"Mari kita bicara, ada apa sebenarnya tadi?" Setelah memasuki ruang kerja, Lana menatap langsung ke arah Erza.
"Ini, Lana, sekarang aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya padamu." Erza kebingungan.
"Kamu tidak tahu bagaimana menjelaskannya? Apa yang kamu lakukan dengan Wina tadi di dalam kamar?" Emosi Lana membuncah. Pada saat ini, Lana merasa seperti akan pingsan. "Erza, apakah itu tidak terlalu berlebihan untukmu?" Lana tidak tahan. Perasaan ini membuat hati Lana sangat tidak nyaman.
"Lana, aku sebenarnya seorang dokter, tapi penyakit Wina agak aneh. Ditambah lagi, aku hanya mendengar sedikit tentang penyakit itu, jadi aku tidak bisa menjelaskannya padamu." Erza melihat langsung ke mata Lana. Lana membuka mulutnya lebar-lebar dan memandang Erza di depannya. Dia tidak percaya apa yang dikatakan Erza.
"Bahkan jika kamu tidak ingin memberitahuku, jangan berbohong padaku!" bentak Lana.
"Lana, aku benar-benar seorang dokter. Jika kamu tidak mempercayaiku, aku akan menunjukkannya padamu." Mata Erza menatap Lana lama sekali. Tiba-tiba dia memikirkan malam di Kota Malang saat itu. Perasaan itu masih membuat Erza kecanduan.
"Aku sedang tidak sakit, bodoh!" Lana merasa sedikit gugup di hatinya setelah menatap mata Erza.
"Siapa bilang tidak? Perut bagian bawahmu pasti sering sakit hingga kamu susah tidur di tengah malam, bukan?" Lana tidak memedulikan Erza di awal. Tetapi pada akhirnya, Lana terkejut saat mendengar bahwa Erza tahu masalah kesehatannya.
Lana sedikit berkeringat, "Apa ini? Bu Siska tahu itu. Apa dia memberitahumu?"
"Dengar, aku bilang aku seorang dokter. Kamu masih tidak percaya padaku? Sini berikan tanganmu." Erza meraih tangan Lana.
"Apa yang kamu lakukan?" Lana menjadi sedikit gugup.
"Aku akan memeriksa denyut nadimu. Jangan khawatir, aku tidak akan melakukan apa pun," jelas Erza. Meskipun Lana tidak ingin tangannya dipegang oleh suaminya sendiri karena masih merasa jijik pada Erza, tapi dia juga merasa penasaran.
Lana juga merasakan perasaan yang sangat aneh. Sepertinya ada sesuatu dalam tubuh Erza yang terus-menerus menariknya hingga membuat dirinya benar-benar tidak terkendali.
"Tangan kecil ini terasa nyaman." Saat memegang tangan kecil Lana, Erza juga memiliki keinginan di dalam hatinya. Perasaan itu membuat hati Erza tidak nyaman.
Melihat jari-jari Erza terus meraba telapak tangannya, perasaan itu membuat hati Lana sedikit gugup. Saat dia merasa tidak bisa mengendalikannya, tiba-tiba Lana berkata dengan dingin, "Apa seorang dokter harus melakukan ini?"
"L-lihat saja dulu!" Erza berkata dengan canggung. Dia kemudian menjelaskan, "Haid tidak teratur. Tangan dan kakimu juga panas." Erza meletakkan jarinya di pergelangan tangan Lana dengan ekspresi sombong di wajahnya. Dalam hal pengobatan tradisional, Erza masih memiliki kepercayaan diri yang besar di dalam hatinya. Bisa dibilang, Erza adalah rajanya pengobatan tradisional.
Wajah Lana sedikit berubah ketika mendengar Erza. Meskipun itu adalah masalah kesehatan, dia tidak memberitahu siapa pun tentang itu.
"Ada satu lagi." Erza memandang Lana dan ragu-ragu.
"Apa masalahnya?" tanya Lana.
"Terlalu banyak air di bagian dalam," kata Erza.
"Bajingan!" Pada awalnya Lana belum mengetahuinya, tetapi kemudian dia memahaminya. Dalam sekejap, wajahnya berubah menjadi kemerahan, dan dia tampak malu. Namun, apa yang dikatakan Erza memang sangat akurat. Untuk ini, Lana juga sedikit khawatir.
"Dengar, aku tahu aku tidak seharusnya mengatakan ini padamu," ucap Erza berusaha menghindari kesalahpahaman.
"Lalu, apakah ada cara?" Setelah ragu-ragu beberapa saat, Lana pun bertanya. Sekarang Lana percaya bahwa Erza memang seorang dokter.
"Tentu saja, aku bilang bahwa aku adalah seorang dokter, tetapi masalah ini agak sulit." Di akhir kalimatnya, mata Erza menyapu tubuh Lana. Lana merasa semakin malu ketika Erza melihatnya seperti ini, "Apa yang harus aku lakukan?"
"Ini perlu ditangani dengan cara sama seperti yang kita lakukan di Malang," jawab Erza tanpa ragu.
