webnovel

Seorang Penguasa Baru

Tiga pria besar lainnya juga masuk. Masing-masing dari mereka memegang erat seorang gadis. Gadis-gadis itu adalah Tasya dan teman-temannya.

Saat ini, Tasya tiba-tiba menggigit tangan pria besar yang memeganginya, dan pria besar itu menjerit kesakitan.

"Kak Erza, orang-orang ini akan memukul kita." Tasya dengan cepat berlari ke belakang Erza. Erza masih terdiam. Dia tahu pergi ke karaoke larut malam pasti akan menimbulkan masalah.

"Sial! Aku akan membunuhmu, bocah tengik!" Saat dia berbicara, pria besar itu berjalan ke arah Tasya.

"Hei, dia hanya anak-anak, bukankah kamu terlalu serius?" Erza tidak akan membiarkan orang-orang ini menyentuh Tasya.

"Brengsek! Mereka menabrak kami tadi. Sekarang kamu malah memarahi kami? Aku akan membunuh kalian semua hari ini!" teriak pria berbadan besar yang ada di barisan depan. Saat ini, teman-teman Tasya sudah ketakutan, terutama Zenida. Erza dapat melihat dengan jelas bahwa kaki Zenida terus-menerus gemetar, dan celananya basah. Erza juga tidak bisa berkata-kata tentang hal ini. Dia tidak menyangka Zenida akan setakut itu.

"Ada banyak orang yang ingin membunuhku, tapi aku baik-baik saja sekarang. Saudaraku, bicaralah pelan-pelan. Jangan marah." Erza mengangkat bahunya.

"Wah, ini gila sekali. Tidak apa-apa, aku akan melepas kalian asal kamu bisa memberiku 10 juta." Pria berbadan besar itu berkata dengan terkekeh.

"Saudaraku, apa menurutmu aku kaya?" Erza menatap pria itu dengan penuh tanya. Dia heran mengapa orang-orang ini membicarakan uang dalam segala hal.

"Mudah untuk mengatakan jika kamu tidak punya uang. Ada beberapa cewek di sini. Kamu bisa jual mereka. Mudah, bukan?" Pria berbadan besar itu memberi ide.

"Saudaraku, semuanya masih anak-anak."

"Sial, omong kosong apa ini? Beri uangnya atau aku akan membawa semua gadis ini."

"Apakah ada pilihan lain?"

"Nak, apakah kamu ingin berkelahi?"

"Saudaraku, bagaimana kalau kamu dengarkan aku dulu?" Erza tersenyum sedikit.

"Hentikan omong kosong sialan itu dan bicara dengan cepat."

"Mengapa kamu tidak membiarkan kami pergi, lalu keluar dari sini, dan aku akan menganggap bahwa tidak ada yang terjadi." Ketika Erza selesai berbicara, tidak hanya pria besar ini, tetapi juga Tasya tercengang. Apakah Erza sudah gila?

"Nak, apakah kamu tahu dengan siapa kamu berbicara?" Pria besar itu mengambil botol anggur di sebelahnya. Dia memasang senyum di wajahnya. Lalu, bermain dengan botol anggur, dan mendatangi Erza.

"Memangnya siapa kamu?" tanya Erza dengan berani.

"Aku akan membunuhmu." Pria besar itu tiba-tiba mengambil botol anggur dan hendak memukulkannya ke kepala Erza. Beberapa gadis di ruangan itu mengeluarkan suara teriakan, terlihat bahwa mereka sangat ketakutan.

PRANG!

Saat mendengar suara botol anggur yang pecah, beberapa anak menutup mata mereka. Mereka mengira Erza telah dipukuli. Namun, yang terdengar adalah teriakan yang menyakitkan dari si pria besar. Mereka pun membuka mata perlahan. Tetapi ketika mereka membuka mata, mereka langsung tercengang, terutama Zenida yang tidak percaya dengan pemandangan di depannya.

Erza masih berdiri di sana, tetapi pria besar itu terbaring di lantai dengan darah di kepalanya. Botol anggur itu juga ada di lantai.

"Keluar sekarang, masih ada waktu." Erza berkata lagi.

"Sial!" Beberapa pria bertubuh besar lainnya menjadi marah saat ini, dan menghampiri Erza. Ketika mereka sudah berada di depan Erza, Erza langsung menendang leher mereka satu per satu dengan tendangan yang garang. Ketika suara tulang retak terdengar, pria besar itu langsung jatuh ke lantai.

"Bunuh mereka!" Tasya tidak lagi takut, dan justru bersemangat.

"Menurutmu ini masih belum cukup?" Saat berbicara, Erza langsung meraih lengan pria besar itu. Lalu,, terdengar suara tulang retak.

"Aku akan membu-" Pria besar itu tidak bisa melanjutkan kata-katanya karena Erza membantingnya lagi ke lantai, dan suara tulang yang patah terdengar lagi.

Ketika melihat pemandangan ini, Tasya dan teman-temannya yang ada di ruangan itu menahan napas. Mereka menatap mata Erza dengan penuh ketakutan. Ternyata Erza sangat kejam.

"Ah, tidak! Sakit!" Saat ini, pria besar itu benar-benar tidak tahan lagi. Sedangkan, beberapa pria besar lainnya tidak bodoh. Mereka langsung lari karena tahu bahwa mereka tidak akan bisa mengalahkan Erza.

