webnovel

Pangeran Mars Yang Perhatian

Emmelyn yang kaget sontak mencabut pisau dari balik pakaiannya dan ditancapkan di kursi, hanya satu inci jauhnya dari lengan Mars yang barusan meremas pantatnya. Pemuda itu terlonjak kaget dan segera menarik tangannya dengan wajah pucat.

Gila! Sejak kapan Emmelyn membawa-bawa pisau?

"Kau sedang apa?" tanya Mars keheranan. Ia merasa malu karena tadi terlonjak kaget. Ah.. rupanya kalau sedang dilanda nafsu, kewaspadaannya menjadi berkurang.

"Sudah kubilang jangan membuatku kaget," omel Emmelyn sambil mencabut pisaunya dan menaruhnya di meja.

Mars tidak tahu ini tetapi Emmelyn memang sudah terbiasa membawa pisau di balik pakaiannya setelah ia terlunta-lunta di luar istana Wintermere.

Selain menyamar sebagai laki-laki, ia juga melindungi dirinya dengan membawa senjata. Kehidupan di luar istana sangat keras dan ia tidak mau mati. Setidaknya, ia tidak mau mati sebelum membalaskan dendamnya.

"Kau selalu membawa senjata?" tanya Mars. "Aku tidak tahu itu."

"Ada banyak hal yang tidak kau ketahui tentangku," kata Emmelyn dengan tidak acuh.

Tadinya ia memang menyembunyikan pisaunya setelah percobaan pembunuhan yang gagal itu karena ia takut Mars akan selalu teringat bahwa pertemuan resmi pertama mereka terjadi karena Emmelyn hendak menusuknya di tengah malam saat laki-laki itu sedang tidur.

Tetapi setelah Emmelyn merasa bahwa posisinya aman di kastil ini, ia mulai kembali dengan kebiasaannya membawa senjata.

Bukan apa-apa, ia hanya selalu bersikap waspada. Bagaimanapun ia berada di sarang musuh. Menjadi wanita teman tidur pangeran bukan berarti ia bisa tinggal tenang dan lengah.

Dalam hati ia merasa senang karena barusan berhasil membuat Mars kaget. Ha. Tahu rasa kau, pikir Emmelyn.

"Kau benar, ada banyak hal yang tidak kuketahui tentangmu." Mars mengangguk-angguk. "Tapi pelan-pelan aku belajar. Sekarang aku sudah tahu apa saja makanan kesukaanmu, aku juga tahu posisi apa yang paling kau sukai saat kita berhub-"

Mars tidak melanjutkan kata-katanya karena melihat tatapan ingin membunuh di mata gadis itu.

"Hmmph.."

"Aku ingin tahu kenapa kau membawa senjata," kata Mars sambil tersenyum. "Apakah kau masih ingin membunuhku?"

[Tentu saja.]

"Kau masih perlu bertanya?" tanya Emmelyn ketus.

"Hei.. kalau kau membunuhku, anakmu akan kehilangan sosok ayahnya. Apakah kau mau anakmu tumbuh tanpa ayah?" tanya Mars keheranan.

Emmelyn memutar matanya dan berjalan meninggalkan aula itu, pura-pura tidak mendengar kata-kata sang pangeran. Entah kenapa wajahnya memerah dan terasa panas.

[Si brengsek itu tadi bilang apa? Tidak mau anakku tumbuh tanpa ayah? Hamil saja belum.]

Tanpa sadar Emmelyn meraba perutnya yang masih rata. Astaga... bagaimana kalau ia benar-benar sudah hamil?

Mereka kan sudah 'begitu' setiap hari...

Apakah masih sempat baginya meminta ramuan dari penyihir untuk membuat dirinya lebih subur sehingga ia dapat sekaligus mengandung beberapa anak?

"Heii.. kau mau kemana?" tanya Mars. "Ruang makan ada di sebelah kiri."

Emmelyn segera menoleh ke belakang dengan wajah sebal. "Kau tahu dari mana aku mau ke ruang makan?"

"Karena aku tahu kau sudah lapar," kata Mars. "Kau sering meremas jarimu kalau kau lapar."

Pria itu lalu bangkit dari kursinya dan berjalan ke arah kiri. Sementara Emmelyn yang tadi hampir masuk ke pintu samping menuju kandang kuda segera menyadari bahwa Mars benar. Ia hampir salah pintu.

Sambil berjalan menuju ke ruang makan gadis itu menatap kedua tangannya dan memperhatikan jari-jarinya. Benarkah ia meremas jarinya kalau ia lapar? Bahkan ia tidak pernah memperhatikan hal ini sebelumnya.

Next chapter