Setelah keluar dari kantor polisi, Erza pergi ke apotek. Dia membeli beberapa peralatan untuk merawat lukanya, dan langsung mengeluarkan peluru dari sana.
"Kelompok Serigala, aku akan balas dendam pada kalian." Melihat peluru di lengannya, mata Erza langsung memancarkan tatapan bengis.
Tiba-tiba Lana menelepon.
"Erza, bagaimana kabarmu?" tanya Lana di telepon.
"Lana, aku baik-baik saja, aku akan pergi ke kantor sekarang." Erza merasa sangat hangat di dalam hatinya saat menerima telepon dari Lana.
"Aku tidak di kantor. Aku sudah kembali ke rumah. Ayah juga di sini. Pulanglah," kata Lana.
"Oke, aku segera pulang." Setelah menutup telepon, Erza juga langsung pulang ke rumah. Kali ini Erza juga harus mencari tahu siapa yang melakukannya.
Saat tiba di rumah, ayah Lana menyambut Erza dengan tatapan khawatir. Dia bertanya, "Erza, apakah kamu terluka? Apakah kamu baik-baik saja?"
"Paman, aku baik-baik saja, ini hanya luka ringan." Erza memasang ekspresi tenang.
"Seperti yang diharapkan dari menantuku." Mendengarkan kata-kata ayah Lana, Erza tidak tahu apa artinya.
"Erza, kamu baik-baik saja?" Lana juga berjalan ke arahnya. Dia terlihat sangat gugup.
"Tidak apa-apa. Paman, menurutmu siapa yang menculik Lana?" Erza menggelengkan kepalanya.
"Ini pasti ulah dari Perusahaan ARO," jawab ayah Lana yakin.
"Perusahaan ARO? Apa motifnya?" Erza tercengang.
"Perusahaan itu ingin mengakuisisi perusahaan kita. Aku tidak setuju. Hari ini adalah negosiasi terakhir. Selama negosiasi, mereka mengingatkanku bahwa jika aku tidak menandatangani kontrak, aku mungkin akan menyesalinya." Saat berbicara, wajah ayah Lana juga memasang ekspresi kejam.
"Tapi bagaimanapun itu adalah perusahaan asing. Di Kota Semarang, seharusnya pengaruhnya tidak begitu besar. Seseorang pasti membantunya." Erza menatap ayah Lana dengan serius.
"Paman, apakah paman punya musuh?" tanya Erza. Saat ini, hal tersebut adalah penjelasan yang paling masuk akal.
"Tidak juga, tapi jika kamu mengatakan sesuatu tentang musuh, itu adalah Pak Juri. Tapi, dia seharusnya tidak melakukan hal seperti itu." Selanjutnya, ayah Lana berbicara tentang hubungannya dengan Pak Juri.
Ternyata ayah Lana dan Pak Juri adalah rekan seperjuangan saat menjadi tentara. Setelah keduanya pensiun, mereka mulai bekerja sama dalam bisnis. Pada awalnya, hubungan keduanya masih sangat baik. Namun, seiring berkembangnya bisnis, mereka berdua selalu bertengkar. Tapi itu tidak masalah karena setelah pertengkaran, mereka akan berdamai dalam beberapa hari. Namun, ayah Lana merasa bahwa Pak Juri dan Perusahaan ARO punya hubungan yang sangat dekat.
"Lupakan. Kita selidiki lagi jika ada kesempatan. Bagaimanapun, sekarang kita sudah aman." Ayah Lana memutuskan untuk tidak membahas masalah ini untuk sementara. Erza tidak berbicara, tetapi dalam hatinya dia merasa jika ada yang salah dengan Pak Juri. Masalah ini pasti ada hubungannya dengan Pak Juri. Sepertinya dia harus memeriksanya, tetapi sangat sulit untuk menyelidikinya. Ini harus dimulai dengan Yundah, anak pak Juri.
"Paman yakinlah, aku akan melindungi Lana," kata Erza.
