"Ada apa Rea …?"
"Kamu merasa tidak, kalau akhir-akhir ini kita jarang seperti ini. Eu … maksudnya … hampir tidak memiliki waktu untuk bersama. Kamu sibuk dengan perempuan-perempuan incaranmu. Dan aku—"
"Sibuk dengan kekasihmu. Iya?" timpal Aldy menyanggahnya.
"Al …."
"Kamu sangat mencintai Rega, ya?" tanya Aldy, seperti sangat penasaran.
"Kenapa tiba-tiba kamu menanyakan hal itu? Bukankah sudah wajar setiap orang berpacaran itu saling mencintai?"
"Awalnya … aku kira kamu hanya berpura-pura saja mencintai Rega. Tapi melihat kamu berciuman dengan Rega … aku yakin, kamu memang benar mencintainya."
"Apa?! Berciuman?!" tanya Rea dengan mata yang membelalak karena terkejut.
"Sudah … tidak perlu menutupinya, Rea … aku sudah melihatnya. Kamu benar-benar mencintai Rega?" tanya Aldy lagi, kini semakin mendekat dengan Rea.
Rea memalingkan pandangannya, ia tidak mampu berkata dengan menatap mata sahabatnya itu.
"Apa yang aku rasakan pada Rega, sama halnya seperti yang kamu rasakan pada wanita-wanita yang kamu kencani, Al," jawab Rea, kemudian menengadah dan menatap mata Aldy. "Al, siapapun yang mendampingimu kelak, kamu patut bersyukur. Karena ia juga pasti sangat beruntung memilikimu."
"Rea—"
"Aku sakit perut, nih … aku masuk, ya. Kamu lekas pergi, sana. Nanti gebetanmu menunggu terlalu lama," ujar Rea terkekeh dan kemudian berlari masuk ke dalam rumahnya.
Aldy tersenyum, melihat tingkah lucu sahabatnya itu.
'Rea … sejak awal bertemu, selalu membuatku merasa gemas,' batin Aldy, kemudian menggelengkan kepalanya.
Sementara itu, Rea yang baru saja menutup pintu rumahnya, tidak segera beranjak. Ia memilih untik bersandar dibalik pintu sembari memegangi dadanya yang sejak tadi merasa kalau jantungnya terus berdebar kencang, seperti genderang yang hendak perang.
'Rea … sudah! Berhenti! Al itu sahabat kamu dan kamu juga sudah memiliki Rega!' gerutu Rea dalam hati, memaksa hatinya untuk tidak berkelanjutan menyukai Aldy.
Namun dengan sumringah yang tidak memberikan alasan itu, Rea akhirnya memilih untuk beranjak ke kamarnya, tidak ingin ekspresi anehnya dilihat oleh orang rumahnya.
Cklek
Rea menutup pintu kamarnya dan segera ke tempat tidurnya, menutup wajahnya dengan bantal dan menjerit begitu keras.
Dengan bantal, suaranya dapat teredam dan aman, sehingga jeritannya tidak akan terdengar keluar kamarnya.
Ponsel Rea berdering, ia segera mengambilnya dari dalam tas yang masih menggantung dilengannya. Panggilan dari Rega yang membuatnya merubah raut bahagianya. Bukan ia tidak bahagia Rega memanggilnya, ia hanya merasa bersalah ketika melihat nama kontak Rega terpampang di layar ponselnya. Ia yang sudah memiliki kekasih, ternyata masih menyukai pria lain yang seharusnya tidak boleh seperti itu.
"Halo?" sapa Rea, menerima panggilan dari Rega. "Kamu sudah selesai latihan—"
"Apa yang terjadi padamu di pesta ulang tahun, Rea?" tanya Rega memotong ucapan Rea.
"Hm?! Apa yang terjadi? Aku tidak tahu," jawab Rea, seolah tidak tahu apa-apa.
"Jangan berbohong, Rea … aku melihat sebuah postingan, kalau kamu ditampar oleh salah satu tamu undangan karena tidak sengaja menumpahkan minumannya dan juga … aku melihat kalau Aldy—"
"Maafkan aku, Rega!" sanggah Rea.
"Dimana Al, Rea?" tanya Rega masih dalam panggilannya.
"Masih di pesta—"
"Oke."
Panggilan terputus.
Apa yang dilakukan oleh Rega benar-benar membuat Rea panik. Rega terkesan ingin menemui Aldy perihal masalah di pesta. Mungkin saja Rega tidak terima melihat kekasihnya yang berada dalam dekapan pria lain.
