"Paman, cepat ke sini. Kita semua sudah menunggu di sini." Suara Tasya terdengar tidak sabar.
"Aku akan segera ke sana." Erza menutup telepon. Dia langsung berlari menuju mobil. Lalu, dia menginjak pedal gas dengan keras, dan meninggalkan rumah.
Begitu mobil tiba di pusat kota, Erza dihentikan oleh Farina yang mengenakan seragam polisi.
"Farina, apakah kamu menjadi polisi lalu lintas lagi?"
"Aku bukan polisi lalu lintas. Ini hanya pemeriksaan rutin," kata Farina sedikit kesal.
"Oke, karena tidak apa-apa, aku akan pergi dulu."
"Tunggu! Masih ada lagi."
"Apa kamu akan memeriksaku lagi?"
"Tidak. Apakah kematian Pak Juri ada hubungannya denganmu?" Tiba-tiba Farina menatap langsung ke arah Erza dan bertanya. Setelah mengetahui bahwa Pak Juri dan orang-orang dari Perusahaan ARO meninggal secara tidak terduga, Farina merasa bahwa semuanya pasti berhubungan. Jika itu kecelakaan, bukankah itu terlalu kebetulan? Semuanya pada hari yang sama, dan waktunya relatif dekat. Farina selalu merasa bahwa itu semua telah direncanakan. Akan tetapi, dia tidak tahu siapa yang melakukannya.
Namun, setelah menyelidiki beberapa informasi, Farina tiba-tiba menemukan bahwa ketika Lana diculik, Perusahaan ARO dan Perusahaan HY milik Lana sepertinya sedang mendiskusikan sebuah proyek. Setelah penyelidikan terperinci, Farina kembali menemukan bahwa penculikan Lana mungkin dilakukan oleh Perusahaan ARO. Jika begitu, Farina berpikir bahwa Pak Juri dan orang-orang dari Perusahaan ARO sama-sama dibunuh oleh Erza.
"Farina, kamu percaya padaku, 'kan?" Erza juga sedikit tidak bisa berkata-kata, dan dia tidak pernah menyangka Farina begitu serius.
"Erza, katakan yang sebenarnya, apakah kamu melakukannya?"
"Jika aku melakukannya, apakah kamu akan menangkapku?" Erza tersenyum tipis.
"Kamu yang melakukannya?" Hati Farina sedikit terguncang.
"Tentu saja aku tidak melakukannya. Aku tidak tahu siapa Pak Juri itu."
"Erza, kamu benar-benar tidak melakukannya?"
"Bagaimana agar kamu bisa memercayainya?"
"Tapi…"
"Oke, Farina, ada yang harus aku lakukan. Mari kita bicarakan ini di lain hari." Erza benar-benar tidak ingin terlibat sebuah perdebatan dengan Farina lagi, jadi dia menginjak pedal gas dengan keras. Mobilnya pun melesat dengan cepat.
"Erza, kuharap kamu tidak melakukannya. Jika suatu hari aku mengetahui bahwa masalah ini ada hubungannya denganmu, aku pasti akan menangkapmu." Melihat mobil Erza melaju, Farina bergumam pada dirinya sendiri.
____
Hotel Fuji.
"Tasya, pacarmu akan datang atau tidak?" tanya salah satu teman Tasya.
"Apa dia takut datang ke sini?" tanya yang lain.
"Tidak, pacarku berjanji bahwa dia akan datang." Tasya mendengus dengan ekspresi kesal di wajahnya.
"Tasya, kurasa tidak. Sepertinya pacarmu tidak menyukaimu dari awal. Kamu tidak lebih cantik dariku." Seorang teman Tasya yang bernama Zenida berkata sambil meledeknya.
"Zenida, kamu bahkan tidak melihat dirimu sendiri, ya? Bagaimana bisa kamu membandingkan dirimu denganku? Kamu sama sekali bukan tandinganku." Tasya mulai meradang.
"Aku tidak percaya bahwa pacarmu berani datang hari ini." Tangan Zenida mengepal.
"Pacarku pasti akan datang. Aku akan keluar dan menunggu dia." Tasya tidak tahan oleh sikap teman-temannya itu. Saat dia keluar, teman-temannya juga mengikuti Tasya. Kini Tasya merasa tidak percaya diri karena dia tidak yakin apakah Erza akan datang atau tidak. Jika Erza tidak datang, maka dia akan malu. Tasya memegang ponselnya dengan era. Dia terus berdoa agar Erza segera datang.
"Sudah lama sekali, aku tidak berpikir dia akan datang." Kata Zenida dengan bangga setelah menunggu sekitar setengah jam.
"Zenida, bisakah kamu tidak berbicara terlalu banyak?" bentak Tasya.
"Tasya, apa kamu benar-benar punya pacar?" Teman Tasya yang lainnya juga bersiap untuk mempermalukan Tasya. Tetapi pada saat ini, sebuah mobil SUV melesat. Saat mobil itu hendak menabrak Tasya, Tasya sudah memejamkan mata. Namun, tiba-tiba mobil itu berhenti di tempat parkir di sebelahnya.
