Tubuh Galang yang menekan di atasnya terasa berat. Luna tidak bisa menahannya lagi.
Gadis itu data melihat hasrat yang ada dalam mata Galang dan itu benar-benar gawat baginya!
Galang mengambil kedua tangan Luna yang menekan dadanya dan menaruh keduanya di atas kepala gadis itu, menggenggamnya dengan kuat.
Pria itu kemudian berkata padanya dengan suara yang rendah, "Apa kau benar-benar Luna?"
Jika dia curiga dengan Luna sebelumnya, malam ini dia benar-benar yakin setelah melihat kejadian tadi.
Menurutnya, Luna bertingkah aneh dan sangat berbeda dengan Luna yang dikenalnya sebelumnya.
Gadis itu diadopsi olehnya saat Luna berusia sebelas tahun, dan sedari dulu memiliki perubahan emosi yang buruk dan tingkah lakunya yang sangat buruk.
Dan saat dia melihat refleks cepat Luna tadi, Galang tahu ada yang tidak beres pada dirinya. Luna sebelumnya tidak memiliki refleks cepat seperti itu sebelumnya.
Juga pengetahuannya akan teknologi yang dibuktikan dengan dirinya yang berhasil mengembalikan video CCTV tadi.
Apa kepalanya terbentur sesuatu jadi dia punya kemampuan seperti itu? Dan dia harus meyakinkan dirinya jika gadis itu memang benar-benar Luna, keponakannya.
Namun, entah kenapa saat dirinya melihat Luna, Galang semakin ingin mendekati dan memiliki gadis itu. Baik tubuhnya maupun hatinya.
Sedangkan Luna merasa panik saat Galang menanyakan hal itu padanya.
Dia juga sangat ceroboh tadi saat menunjukkan kemampuannya di depan semua orang. Itu malah akan semakin mengungkapkan jati dirinya yang dulu, Gisella.
Gadis itu berkata pada Galang dengan gugu, "A-apa Paman sedang mabuk? Siapa lagi aku kalau bukan Luna?"
"Mabuk?" tanya Galang dengan kedua matanya menyipit.
Pria itu menyeringai dan mengusap-usap jarinya ke tangan Luna dengan pelan dan berbisik padanya, "Hm … mungkin"
Setelah berbisik seperti itu, Galang mencium bibirnya.
Luna yang merasakan kelembutan pada bibirnya membuat jantungnya berdebar dengan keras.
Gadis itu dapat merasakan ciumannya yang begitu menuntut. Lidahnya bergerak-gerak di dalam mulutnya dan bibirnya menghisap dengan kuat bibirnya. Pria itu tidak membiarkannya bernapas sedikitpun, dan semakin menciumnya.
A-apa-apan ini! batin Luna panik.
Luna ingin mendorong tubuhnya menjauh, namun tangannya dikunci dengan kuat di atas kepalanya oleh Galang.
Dengan cepat Luna, menolehkan wajahnya dan membuat ciuman mereka terlepas.
Gaditu mengambil napas dalam-dalam. Dadanya naik turun dengan cepat.
Namun, setelah mengambil napas pendek sebentar, kepalanya ditarik kembali. Tangan Galang menopang kepalanya dan menciumnya kembali.
Luna menangis, dan menggigit bibir bawah Galang. Dia tidak berkutik saat dipegang kuat seperti itu.
Dia tidak bisa bernapas karena Galang tidak memberikannya kesempatan.
Galang menciumnya lebih dalam dan pria itu dapat merasakan rasa manis di bibir dan lidahnya. Dia menyukai itu.
Saat merasakan gadis itu tidak melawan lagi, dan tubuhnya mulai memelas, Galang menghentikan ciumannya.
Ternyata dia tertidur … atau mungkin pingsan?
Galang memeluk tubuhnya dan tidur di sebelah Luna.
Pria itu mengelus pelan hidung kecil Luna sambil berbisik padanya, "Sepertinya kau harus banyak berlatih berciuman lagi, Luna. Kau bahkan tidak kuat saat berciuman denganku?"
Namun, karena itu Galang jadi menemukan kelemahan dirinya.
Saat melihat bibir Luna yang basah karena berciuman tadi, Galang mengecupnya beberapa kali lagi.
Setelah itu, dirinya mengelus pelan kepala Luna dan berkata, "Luna, mulai sekarang, kau hanya milikku."
Pria itu memeluk lebih erat Luna dan ikut tertidur di sampingnya.
_______
Keesokan paginya, Luna terbangun dan merasakan seseorang memeluknya.
Dia mendongakkan kepalanya dan melihat Galang yang masih tertidur dengan tenang dan saat melihatnya, dia tiba-tiba memikirkan kejadian tadi malam antara dirinya dan Galang.
Luna kembali teringat Galang yang menciumnya dengan begitu agresif.