"Erza, kamu bajingan!" Lana berteriak dengan keras dan langsung meninggalkan ruangan. Erza yang masih duduk di dalam ruangan kini tidak bisa berkata-kata. Tapi, dia tidak berbohong sama sekali. Memang benar masalah kesehatan Lana hanya bisa diatasi dengan cara seperti itu. Meskipun tidak mendapat tanggapan positif dari Lana, setidaknya sekarang Erza merasa lega.
Namun, setelah beberapa saat, Erza teringat tentang kemarahan Alina ketika dia keluar dari rumahnya. Dia berpikir ketika dia pergi kerja besok, mungkin Alina tidak akan mau melihatnya lagi.
"Mengapa kamu tidak kembali ke kamarmu sendiri?" Tepat ketika Erza hendak menelepon Alina, pintu ruang kerja Lana terbuka lagi. Lana berdiri di sana dengan wajah yang agak kemerahan. Dia berkata, "Ini adalah ruang kerjaku."
"Oh, kalau begitu aku akan keluar sekarang." Erza takut dengan penampilan Lana. Pada saat ini, akan lebih baik baginya untuk keluar dulu, jika tidak, mungkin dia tidak akan selamat.
"Tunggu." Tanpa diduga, Lana memanggil Erza.
"Ada apa, Lana?" tanya Erza.
"Apakah ada cara untuk mengatasi masalah haid yang tidak teratur?" Meskipun Lana benar-benar tidak ingin bertanya pada Erza, tapi dia harus mengatasi penyakitnya.
"Tentu saja," jawab Erza santai.
"Apa itu?" Saat ini, Lana merasa lebih baik meminta penjelasan dari Erza.
"Hanya butuh akupuntur dan obat herbal tradisional." Erza tidak berani berbicara omong kosong. Dia tahu betul bahwa Lana sangat mudah marah.
"Akupuntur? Kamu bisa melakukan akupuntur?" tanya Lana. Dia tidak pernah merasakan akupuntur karena takut. Tetapi ketika dia berpikir bahwa Erza yang akan melakukannya, dia merasa bahwa Erza pasti bisa diandalkan.
"Ada banyak orang yang memintaku untuk memberi mereka akupuntur dan semuanya langsung baik-baik saja. Tapi, bukankah kamu tidak ingin aku menyentuhmu?" kata Erza.
"Lupakan, belikan aku obat tradisional saja." Sejujurnya, bahkan dengan pengobatan tradisional, Lana merasa sedikit khawatir.
"Baiklah," jawab Erza.
"Ya sudah, pergilah," kata Lana mengusir Erza dari ruang kerjanya.
"Lana, jika kamu sangat membenciku, kenapa kamu tidak menceraikanku saja? Aku lelah melihat sikapmu yang seperti ini terus padaku. Aku adalah suamimu." Melihat Lana hendak pergi, Erza juga bertanya pada Lana karena sedikit kesal. Singkatnya, saat ini, Erza merasa kecewa pada sikap Lana yang tidak pernah peduli padanya. Dia adalah istrinya dan sekarang mereka hidup bersama. Kenapa Lana tidak bisa bersikap baik padanya sebagai seorang istri?
Setiap hari Lana selalu bersikap dingin pada Erza. Jika terus seperti ini, lama-lama Erza tidak akan tahan dan bahkan tidak peduli. Selama ini Erza bertahan di dalam pernikahan ini karena dia merasa bersalah sudah meniduri Lana yang masih perawan saat di Malang, walaupun itu tidak sengaja karena pengaruh alkohol.
Tubuh Lana sedikit bergetar, terutama ketika dia melihat mata Erza yang tegas. Dia tiba-tiba merasa pria di depannya sepertinya akan meninggalkannya. "Apakah aku terlalu berlebihan padamu selama ini?" Lana tidak tahu mengapa, tapi dia benar-benar mengucapkan kalimat ini.
Erza yang awalnya mengira Lana akan marah padanya, tertegun ketika mendengar ini. Dia juga terkejut melihat tatapan bingung Lana. Tiba-tiba dia berpikir bahwa dia seharusnya tidak mengatakan itu sekarang pada Lana.
"Lana, aku tahu apa yang terjadi di Malang waktu itu membuatmu sangat tidak nyaman sampai sekarang. Itu salahku. Aku mengakuinya. Tapi, karena kita sekarang sudah menikah, kamu seharusnya tidak terlalu dingin kepadaku, oke?" Setelah ragu-ragu, Erza akhirnya memilih untuk berbicara.
"Aku bersikap dingin padamu? Kamu merasa begitu?" Lana tampak ragu-ragu.
Erza memahaminya saat ini, dan kemudian teringat apa yang dikatakan Bu Siska, "Lupakan. Lana kondisi tubuhmu tidak terlalu baik. Meski hanya ada beberapa masalah kecil, pola hidupmu sepertinya tidak teratur dan tidak baik. Kamu harus ingat untuk tidur sebelum jam sepuluh setiap malam dan sarapan pagi, mengerti?" Erza tidak ingin mengkhawatirkan masalah ini lagi karena setelah ini, Lana mungkin juga tidak memahaminya.
"Ya, aku tahu." Lana mengangguk dengan tatapan kosong. Melihat penampilan Lana, Erza terdiam. Bagaimanapun juga, Lana adalah seorang presiden direktur yang bermartabat, jadi akan sedikit sulit bagi Erza untuk mengerti perasaan gadis ini.