"Sial, dia sangat tampan!" Melihat seorang pria yang keluar dari mobil, teman-teman Tasya tiba-tiba berteriak. Mereka semua memiliki ekspresi gembira di wajahnya. Tasya juga perlahan membuka matanya, dan menemukan bahwa dia baik-baik saja. Tapi, dia juga sangat marah, dan segera mencari pemilik mobil itu.
"Paman, kamu di sini?" Tapi ketika dia melihat Erza keluar dari mobil, wajah Tasya tiba-tiba menunjukkan ekspresi kegembiraan.
"Maaf, macet di jalan, maafkan aku." Erza tersenyum canggung.
"Tidak apa-apa. Biar aku perkenalkan dirimu pada teman-temanku. Teman-teman, ini pacarku, Kak Erza. Kak Erza, ini teman-temanku." Tasya langsung membawa Erza ke sisi temannya, dan memperkenalkan Erza dan satu sama lain. Ketika Erza melihat para remaja itu, dia tidak bisa berkata-kata.
"Halo." Namun, karena Tasya, Erza hanya bisa menyapa mereka dengan sopan.
"Halo, namaku Lia. Tasya, pacarmu sangat tampan." Lia berjalan mendekat, ekspresi bersemangat di wajahnya belum hilang. Setelah Erza mendengarnya, dia masih tidak bisa berkata-kata.
Zenida yang tadi meledek Tasya pun ikut-ikutan memandangi Erza dengan kagum. Tasya yang melihat ini langsung menyindir, "Kamu bilang kamu cantik dariku. Kamu juga baru saja mengatakan bahwa pacarku tidak akan datang karena aku tidak lebih cantik darimu. Kenapa sekarang kamu ikut memandanginya?" Setelah mendengar perkataan Tasya, Zenida merasa malu bukan main.
"Haruskah kita masuk untuk makan malam?" Lia berusaha mengalihkan pembicaraan. Erza mengangguk.
"Ayo, kita minum anggur yang banyak." Saat sudah di dalam restoran Hotel Fuji, Lia mengangkat gelasnya, dan melirik Erza. Erza tersenyum tipis. Dia tidak berharap anak-anak ini menjadi cukup agresif sekarang. Tasya sudah melihat kemampuan minum Erza sebelumnya, jadi dia hanya bisa tersenyum diam-diam. Tapi Zenida dan yang lainnya tidak tahu, jadi mereka semua mulai bersulang untuk Erza secara bergantian. Setelah beberapa putaran, botol bir itu kosong.
"Kalian semua masih remaja, jadi jangan minum terlalu banyak." Erza berkata dengan cepat saat ini.
"Kak Erza, apakah kamu ingin pergi ke kamar mandi?" Zenida sedikit menggodanya, padahal dia sendiri tidak bisa minum terlalu banyak.
"Zenida, aku takut jika kamu minum terlalu banyak, kesehatanmu akan terganggu." Erza mengingatkan.
"Aku tidak minum terlalu banyak. Ini hanya sedikit. Apa Kak Erza tidak berani minum lagi?" Zenida tersipu, dan sekarang dia menatap Erza dengan mata provokatif. Erza tersenyum tipis.
Mereka tidak berhenti minum hingga tiga botol bir habis tanpa sisa. Kini wajah Zenida tiba-tiba terlihat sedikit tidak beres.
"Ada apa, Zenida? Kamu mau pergi ke kamar mandi?" Ketika melihat wajah Zenida, Tasya langsung sombong. Dia tahu bahwa Zenida tidak bisa minum terlalu banyak.
"Siapa… siapa yang akan ke toilet? Aku tidak akan pergi." Zenida masih berusaha mengelak. Namun, begitu Zenida selesai berbicara, dia berlari keluar.
"Aku juga ikut!"
"Tunggu aku!"
Beberapa orang teman Tasya juga berlari keluar.
"Paman, kamu benar-benar menyelamatkanku hari ini." Kini hanya ada dua orang di meja, Tasya dan Erza.
"Tasya, kenapa kamu melakukan hal yang begitu sia-sia? Ini semua tidak berguna. Mengapa kamu belajar dengan giat?" tanya Erza.
"Paman, kamu akan marah lagi?" Tasya sedikit takut.
"Tentu saja aku marah. Kamu menyuruhku ke sini hanya untuk membantumu pamer pada teman-temanmu?" Erza tidak bisa menahan amarahnya sekarang.
"Oke, paman, aku janji ini yang terakhir kali." Tasya menundukkan kepalanya.
"Kamu harus belajar dengan keras, jangan sampai kamu menyesal."
"Aku tahu."
"Tasya, haruskah kita pergi bermain biliar?" Ketika Zenida kembali, dia juga berkata kepada Tasya. Tetapi ketika berbicara, dia melihat ke arah Erza. Zenida kehilangan harga dirinya karena tidak bisa minum terlalu banyak, jadi Zenida memutuskan untuk mengembalikan harga dirinya dengan bermain biliar. Dia sangat ahli dalam permainan itu.
"Kak Erza? Bagaimana, kamu mau pergi?" Melihat Erza ragu-ragu, Tasya bertanya untuk memastikan.
"Karena semua bersenang-senang hari ini, ayo kita bermain sebentar." Erza juga berpikir bahwa Tasya masih membutuhkan bantuannya, jadi dia setuju.