webnovel

Pertunjukan Saudara Perempuan (5)

[Memuat Data…]

[Persentase penyelesaian tugas:]

[Nama: Mei Bathari Puspa]

[Umur: 15 Tahun]

[Jenis kelamin: Perempuan]

[Poin: 0]

[Tugas saat ini: 30%]

Didalam tubuh Sekar, Mei melihat data dari sistem. Belum ada satu minggu dan peningkatan tugas sudah jauh. Sistem juga tidak bisa tidak kagum ketika melihat persentase penyelesaian tugas. Jika ini adalah tuan rumah sebelumnya, jika dalam waktu kurang dari seminggu belum ada kenaikan persentase itu biasa. Tapi kali ini, sebenarnya tuan rumah memiliki lebih dari 30% dari 100% dalam waktu singkat.

Sistem mengintip wajah tuan rumah yang sudah membuat kemajuan tinggi dalam sedikit waktu, dia bisa melihat wajahnya yang tidak puas. Wajah itu membuat sistem membisu.

Saat ini baru tugas pertama, dan tugas ini bukan bertujuan menjadi berpengaruh didunia. Tugas ini adalah untuk mendapatkan perasaan.

Dalam minggu terakhir, tuan rumah dalam tubuh Sekar tidak pernah keluar rumah. dia tidak memakai riasan berlebihan lagi, tapi dia masih mempertahankan rambutnya. Rambut merah di tubuhnya bukanlah rambut yang dia warnai. Itu adalah rambut sejak lahir. Karena siswa di negara ini harus berpenampilan sopan dan rapi, rambut merah tidak diperbolehkan. Dia pernah mewarnai rambutnya menjadi hitam sekali, tapi sia-sia. Rambutnya kembali menjadi merah.

Agar tidak merepotkan dia selalu memakai wig. Tapi itu terlepas setalah dia kelas 2 SMP. Dia tidak peduli orang lain berkata tentangnya. Dia juga lebih sering bermain dengan orang-orang yang kasar dan tidak teratur.

Sejak pertama Mei datang, dia bisa melihat bagaimana Sekar bisa mendapatkan warna rambut ini. Ayahnya bukanlah orang asli. dia memiliki mata obsidian dan rambut merah kecoklatan.

Syarat untuk tugas tersebut adalah mempertahankan penampilannya. Tentu saja, Mei hanya menghilangkan riasan Sekar, dia masih mempertahankan warna rambutnya.

Sistem sudah melihat bagaimana Sekar menyelesaikan tugas 30% dalam minggu ini. dia sering membantu ibunya didapur. Kadang bicara dengan ayah dan kakaknya. Dia juga sering meminta Dhino pergi bersamanya ke supermarket.

Sistem tidak bisa tidak bertanya-tanya, karena dalam ingatan yang dia salin dari ingatan tuan rumah sebelum kematianya, dia tidak pernah merasakan kehangatan yang berlebihan dalam keluarga. Dia tidak pernah hidup bersama dan selalu melakukan semua sendiri, acuh tak acuh. Bagimana tuan rumahnya bisa menjadi orang yang sangat berbeda. Apakah jenius memiliki pikiran mereka sendiri. Tapi, seharusnya EQ tuan rumahnya tidak setinggi itu. untuk pertama kalinya, sistem mengeluh. Sistem benar-benar tidak mengerti manusia.

"Bagaimana keadaanmu?"

Saat ini Sekar sedang duduk menghandap jendela. Sebuah meja dengan buku tertata rapi ada di depannya. Untuk membuat orang lain mengubah kesan tentang dirinya, dia mulai belajar. Meskipun pengetahuan ini tidak ada apa-apanya, beerpura-pura bukan hal yang sulit.

"Tidak apa-apa."

"Ujian masuk perguruan tinggi bulan depan. Jangan terlalu lelah."

"Aku tau."

Sekar mulai mengerjakan buku di depannya tanpa kesulitan. Dhino melihat sekar mengerjakan beberapa soal dengan mudah dan langsung. Dia berkedip beberapa kali dan menghentikan naitnya yang ingin keluar.

Waktu berlalu dan tidak sadar, Sekar sudah menyelesaikan semua lembar soal yang dia punya. Dia akan meregangkan tangan saat merasakan seorang melihatnya.

"Apakah masih ada sesuatu?"

"Tidak…. Kamu sangat kuat dalam belajar?"

"…. Rata-rata."

Dhino: "…." Benarkah? Jika itu rata-rata maka selama ini dia adalah sampah!!

Tapi Dhino tidak ingat kapan terakhir kali adiknya belajar sangat keras.

Dia hampir membuka mulutnya bertanya saat Ibu Sekar datang ke pintu kamar.

"Yah, bukankah aku memintamu memanggil Sekar untuk makan? Kenapa sangat lama."

"Tadi…. Tidak, maaf, aku…."

"Jangan salahkan kak Dhino, aku yang terlalu asik mengerjakan soal."

"Kamu. Tidakkah akhir-akhir ini selalu melindungi kakakmu?"

Sekar tersenyum memperlihatkan sederet giginya. "Apakah begitu?"

Kemudian dia dengan centil menghampiri ibunya. Dia memeluk lengan ibunya dan membawanya ke ruang makan. Ibu Sekar hanya bisa menghela nafas tidak berdaya. Sementara itu, Dhino di tiggalkan dibelakang. Dia melihat kepergian kedua orang itu, tapi matanya tidak lepas dari sosok munggil yang memeluk manja itu.

Next chapter