Gadis itu menghela nafasnya pelan. Melihat Galang yang masih tertidur di sebelahnya, muncul rasa dilema dalam hatinya.
Jadi, setelah menciumku, bagaimana bisa dia tidur juga di sini?! batinnya kesal.
Luna mengulurkan tangannya dan mendorong dada Galang, namun malah membuat pria itu terbangun.
Galang mengerutkan keningnya dan memandang Luna dengan bingung. Dia agak sedikit terkejut saat melihat Luna yang berbaring di sebelahnya.
"Luna, kenapa kau tidur di kamarku?" tanya pria itu dengan wajah bingung.
Gadis itu kesal saat mendengar pertanyaannya.
Apa dia amnesia? batinnya.
Luna bangkit dari tidurnya dan duduk, kemudian berkata dengan marah, "Paman apa kau amnesia? Ini kamarku! Bukan kamarmu!"
"Oh." Galang masih menjawab dengan bingun, kemudian berkata sambil meringis pelan, "Kenapa aku bisa tidur di sini?"
Luna menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Gadis itu berpikir mungkin pamannya memang benar-benar mabuk dan menjadi lupa soal ciuman tadi malam. Dia ingin memastikannya dan bertanya pada Galang, "Apa kau tidak ingat apa yang terjadi tadi malam?"
Sedangkan, pria itu hanya memandangnya diam dengan ekspresi kebingungan.
"Uhm .., memangnya apa yang terjadi tadi malam?" tanya Galang menyerah.
"Hash …"
Aish! Benar-benar! Apa dia memang lupa atau pura-pura lupa?! batin Luna marah.
Gadis itu menyerah dan memutuskan untuk tidak berdebat dengan Galang. Dirinya turun dari ranjang dan segera mengambil bajunya yang ada dalam lemari.
Namun, di belakangnya Luna tidak menyadari Galang yang menyeringai menatapnya. Dia juga tidak tahu pikiran licik Galang saat ini …
_____
Saat ini Luna sedang berada di kelasnya, dan duduk dengan dengan lemas di kursinya.
Gadis itu terus saja mengingat kejadian tadi malam tentang Galang yang ,menciumnya dengan begitu agresif.
Saat mengingatnya, dia menjadi malu sendiri. Kedua pipi putihnya perlahan memerah dan jantungnya berdebar dengan kencang.
"Luna!" Dirinya terkejut saat mendengar teriakan seseorang yang memanggil namanya.
Luna mendongakkan kepalanya dan melihat seorang gadis berkacamata yang memandangnya dengan penasaran.
"Kau kenapa?" tanyanya. Namun, Luna hanya terdiam dan mengalihkan pandangan darinya.
Gadis itu menghela napas dan berkata, "Luna. Kau kenapa, sih? Kenapa melamun begitu?! Aku sudah memanggilmu enam kali tadi, tapi kau tidak dengar. "
"Hah? Aku … melamun? T-tidak, kok. Aku tidak melamun .." ujar Luna dengan gelagapan.
"Hm … kau melamunkan hal-hal jorok ya? Kenapa pipiku sampai merah begini?" tanya gadis itu sambil menyeringai padanya.
"A-apa! Tidak, kok. U-udara di sini sangat panas, sampai aku kepanasan. …" elak Luna. Padahal memang dirinya sedang memikirkan hal yang jorok.
Untuk mencegahnya bertanya-tanya lagi, Luna segera berkata, "Kenapa kau memanggilku? Ada perlu apa?"
Gadis itu kembali teringat tujuan utamanya memanggil Luna, kemudian jarinya menunjuk ke arah pintu yang ada di depan kelas sambil berkata, "Ada pemuda tampan yang mencarimu, tuh."
Luna mengalihkan pandangannya ke arah pintu dan dia dapat melihat juga teman-teman kelasnya sedang menatapnya dengan pandangan penasaran.
Gadis itu kembali mengalihkan pandangannya ke depan dan melihat sosok tinggi yang berdiri dengan buku di tangannya. Dia adalah Ezra, kakak kelasnya.
Luna menepuk pipinya untuk menyadarkan dirinya, bangkit dari duduknya dan bergegas berjalan ke depan dan keluar dari kelas.
"Kak Ezra mencariku? Ada apa, Kak?" tanya Luna saat sudah berada di hadapan Ezra.
Pemuda itu tersenyum dan menjawab, "Aku mau memeriksa setiap kelas. Kau ada pelajaran nanti?"
Luna mengingat jadwal sekolahnya dan berkata, "Tidak, Kak. Kalau begitu ayo, pergi bersama-sama."
Saat mereka akan pergi, terdengar suara seorang pemuda dengan nada cemburu dari belakang mereka.
"Kalian mau kemana?!"
Keduanya menoleh, dan melihat Rangga yang berjalan ke arah mereka sambil menyipitkan kedua matanya, menatap mereka dengan curiga.