"Kak Erza, ayo cepat pergi." Setelah para pria besar itu keluar, Tasya juga mendatangi Erza dan berkata dengan terburu-buru. Tiba-tiba selusin pria besar lainnya masuk ke ruangan itu setelah dipanggil oleh para pria yang kabur tadi.

"Aku tidak bisa pergi." Erza harus menyelesaikan ini dulu sebelum pergi dari ruangan itu.

"Nak, kamu berani menyentuh pemimpin kami? Mari kita lihat bagaimana kamu bisa melawan kami sekarang." Semua pria itu menatap Erza dengan tatapan tidak terima.

"Kak Erza, apa yang harus kami lakukan?" Saat ini, Tasya benar-benar ketakutan.

"Aku juga tidak tahu bagaimana cara mengalahkan mereka sekarang." Erza juga sangat tidak berdaya. Dalam hatinya, dia mengutuk Tasya dan teman-temannya yang nekat untuk pergi ke karaoke malam-malam dan mencari masalah.

"Siapa yang berani menghabisi anak buahku?" Pada saat ini, sebuah suara tiba-tiba terdengar di luar pintu. Selusin pria itu langsung minggir dan memberi jalan.

"E-Erza?" Orang yang masuk ternyata adalah Wika.

"Wika, apa ini? Kenapa kamu tampak takut?" tanya salah satu pria besar yang merupakan bawahan Wika.

"Sial, ini kakak laki-lakiku. Apa kalian tidak tahu?" Wika membentak pria itu. Ketika mendengar ini, semua orang yang ada di dalam ruangan, termasuk Tasya, merasa tercengang.

"Erza, aku minta maaf. Aku tidak tahu itu kamu. Katakan saja apa yang harus aku lakukan untuk mendapatkan maaf darimu?" Wika berkata dengan cepat. Para pria besar di belakang Wika turut menunduk dan memohon ampun pada Erza.

"Lupakan, kalian semua pergi keluar, Wika dan aku ingin berbicara sesuatu." Erza mengibaskan tangannya. Dia tidak menyangka Wika bisa bergaul dengan orang-orang seperti itu sekarang.

"Kalian dengan apa yang dikatakan Erza? Keluar sekarang! Erza adalah bosku." Setelah Wika berbicara seperti itu, selusin pria berbadan besar itu segera lari keluar.

"Tasya, kamu bisa membawa temanmu keluar. Ada yang ingin aku bicarakan dengan Wika." Mendengar kata-kata Erza, Tasya tidak berani membantah. Dia langsung mengajak teman-temannya keluar.

"Erza, apakah kamu tertarik pada gadis di bawah umur?" Ketika Tasya dan yang lainnya keluar, Wika juga berkata dengan bercanda. Pada saat yang sama, Wika sedikit khawatir. Jika Erza benar-benar menyukai gadis di bawah umur, maka Wina akan dalam bahaya.

"Jangan bicara omong kosong. Sulit untuk menjelaskan semuanya. Ngomong-ngomong, Wina akan mulai sekolah besok." Erza mengubah topik pembicaraan.

"Ya, dia seharusnya pergi ke sekolah dari dulu." Mata Wika sedikit meredup.

"Jangan khawatir, aku akan selalu memeriksa kondisinya. Itu tidak akan berbahaya." Erza menepuk pundak Wika untuk menenangkannya.

"Terima kasih, Erza."

"Tak perlu bilang terima kasih. Ngomong-ngomong, apa kamu ingin mengantar Wina ke sekolah besok?" tanya Erza.

"Itu tidak mungkin. Kamu juga tahu bahwa aku tidak ingin orang lain tahu bahwa aku masih memiliki seorang adik perempuan." Ketika berbicara, wajah Wika bahkan lebih sedih. Sebenarnya dalam hati Wika, dia sangat merindukan adiknya.

"Aku mengerti. Aku akan terus menjaga Wina," ucap Erza dengan tulus.

"Aku lega adikku ada bersama denganmu sekarang."

"Ceritakan tentang dirimu, bagaimana kabarmu sekarang?" Inilah yang ingin ditanyakan Erza.

"Wilayah timur Kota Semarang berada dalam kekuasaanku sekarang." Ketika mengatakan ini, Wika sedikit bangga. Aura ksatria di tubuhnya juga terpancar. Dia benar-benar berbeda dari Wika yang dikenal Erza sebelumnya.

"Ya, ya, tapi terkadang, kamu tetap perlu memperhatikan keselamatanmu sendiri." Erza mengingatkan.

"Aku mengerti."

"Katakan padaku jika kamu mengalami kesulitan, dan aku akan mencoba yang terbaik untuk membantumu." Erza menepuk bahu Wika lagi.

"Tidak apa-apa, aku masih bisa mengatasi semuanya untuk saat ini."

"Aku harap kamu bisa menguasai Kota Semarang secepat mungkin, dan kemudian aku bisa pergi dari sini." Mata Erza juga tampak sedikit redup.

"Erza, apakah kamu akan meninggalkan Kota Semarang?" Wika tercengang.

"Tidak sekarang," jawab Erza.

Next chapter