"Erza." Ketika Erza pergi untuk membeli sarapan keesokan harinya, dia kebetulan bertemu dengan Farina.
"Farina, kenapa kamu di sini?" tanya Erza.
"Ada kasus yang harus ditangani. Mengapa kamu di sini?" Farina balik bertanya.
"Aku mau berangkat kerja," jawab Erza.
"Oh, omong-omong, Wina baik-baik saja akhir-akhir ini?" tanya Farina memastikan.
"Cukup baik." Erza seolah ingin mengatakan hal yang lain.
"Apa yang terjadi?" Farina bisa membaca ekspresi bingung Erza.
"Farina, ada sesuatu yang perlu kamu bantu." Erza tiba-tiba teringat satu hal, yaitu tentang keinginan Wina untuk pergi bersekolah. Namun, ada sedikit keraguan di hati Erza. Dia merasa sepertinya ada yang salah dengan Farina hari ini.
"Ada apa? Katakan." Farina tersenyum sedikit.
"Ini urusan Wina," ungkap Erza. Setelah itu, dia menjelaskan semuanya.
"Jangan khawatir, Wina juga adikku. Kamu bisa memercayakannya padaku." Farina berkata dengan nada meyakinkan. Memasukkan Wina ke sebuah sekolah itu mudah bagi Farina.
"Terima kasih. Kamu sangat baik." Pada saat ini, Erza juga diam-diam menghela napas lega. Dia akhirnya bisa menyelesaikan urusan tentang Wina. Kalau tidak ada Farina, Erza benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Dia sangat takut Wina akan kecewa.
"Ini bukan masalah besar. Apakah menurutmu aku ini baik?" Mendengar kata-kata Erza, hati Farina terasa hangat, terutama kalimat terakhirnya. Farina juga menundukkan kepalanya. Hal tersebut membuat beberapa orang di dekat mereka berbicara dengan heran karena Farina bisa mendadak malu seperti itu.
Erza sedikit terdiam. Dia berpikir bahwa Farina pasti bersikap sangat keras di tim polisi kriminal. Hanya dengan mendengar bisikan para rekannya saat ini, Erza bisa tahu betapa mengerikan kesan yang biasanya Farina berikan kepada orang-orang.
"Apakah kalian sudah selesai bicara?" Farina berbalik menghadap ke arah bisikan-bisikan itu. Ada ekspresi marah di wajahnya. Setelah mendengar kata-kata Farina, orang-orang ini lari tiba-tiba. Mereka lari begitu saja karena ketakutan.
"Hei, Farina, seorang wanita harus bersikap lembut dan anggun, jika tidak, siapa yang berani menikahimu?" Erza berkata kepada Farina. Tentu saja, ketika Erza mengatakan ini, dia juga siap untuk lari.
"Iya, iya. Aku akan belajar menjadi wanita yang lembut nanti." Namun, Erza mendengar kalimat ini keluar dari mulut Farina sebelum dia melarikan diri. Saat ini, Erza juga menggelengkan kepalanya dengan takjub. Dia benar-benar tidak bisa mempercayainya. Apa yang dia dengar itu benar. Apakah Farina mengatakan itu pada dirinya sendiri? Bagaimana ini mungkin?
"Baguslah kalau begitu. Aku harus pergi bekerja, jadi aku akan pergi dulu." Erza melambaikan tangan pada Farina. Bagaimanapun, Erza merasa agak tidak nyaman untuk berlama-lama di sana. Lebih baik segera pergi. Dia sangat takut Farina tiba-tiba meledak. Dia pun segera menginjak pedal gas mobilnya dan pergi.
Saat sedang mengemudi, Erza menerima telepon dari ayah Lana.
"Halo Erza?" Suara pria itu terdengar.
"Paman? Ada apa?" Erza juga sedikit terkejut ketika dia mendenger suara ayah Lana setelah menjawab telepon.
"Apakah kamu sedang bersama Lana?" tanya ayah Lana.
"Apa sesuatu telah terjadi?" Ini adalah reaksi pertama Erza. Dia melanjutkan, "Bukankah Lana pergi bekerja?" Erza seketika merasa sedikit gugup di dalam hatinya. Dia mulai berpikir bahwa Lana menghilang.
"Tidak, ada rapat hari ini. Aku datang ke perusahaan. Awalnya aku menunggu Lana, tetapi dia belum datang juga. Jadi, aku bertanya kepadamu." Nada suara ayah Lana tampak sedikit cemas.
"Paman, jangan khawatir, aku akan menemukan Lana. Aku akan menghubungi paman setelah mendapat kabar." Setelah Erza selesai berbicara, dia menutup telepon. Lalu, dia pergi mencari Lana. Erza mengetahui karakter Lana, sangat mustahil bagi wanita itu untuk tidak hadir di rapat perusahaan. Sesuatu pasti terjadi.
"Erza, kenapa kamu kembali?" Farina juga sedikit senang saat melihat Erza kembali.
"Apakah kamu sudah menangani masalah di sini?" tanya Erza tergesa-gesa.
"Sudah," jawab Farina bingung.