"Tentu saja aku percaya padamu. Tapi, bisakah aku menggendong cucu lebih awal?" tanya ayah Lana dengan nada menggoda.
"Ayah, apa yang ayah bicarakan?" Lana tiba-tiba menjadi salah tingkah.
"Oke, aku pergi saja." Ketika ayah Lana selesai berbicara dengan gembira, dia langsung pergi.
Di sisi lain, Bu Siska terkejut ketika dia mendengar apa yang terjadi hari ini, dan memutuskan untuk memasak sesuatu yang enak untuk mereka.
Sekarang Erza dan Lana sedang duduk di ruang tamu.
"Erza, terima kasih karena sudah menolongku." Lana memecah keheningan terlebih dahulu.
"Tidak, kamu adalah istriku, aku tentu ingin melindungimu." Meskipun Erza tampak biasa saja ketika dia berbicara, hati Lana terasa hangat ketika dia mendengarnya.
Tiba-tiba Erza melihat panggilan Alina di ponsel. Dia langsung bergegas keluar.
"Alina, ada apa?" Erza agak bersalah saat menjawab telepon.
"Kenapa kamu tidak masuk kerja hari ini? Apa yang terjadi padamu baru-baru ini?" tanya Alina penasaran.
"Oh, itu. Aku menemani istriku di rumah." Erza juga berkata dengan lantang. Tentu saja itu sengaja agar didengar oleh Lana.
"Bu Lana juga tidak pergi kerja hari ini? Apakah dia adalah istrimu?" tanya Alina lagi.
"Bagaimana kamu tahu?" Mata Erza terbelalak.
"Erza, bahkan jika kamu berbohong, bisakah kamu membuatnya lebih masuk akal? Tahukah kamu bahwa banyak orang di perusahaan yang tidak suka padamu?" Nada suara Alina terdengar sedikit marah di telepon.
"Alina, ada yang harus kulakukan di sini. Aku harus menutup telepon ini dulu," ucap Erza.
"Oke, tapi kamu harus bekerja besok," pinta Alina.
"Aku mengerti." Setelah selesai berbicara, Erza menutup telepon dan berjalan kembali ke ruang tamu.
"Telepon dari teman." Erza tidak tahu mengapa, ketika dia memasuki ruang tamu, dia merasa bersalah dan langsung menjelaskannya kepada Lana.
"Oh." Lana menanggapi dengan cuek.
"Ngomong-ngomong, Lana, apa yang akan kamu katakan padaku?" tanya Erza
"Ya, Erza, aku…" Lana belum selesai bicara, tapi ponsel Erza bergetar lagi.
"Aku akan menerima telepon ini dulu. Sebentar saja," kata Erza. Itu adalah telepon dari Dokter Suwarno.
"Dok, ada yang harus kulakukan sekarang, jadi aku harus tutup telepon ini dulu." Erza berteriak dengan keras dan menutup telepon.
"Ya, Erza, aku…" Kalimat Lana terpotong lagi karena ponsel Erza berdering.
"Sialan!" Pada saat ini, Lana juga berdiri dengan amarah. Dia mengutuk Erza, dan langsung naik ke atas.
"Halo?" Melihat Lana naik ke atas, Erza juga menjawab telepon dengan tidak senang.
"Apakah ini Erza? Aku Widuri." Suara cucu dari Pak Wiyono yang diselamatkan Erza baru-baru ini terdengar di telepon.
"Ada apa?" Erza tercengang sejenak. Dia tidak menyangka Widuri akan menelepon. Erza sangat ingin tahu tentang ini.
"Aku ingin bicara denganmu." Nada bicara Widuri sangat lugas.
"Aku tidak punya waktu sekarang, mari kita bicarakan nanti." Namun, Erza tidak peduli siapa itu, nada suara Widuri membuatnya sangat kesal, belum lagi istrinya sedang marah.
"Erza, jangan buru-buru menutup telepon. Aku tahu informasi tentang ibumu, dan keluarganya." Widuri berkata dengan cepat.