"Aku harus bagaimana?!" rengek Rea benar-benar bingung.
***
Rega pamit dengan teman-teman band nya untuk pergi usai latihan. Mobilnya ditujukan ke arah acara pesta, yang sempat Rea sebutkan saat kekasihnya itu mengajak ia pergi bersama. Namun sayang, latihan band tidak dapat ia tinggalkan karena sebentar lagi akan ada penampilan dari mereka untuk acara besar kampus.
Kini mobil Rega menepi di sebuah kafe, dimana area parkirnya telah penuh oleh sepeda motor. Rega segera keluar dari mobilnya dan masuk ke dalam kafe tersebut. Sangat ramai dan juga tidak banyak orang yang Rega kenal. Ia tidak langsung tertuju mencari Aldy, Rega memilih untuk mencari keberadaan Ferdinan lebih dulu.
Sorot matanya tertuju pada seorang wanita yang tengah tertawa karena berbincang dengan beberapa temannya. Ia melangkah menghampiri wanita itu dan membuat beberapa wanita yang dilaluinya terpana.
"Rega? Kamu sedang apa di sini? Rea sudah pulang sejak tadi," tutur Grey, yang menyadari kehadiran Rega.
"Dimana Ferdinan, Grey?" tanya Rega.
"Hmmm …," gumamnya melihat ke sekeliling, mencari keberadaan Ferdinan. "Itu dia!" ucapnya menunju ke arah belakang Rega, kemudian melambaikan tangannya.
"Rega … sedang apa di sini? Rea sudah pulang. Diantar oleh Aldy," ujar Ferdinan menyapa Rega.
"Aku datang kesini untuk menemui Aldy," ujar Rega, kemudian menunjukkan sebuah foto dari ponselnya kepada Ferdinan.
Ferdinan diam, melihat sebuah postingan yang tersebar karena Rea berada dalam dekapan Aldy.
"Posisinya tidak seperti itu, Rega. Aldy hanya membela Rea, ia juga memegang bahu—"
"Ferdinan!"
Ferdinan, Rega, Grey dan beberapa temannya menoleh ke arah sumber suara, melihat kehadiran Aldy bersama mereka.
Aldy diam, menyapa Rega dengan senyuman. Ia kemudian beralih mengajak Ferdinan berbincang, yang tidak dimengerti oleh Rega, apa isi pembahasannya.
"Aldy, ada yang ingi aku katakan padamu," ujar Rega tiba-tiba.
Apa yang baru saja Rega katakan membuat Ferdinan penasaran dan panik. Ia berharap tidak ada lagi keributan dipesta ini. Kasihan pada sang pemilik acara yang tak lain adalah gebetan Aldy.
"Iya, Rega?"
"Terima kasih, ya …."
Jleb!
'What?! Kenapa Rega berterima kasih?!' batin Ferdinan terkejut, ia salah menduga.
"Terima kasih, untuk?" tanya Aldy heran, ia menerima ponsel yang diberikan oleh Rega.
'Gawat! Jangan-jangan setelah ini mereka akan beradu—'
"Terima kasih sudah melindungi Rea disaat aku sedang tidak bersamanya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Rea saat wanita itu memperlakukannya seperti binatang sperti itu," tutur Rega.
Aldy diam, melihat raut Rega yang begitu resah.
"Kamu sangat mencintai Rea, ya?" tanya Aldy.
Rega diam, menangkap ada yang lain dari raut Aldy. Sepertinya Aldy tidak begitu suka kalau sahabatnya berpacaran dengan Rega, mungkin karena kedekatan mereka terlalu singkat dan Rea semudah itu menjadikan Rega kekasihnya.
"Ya … aku sungguh mencintai Rea. Kalau tidak, untuk apa aku jadikan dia kekasihku, Al," jawab Rega dengan kekehan, seolah pertanyaan Aldy sangat konyol.
Aldy mengangguk, kemudian tersenyum, namu terlihat jelas kalau senyum yang ia berikan sangatlah terpaksa.
"Oke … aku paham. Tapi aku tekankan padamu. Kamu sudah mencintainya dan Rea juga sepertinya sangat mencintamu. Jadi, jangan pernah membuat Rea menyesal karena telah memilihmu. Cukup satu kali aku melihat Rea begitu terluka saat Hans membuangnya seperti sampah," tutur Aldy, tanpa ekspresi sama sekali, benar-benar datar.
"Aku tidak akan menyia-nyiakan Rea, selama Rea benar-benar serius dan yakin dalam hubungan ini."