webnovel

"Sudah ku tulis jadwalnya."

Pagi hari dengan cuaca sendu tanpa pancaran matahari. Udara yang bertiup kencang seakan menusuk tulang hingga membuat malas diri. Tuntutan duniawi pun merongrong untuk bergerak lebih. Raga bergerak dengan terpaksa walau banyak lapisan kain melingkupi.

Dingin, memang dingin. Maklum, sejak kemarin malam hujan terus menerjang bumi. Tanah yang masih basah dengan beberapa titik genangan cukup membuat emosi. Bahkan tak jarang terdengar protesan keras pejalan kaki yang terciprat air kotor akibat pengendara yang tak hati-hati.

"Hooammm... Baru kali ini aku berjalan santai di pagi hari," ucap Mike dengan kedua tangan yang terselip di kantong celana. Mulutnya tak berhenti menguap lebar karena sama sekali tak mendapat tidur. Ya, Devan dan Mike memang begadang sampai jam pagi berdering.

"Heh? Kenapa, bukankah kau terlihat menyukai olahraga?" tanya Devan pada pria yang nampak selalu keren dimatanya. Berpakaian santai berupa kaos putih tanpa lengan yang dilengkapi kemeja kotak-kotak hitam. Rambut mencuat khas pria pemburu wanita pun semakin menambah pesona.

Mike, pria yang semalam membuatnya cemas setengah mati. Ya, pria itu baru pulang setelah jarum jam menunjukkan hampir pukul dua dini hari. Dengan jujur remaja itu katakan, ia berusaha tak berpikiran negatif saat Mike yang menyentak tidurnya dengan tindakan mengherankan. Membersihkan diri di suhu yang membuat siapa pun menggigil. Dari mana saja Mike? Apakah ia baru saja menikmati momen panas dengan kekasih sesaatnya? Ya, itu memang kemungkinan terbesar.

"Memang, tapi aku tak pernah berpikir untuk bangun sepagi ini, kecuali saat mengantarmu ke sekolah dan juga belanja. Tapi hari ini pengecualian, jujur aku begitu malas, suhu udara terus membujukku untuk berlari kearah selimut tebal dan memelukmu erat disana."

"Hahaha... Kau memang orang yang sangat membosankan. Kau hanya terfokus pada kesenanganmu tanpa berniat untuk menilik hal-hal baru. Setidaknya kurangi intensitas mu di malam hari, tak baik untuk kesehatan," ucap Devan membuat Mike menarik lengan itu untuk berhenti dari langkahnya. Pria jangkun itu pun mengalih posisi menjadi berhadapan dengan sosok dengan tubuh mungil. Hilir mudik pejalan kaki tak membuat intens mereka terputus.

"Bukankah aku sudah minta maaf? Apa perlu ku ulangi? Sungguh Dev, aku tak ingin bocah kecil sepertimu memikirkan yang tidak-tidak pada kakaknya sendiri," ucap Mike lantas mengacak rambut Devan yang sudah terlihat begitu panjang. Sungguh Mike tak berniat untuk membuat Devan menunggu begitu lama ditengah hujan deras.

"Kau kakakku?"

"Hemm..."

"Tidak, kau hanya bisa jadi daddy ku!"

"Hei! Tidak-tidak, itu terlalu konyol!"

"Terserahku memanggilmu apa, weekk!" ledek Devan dengan menjulurkan lidah. Tangan yang teracung serta raut yang sudah masam membuat Devan dengan cepat melarikan diri.

Berlari, mengikuti setiap jangka langkah kecil didepannya. Mike seperti menemukan alasan untuk bisa sedikit merasakan kenyamanan dari suatu hubungan. Wajah kecil yang berbalik dan menatapnya dengan senyum lebar seperti menariknya pada kebahagiaan nyata. Mike seperti menemukan cahaya dibalik suasana redup yang melingkup.

"Belanja banyak sekalian," titah Mike yang bertugas mendorong troli.

"Iya..."

Setelah tindakan kekanak-kanakan Devan yang malah ditanggapi Mike, mereka pun memutuskan untuk menggagalkan agenda lari pagi. Pernapasan yang sudah berteriak protes membuat mereka lanjut ke agenda setelahnya, belanja bahan masakan.

"Ambil sayuran juga," usul Mike saat mereka melewati deretan sayur hijau.

"Apa? Lalu siapa yang mau makan, kau dan aku sama-sama tak menyukai dedaunan," protes Devan yang memang sangat tak menyukai sayuran hijau. Ia memang pemilih dalam hal makanan. Sayuran yang bisa dimakan itu hanya seperti wortel, kentang, dan jagung.

"Menurut saja, ini demi tumbuh kembang tubuh boncelmu!" sanggah Mike yang dengan cepat menyabet beberapa sayur yang terlihat.

"Ishhh... Aku tak suka kangkung...!" cegah Devan saat Mike akan meletakkan daun hijau itu di troli belanjaan. Ia berusaha menghentikan pergerakan Mike yang akan memenuhi daftar belanjaan dengan bahan yang mereka tak suka, bukankah itu akan berakhir dengan percuma?

"Ini apa, lagi?"

"Jangan rewel, kau itu bocah yang masih harus makan makanan yang sehat dan bergizi supaya tubuhmu cepat berkembang."

"Hei..! Kau mengejekku!" kesal Devan dengan bibir yang mengerucut. Kedua lengannya sudah di pinggang dengan dua tangkai sayuran yang digenggam, matanya memelotot protes.

"Itu kenyataan."