"Apa itu benar?" Erza kaget saat mendengar ini. Baginya, orangtuanya hanyalah seorang profesor di sebuah universitas. Dia tidak tahu apa-apa tentang yang lain. Tapi, ini sangat penting baginya.
"Tentu saja, aku tidak akan berbohong kepadamu. Mengapa kita tidak bertemu dan berbicara?" bujuk Widuri.
"Di mana?" Setelah ragu-ragu, Erza memutuskan untuk pergi dan menemui Widuri karena orangtuanya sangat penting baginya. Setelah Widuri mengatakan sebuah tempat, Erza langsung bergegas pergi.
"Bu Siska, aku harus keluar dulu. Aku mungkin akan kembali nanti malam," teriak Erza memberitahu Bu Siska.
"Jangan khawatir. Nona akan baik-baik saja," jawab Bu Siska.
"Terima kasih, Bu Siska." Erza mengangguk, dan keluar dari rumahnya. Dia menuju ke sebuah kedai kopi di tepi sungai di Kota Semarang.
"Kamu sangat cepat," ungkap Widuri saat melihat Erza memasuki kedai kopi. Erza terpana karena pakaian Widuri hari ini sangat indah. Dia mengenakan gaun putih dengan riasan tipis di wajahnya yang cantik. Melihat Erza menatap matanya, Widuri juga merasa bangga.
"Ada informasi tentang ibuku?" tanya Erza buru-buru.
"Erza, apakah kamu sangat cemas?" Widuri bertanya balik.
"Widuri, aku harap kamu tidak bicara omong kosong." Meskipun Widuri sangat cantik, Erza tidak peduli padanya.
"Kamu tidak takut kalau aku kesal? Bukankah kamu ingin aku memberimu informasi tentang ibumu?" Widuri awalnya mengira Erza akan sangat baik padanya.
"Kalau kamu hanya basa-basi, aku akan pergi." Setelah mengatakan itu, Erza bangkit dan pergi tanpa melihat Widuri.
"Aku akan memberimu informasinya." Widuri mencegahnya. Dia mengeluarkan kertas dari tasnya. Erza kembali ke kursinya.
"Ini ibumu. Nama ibumu adalah Jelita. Dia adalah seorang doktor lulusan ITB. Sebelum dia datang ke Semarang, dia memiliki identitas lain. Dia adalah salah satu pemilik Perusahaan KGN di Jakarta," jelas Widuri.
Erza terkejut dalam sekejap. Meskipun dia tidak tahu tentang detailnya, keluarga ibunya pasti sangat kaya. Namun, kehidupan ibunya selama ini sepertinya sangat biasa.
Perusahaan KGN adalah perusahaan terkenal yang bergerak di industri perhiasan. Tidak hanya itu, perusahaan itu juga bergelut dalam industri real estate, film dan televisi, ekspor dan impor, dan lain sebagainya dengan aset lebih dari 10 triliun.
Erza merasa fakta ini terlalu mengejutkan. Dia melihat berkas yang diberikan oleh Widuri dan matanya terbelalak. Ibunya ternyata merupakan putri dari pendiri Perusahaan KGN. Tapi bagaimana ini mungkin? Orangtuanya memiliki kehidupan yang sangat sederhana sejak mereka masih muda, dan mereka sama sekali tidak terlihat seperti orang kaya.
"Aku menemukan informasi lain. Hubungan ibumu dan ayahmu ditentang oleh keluarganya. Namun, ibumu bersikeras dan akhirnya diusir dari rumahnya. Akhirnya, ayahmu membawa ibumu ke Semarang. Yang aneh adalah informasi tentang ayahmu. Tidak ada yang bisa ditemukan sama sekali." Ketika berbicara, Widuri juga memandang Erza dengan serius. Dia sangat ingin menggali semua rahasia Erza.
Erza mulai memikirkannya. Dia semakin ingin menemukan orangtuanya untuk mengklarifikasi hal-hal ini.
"Apa aku punya sanak saudara di sini atau di Jakarta?" celetuk Erza.