menahan hasrat untuk menunjukkan raut wajah tak suka, menjadi ujian untuk Carlo kali ini, jika biasanya ia akan bersikap acuh, maka berbeda dengan sekarang.
ia tidak bisa mengalihkan atensi selain kepada perubahan sikap Violet, itu karena Violet hadir seperti seseorang yang berbeda, walau keretakan hubungan keduanya sudah terjadi beberapa tahun silam. tetapi tak menutupi fakta bahwa saat ini adalah saat dimana mereka berdua bersikap layaknya dua orang asing yang hanya bersedia bertatap wajah ketika memiliki kepentingan tersendiri.
Violet yang Carlo tau, adalah wanita yang selalu ingin mengenal lebih tentang dirinya, wanita yang selalu mencari kesempatan kapan saja agar lebih dekat dengannya, dan wanita yang selalu mendukung serta mengaguminya walaupun kasih sayang yang berusaha ditunjukkan dibalas dengan sikap arogan Carlo sewaktu mereka kecil.
Carlo menyadari, tapi tidak berniat untuk menyesali.
entah apa yang menyulut dirinya hingga ia tersinggung oleh perubahan sikap Violet yang terang-terangan ditunjukkan dihadapan nya, Carlo berusaha untuk menutupi perasaan kacau itu dengan mengubur dalam-dalam ekspresi tak terimanya dengan wajah bagai kertas kosong nan datar.
seperti detik ini contohnya, mereka berdua berjalan dengan jarak yang cukup berjauhan. Carlo berada di depan dan Violet berjalan di belakang masih dengan Kevyan yang berada nyaman di gendongannya.
sebagai pemandu jalan, Carlo hanya memiliki satu permohonan pada saat ini, ia meminta agar Tuhan dapat memindahkan lokasi ruangan yang ia akan tuju menjadi berpindah lebih dekat dari tempatnya saat ini melangkah, sehingga ia tidak harus menahan keanehan yang menjalari sekujur tubuhnya selama ini berada di sekitar Violet.
"kita akan kemana?" tanya Violet mengawali pembicaraan di tengah kesunyian.
"ke ruangan yang menurutku cocok dengan pembicaraan kita."
mendapat jawaban yang ia ingin tau, Violet menutup mulutnya dan enggan untuk bertanya lagi, tetapi tak bisa di pungkiri bahwa wanita itu sendiri juga sebenarnya sedang menahan gelisah setengah mati. jujur saja, Violet merasakan tangannya seperti kebas karena terus mengeluarkan keringat dingin terus menerus disertai getaran-getaran yang membuatnya menjadi kaku.
cukup lama berjalan, mereka berdua pun sampai ke depan pintu ruangan lebar ber cat putih bersih dengan nuansa klasik yang begitu kental, Violet berusaha menerawang ke dalam masa lalu ketika ia tinggal di Ettheria, ia mengingat pintu ini, tetapi tak pernah sekalipun memasukinya karena ia tidak pernah penasaran. tetapi kali ini adalah menjadi kesempatan pertamanya melihat isi dari Ruangan yang ditutupi Pintu antik di hadapannya.
terlihat Carlo yang sedang merogoh saku kemeja nya dan mengambil sebuah kunci dengan ukiran rumit, jelas itu adalah kunci yang diperuntukkan untuk pintu antik yang sedang berusaha di buka Carlo itu.
"ayo masuk," ajak Carlo ketika ia berhasil membuka kunci pintu dan mendorongnya hingga terbuka.
tanpa bisa di cegah, raut terpana pun Violet tampilkan ketika matanya disuguhi pemandangan indah dan masih memiliki unsur klasik yang begitu antik, ini justru lebih menarik dari sekedar pintu yang ia sempat kagumi tadi.
"apa politik yang kau maksud memiliki kecocokan dengan semua ini?" tanya Violet, jemari-jemari lentiknya menyapu bingkai lukisan yang dibuat oleh tangan emas seseorang itu dengan hati-hati.
merasa belum terpuaskan, Violet semakin menyapu seluruh arah pandangannya hingga ia tanpa henti membatinkan kata-kata luar biasa di dalam hati ketika kedua iris nya menatap satu per satu lukisan yang sengaja diabadikan dan dirawat dengan hati-hati itu.
benar, semua yang ada di dalam ruangan itu adalah lukisan. lukisan yang dibuat oleh pelukis handal kerajaan dan diabadikan di sebuah ruangan yang jarang dimasuki oleh orang-orang agar ketahanannya terjaga.
***