk ke dalam mobilnya.
___________
Saat ini, dapat Stella lihat depan gedung Hotel Antariksa yang sudah ramai dengan kendaraan, juga wartawan yang akan meliput acara pelelangan nanti.
Ini juga bukan pertama kalinya Stella berpartisipasi dalam pelelangan, namun entah kenapa dirinya merasa gugup.
Saga di sebelahnya, yang merasakan kegugupan Stella, segera menggenggam tangannya dan menenangkannya. "Jangan gugup. Ada aku bersamamu di sini."
Kata-kata Saga berhasil menenangkan diri Stella, juga membuat jantungnya berdetak dengan keras kali ini.
Mobil mereka kemudian berhenti tepat di depan pintu masuk hotel. Saga keluar dari dalam mobil dahulu, kemudian membukakan pintu untuk Stella dan mengulurkan lengannya.
Stella segera mengalungkan tangannya di lengan Saga dan perlahan keluar dari dalam mobil.
Mereka berjalan menuju pintu masuk sambil tersenyum saat semua wartawan di sana mengambil foto mereka.
Setelah sampai di aula hotel, Stella tetap memegang lengan Saga, tidak ingin melepaskannya sambil pria itu berbicara dengan beberapa koleganya.
Diam-diam Stella tersenyum dan memandang Saga penuh kekaguman. Dirinya tidak menyangka jika Saga sangat lihai saat berbicara soal bisnis dengan kole-koleganya.
Tidak heran Maheswara Corp menjadi salah satu perusahaan yang sukses! batin Stella.
"Stella, apa kau capek?" Saga bertanya padanya saat koleganya sudah meninggalkan mereka berdua.
Stella menggelengkan kepalanya dan menatapnya dengan intens.Dia mengagumi ketampanan Saga saat ini. Dirinya menyukai aura kepemimpinan Saga.
Memang laki-laki pekerja keras adalah yang paling tampan! batin Stella sambil terus memandangi Saga dengan tersenyum.
Sedangkan, Saga yang menyadari tatapan Stella, menyeringai. Kemudian, dia sedikit membungkuk dan berbisik di telinga Stella, "Apa kau mengagumi ketampananku?"
Stella yang tersadar segera berkata dengan panik, "T-tidak, kok."
Saat tahu Stella yang panik, dirinya ingin kembali menggoda wanita itu.
Namun, sebuah suara menghentikannya.
"Saga!" teriak seorang pria.
Stella yang mendengar suara itu, tubuhnya menegang, dan jantungnya berdegup kencang.
Di sisi lain, Saga segera menoleh dan tersenyum saat melihat orang yang dikenalnya berjalan mendekati mereka.
"Paman Firman" ujar Saga antusias.
Paman Firman?
Apa Paman Firman yang itu? batin Stella bertanya-tanya.
Stella dengan cepat mengangkat kepalanya dan saat melihat Firman, dia terkejut.
Waduh! Gawat! batin Stella panik.
Dia segera menundukkan kepalanya karena tidak ingin pria paruh baya yang dikenalnya itu melihat wajahnya.
Tuhan! Bagaimana ini?! Kenapa disaat-saat seperti ini?! batin Stella.
Firman adalah teman baik ayah Saga, Frans dan karena Stella sering mengunjungi Frans, Firman juga mengenalnya, tidak hanya mengenalinya, namun sangat mengenalnya.
Memang, Saga, suaminya sendiri, tidak mengenalnya, namun Stella yakin pria itu pasti mengenali dirinya.
Bagimana ini? batin Stella panik.
Dirinya terlalu panik hingga tidak dapat memikirkan apapun.
Stella memang memiliki firasat jika dia akan bertemu dengan Firman di acara pelelangan ini. Ternyata, firasatnya memang benar.
Jika Paman mengenal ku nanti, dan memberitahu Saga aku adalah Dera ….
Wajah Stella menjadi lebih pucat selama dia memikirkan kemungkinan itu, dan membuatnya semakin gemetar.
Sedangkan, Saga yang menyadari Stella yang gemetaran di sebelahnya, menjadi khawatir dan segera bertanya, Ada jejak kekhawatiran di matanya, dan dia bertanya, "Apa kau merasa kedinginan, Stella?"
Stella yang mendengar pertanyaan itu, menggelengkan kepala cepat karena dia tidak ingin Saga menyadari kepanikannya.
Di sisi lain, Firman yang berjalan mendekat ke arah Saga, dapat melihat seorang wanita yang tampak akrab di sebelah anak temannya itu. Namun, saat memastikan itu, dia tidak bisa melihat wajahnya karena wanita itu terus menunduk
Setelah beberapa saat, dia sampai di depan kedua pasangan itu.
Dia merasa sedikit aneh saat melihat Saga menggandeng wanita lain, bukan istrinya. Bagaimanapun, dia juga tahu jika temannya memiliki seorang menantu.
Tatapan Firman tertuju pada wanita di samping Saga, dan memandangnya dari atas ke bawah. Semakin dia menatapnya, semakin akrab dia, seolah-olah wanita itu terlihat seperti Dera.
Tapi, bukankah hubungan Saga dan Dera sangat buru? Ayahnya saja sering mengeluhkan itu padaku, batin Firman.
Jadi, bagaimana bisa mereka datang berdua ke pelelangan?
Firman kembali menatap Saga dan bertanya, "Saga, siapa nona muda ini?"
Dapat dia lihat Saga yang tersenyum, kemudian melirik ke arah wanita di sampingnya dan berkata, "Paman Firman, perkenalkan, Dia temanku, Stella."
Teman?
Stella?
Jadi, bukan Dera? Tapi, dilihat dari postur tubuhnya itu seperti Dera, batin Firman.
Namun, dia kembali memikirkan ekspresi Saga saat mengenalkan teman wanitanya itu padanya. Dia berpikir jika Saga menganggapnya lebih dari teman saat melihat senyuman Saga.
Dia mengerutkan kening, dan tiba-tiba memikirkan Dera, istri Saga.
Seperti Frans, dia juga sangat menyukai Dera. Jika Dera tahu bahwa Saga memiliki wanita lain di luar, Firman tidak bisa membayangkan betapa sedihnya Dera.
Saat memikirkan hal itu, dia Memiliki rasa kasihan kepada Dera, kemudian memdangan wanita itu dengan pandangan tidak suka, lalu berkata, "Saga, kenapa Stella terus menundukkan kepalanya? Tidak bisakah dia mendongak dan menatap lawan bicaranya?"
Sedangkan, Stella menjadi lebih panik saat mendengar itu.
Dia mencengkram tangannya erat-erat, tidak peduli jika kukunya sampai melukai tangannya.
Stella segera memikirkan cara untuk melarikan diri dari situ, namun tidak memiliki ide apapun.
"Stella, angkat kepalamu dan beri salam pada Paman Firman." Saga yang memikirkan hubungan baik antara Firman dan Frans, dan dirinya ingin Stella membuat kesan yang baik di depan Firman. Oleh karena itu, Saga segera menyuruhnya.
Dia mengira jika Stella hanya merasa malu.
Sedangkan, Stella menelan ludahnya. Dia masih memikirkan alasan untuk pergi dari situ karena tidak bisa membiarkan Firman melihat wajahnya saat ini.
Lalu, dia memperoleh sebuah ide, dan segera berujar, "A-aku … Perutku rasanya sakit sekarang, dan aku ingin pergi ke kamar mandi."
Saga yang tidak menerima penolakan Stella, segera berkata dengan tegas padanya, "Tidak boleh. Angkat kepalamu dan beri salam kepada Paman Firman, lalu kau boleh pergi ke kamar mandi!"