"Cepat, bawa aku ke Tim Polisi Kriminal. Ada yang harus kulakukan." Erza tidak menunggu persetujuan Farina, jadi dia menarik Farina ke dalam mobil. Farina juga memperhatikan bahwa ekspresi Erza sangat khawatir dan sedikit serius, jadi dia tidak mencegah Erza.
"Apa yang terjadi?" tanya Farina.
"Bu Lana, presdir di perusahaanku tiba-tiba menghilang. Apa kamu bisa memeriksa rekaman kamera pengawas?" tanya Erza. Dia juga menelepon Lana berkali-kali, tapi tidak dijawab.
"Hilang?" Farina juga terkejut. "Apa hubunganmu dengannya?" Tapi Farina bereaksi dengan cepat.
"Aku bekerja di sana, jadi jangan bicarakan itu. Ayo cepat ke Tim Polisi Kriminal." Setelah mengatakan itu, Erza tiba-tiba menginjak pedal gas. Erza tidak peduli dengan denda yang akan dia dapat karena melebihi kecepatan maksimum. Farina juga diam-diam meraih pegangan di dalam mobil. Dia merasa takut, tetapi tidak mengatakan apa-apa.
Setelah tiba di kantor polisi, Farina ditarik keluar dari mobil oleh Erza. Tetapi ketika keduanya keluar dari mobil, detektif di sekitarnya semua tercengang. Mereka melihat Erza menarik Farina seperti itu, tetapi Farina tidak marah. Saat Farina menatap tajam ke arah mereka, mereka segera pergi seolah tidak melihat apa pun.
"Apa yang kamu ingin aku lakukan?" Ketika mereka sudah tiba di ruangan tim polisi kriminal, Farina bertanya dengan cepat. Walaupun dia tidak tahu apa hubungan keduanya, dari ekspresi Erza, Farina bisa melihat bahwa Erza punya hubungan spesial dengan Lana.
"Rekaman kamera pengawas di jalan. Dari rumah Lana hingga ke kantor." Mungkin karena terlalu cemas, Erza lupa untuk memanggil Lana dengan sebutan "bu". Pada saat ini, hati Farina tiba-tiba bergetar. Dia tahu bahwa hubungan di antara keduanya jelas tidak sesederhana itu. Dia dengan cepat membantu membuka rekaman kamera pengawas di jalan.
"Berhenti!" Saat melihat ke layar, Erza tiba-tiba berteriak. Farina juga berhenti dan mulai melambat. Erza melihat dari layar bahwa Lana menghentikan mobil saat dalam perjalanan ke kantor. Mungkin mobilnya mogok, jadi dia keluar. Pada saat yang sama, beberapa orang dengan penutup wajah muncul dan langsung mengikat Lana. Mereka membawa Lana pergi. Seluruh proses itu hanya berlangsung selama beberapa menit.
"Dia diculik. Aku akan segera melapor ke polisi." Farina juga hendak menekan sirine, sedangkan Erza menelepon ayah Lana, "Paman."
"Erza, seseorang baru saja menelepon dan mengatakan kepadaku bahwa kita tidak boleh menelepon polisi. Lana ada di tangan mereka, tetapi mobil Lana memiliki pelacak lokasi. Aku sudah memeriksanya. Aku akan mengirimkan salinannya padamu. Aku tidak bisa ikut mencarinya karena pertemuan ini lebih penting," jelas ayah Lana.
"Baik paman. Aku akan menyelamatkan Lana." Erza mengangguk. Dia tahu jika ada pelacak lokasi di mobil, maka jauh lebih mudah untuk menemukan Lana. Saat ini, dalam hati Erza, sudah ada niat membunuh yang kuat. Jika ada yang berani menyentuh istrinya, maka orang-orang itu akan mati.
"Jangan panggil polisi. Penculik itu akan melukai Lana." Setelah menutup telepon, Erza menatap langsung ke arah Farina.
"Tapi dia diculik," sahut Farina.
"Aku akan mengurusnya. Tolong bantu aku, aku tidak tahu tentang ini." Erza menarik napas.
"Tidak mungkin." Farina sangat bertekad.
"Jika kamu memanggil polisi, aku akan mengikatmu." Saat berbicara, Erza sudah mengambil borgol dari celana Farina dan memborgol salah satu pergelangan tangannya.
"Erza, kamu bajingan." Tiba-tiba, Farina tidak menyangka Erza begitu berani, padahal dia adalah tim polisi kriminal.
"Maaf, Farina. Lana harus diselamatkan." Setelah mengatakan itu, Erza hendak memborgol pergelangan tangan Farina yang lain.
"Tunggu, aku tidak akan memanggil polisi, tapi aku akan ikut denganmu." Farina berkata dengan cepat.
"Oke, tapi jangan main-main kalau begitu." Erza merasa perkataan Farina lebih masuk akal, dan keahlian berkelahi Farina juga bagus, jadi Erza merasa akan lebih baik membawa Farina bersamanya.
"Ayo pergi." Erza melepaskan Farina. Farina menatap Erza dengan kejam. Ini adalah pertama kalinya dia diborgol.