"Baiklah orangtua yang tubuhnya sehat nan kekar..." balas Devan saat tak menemukan jalan terang untuk bisa membujuk tindak paksa Mike. Sayuran yang ada digenggamannya pun di lempar dengan penuh keterpaksaan kearah troli belanjaan.

"Kok orangtua?"

"Kau mengejekku bocah, biar setimpal..."

"Hah! Yang benar saja!" dengus Mike merasa tak terima. Tubuh besarnya pun mendekat kearah Devan lantas memiting lehernya.

"Lepas! Ini tempat umum Mike, mereka semua bisa saja menghajarmu karena terlihat seperti membully ku, Mike!" ucap Mike berusaha melepaskan diri. Orang lain yang menatap bercandaan mereka bisa saja salah paham.

"Bilang mau makan sayur dulu!"

"OMG! Tolong aku, aku tak bisa bernafas dengan benar!" pekik suara perempuan mengejutkan kedekatan Mike dan Devan. Wanita dengan celana pendek memperlihatkan kaki jenjangnya pun berhasil membuat Devan lepas dari pitingan lengan besar Mike.

"Sial! Lagi-lagi wanita ini!"

"Mike...!" tegur Devan saat melihat raut Mike yang tak mengenakkan.

"Senangnya bertemu kalian disini, belanja bersama, eh?" tanya seorang wanita yang ternyata adalah Gista. Seperti biasa, wanita itu tersenyum-senyum tak jelas dengan gerakan tubuh yang terlihat begitu bersemangat.

"Ya, senang bertemu denganmu juga," balas Devan berusaha bersikap sopan dibalik kerisihannya.

"Wah... Sepertinya kalian belanja banyak bahan makanan, seandainya aku ikut bergabung sarapan, tak masalah kan?" mohon Gista seraya mengedip-ngedipkan mata.

Devan tak bisa mengabulkan permohonan Gista, bagaimana pun Mike adalah pemilik. Devan dan Mike kompak terdiam, dan seperti mendapat kode 'terserah', wanita itu pun mengintili mereka sampai memasuki apartement Mike.

"Mike, sudah ku bilang kalau mengupas bawang merah itu jangan tebal-tebal... Kan sayang!"

"Tidak tebal, aku kan mengupasnya sampai itu terlihat benar-benar bersih dan mengkilap," ucap Mike memberi alasan. Ia masih saja berkonsentrasi dengan pisaunya.

"Ku beritahu, ya... Bawang merah itu merupakan salah satu tanaman yang yang berkembang biak dengan cara umbi lapis, jika kau mengupasnya seperti itu, semua bagian akan habis," timpal Devan yang akhirnya mendapatkan perhatian penuh dari Mike. Pria itu meletakkan pisau dan bawang merah yang terkupas begitu bersih dan sangat kecil.

"Baiklah bocah pintar... Kalau boleh ku tebak, kau adalah salah satu murid unggulan, ya?" goda Mike lantas mengacak rambut Devan.

"Mike! Tanganmu kan bau...!" rengek Devan dengan reflek langsung memukul Mike sebagai balasan.

"Hahahah... Ampun-ampun. Kau masaklah sendiri kalau begitu," balasan Mike sembari bangun dari kursi yang didudukinya.

"Eh? Kenapa kau yang ngambek, sih?!"

"Hei, aku tidak akan pernah melakukan tingkah kekanak-kanakan macam itu. Masaklah sendiri, aku ada sedikit urusan, boy!" ucap Mike lantas meninggalkan Devan sendiri setelah pria itu mencuci tangannya.

"Mike, pertemuan kemarin tolong pikirkan lah..." ucap Gista langsung pada inti permasalahan. Mike yang baru saja mendudukkan diri di sofa yang berhadapan dengan Gista itu pun tersenyum miring, seperti dugaannya, wanita itu akan datang untuk membujuknya menghadiri acara pesta yang sungguh tak berguna.

"Bilang kepada sepupuku yang tukang paksa itu, aku tidak akan pernah lagi menuruti kata-katanya! Dia pasti sudah mengetahui kartu asnya yang sudah ku pegang, kan?!" lirih Mike dengan suara datar, tubuhnya sedikit maju dengan kedua siku menumpu di kaki.

"Dia tak berniat untuk mengambil langkah seperti itu, kau tau... dia juga sedang terdesak!"

"Ku lihat kau nampak sangat gigih dalam membantunya, kau menyukainya atau bagaimana?"

"Hah?! Jangan berpikir berlebihan, aku bukan tipe wanita yang sanggup melakukan segala cara untuk melihat pasangannya bahagia."

"Sepertinya sepupuku itu memilih pesuruh yang sangat salah, wanita matre!"

"Jangan coba mengolokku Mike. Kalau kenyataan bahwa kau sudah memegang kartu as milik Benny, kau juga tak bisa mengelak kartu as yang ku punya tentangmu!" tantang Gista lantas mengeluarkan beberapa foto di tas selempang kecilnya.

"Foto-foto mesra kita, bagaimana kalau ku beritau kekasihmu itu?"

"Kau berani mengancamku?"

Wanita itu berjalan mendekat kearah Mike. Tubuhnya membungkuk dengan belahan dada yang terpampang nyata di hadapan Mike, pria itu seketika terdiam. Gista menarik sebuah kertas kecil yang terselip di dalam bra dengan gerakan dan sorot mata menarik Mike secara sensual. Wanita itu lantas berbisik lirih, "Sudah ku tulis jadwalnya."

Next chapter