webnovel

Cium?

Luna memutar matanya dan merebut kembali ponselnya. "Tidak."

Rangga menyeringai dan kembali bertanya, "Lalu siapa namamu? Kau juga tidak akan memberitahuku?"

Luna mencibir pelan. Kemudian, dia dapat mendengar suara seorang pemuda dari luar pintu bilik toilet.

"Rangga, kau di mana? Aku sudah membelikanmu pakaian!"

Rangga mengulurkan tangannya ke atas dan menggedor pintunya.

"Sini. Lemparkan ke sini.'

Darma melihatnya dan berkata, "Oh!

Segera kemudian dia melemparkan kemeja putih itu ke arah bilik toilet dimana suara Rangga berasal tadi.

Rangga menangkapnya dan segera melepaskan tag harganya dan berkata pada temannya, "Tunggu aku di luar."

Luna menjadi lebih panik, "Aku masih ada di sini, ingat?"

Pemuda itu tampak tidak peduli dengan ucapannya dan membuka satu-persatu kancing kemejanya.

Apa-apaan dia? batin gadis itu dengan kesal.

Luna dengan tergesa-gesa, memejamkan kedua matanya.

Setelah Rangga selesai mengganti bajunya, dia melihat gadis di depannya dengan mata terpejam dan bibir merah mudanya yang cemberut. Kemudian, pemuda itu menyeringai.

Bulu mata gadis itu sangat panjang dan lentik, dan wajahnya sangat indah seperti boneka.

Benar-benar gadis yang bodoh, jika gadis lain yang dihadapkan pada kesempatan seperti ini, mereka pasti akan menatap Rangga tanpa berkedip.

Gadis itu ketakutan seperti akan di gigit saja olehnya.

Hanya dia yang berbeda, dia benar-benar tidak berani melihat tubuhnya.

Dia tidak pernah berpikir akan adanya gadis lugu seperti dia di dunia ini.

Hm, menarik!

Sebelum gadis itu menyadarinya, dia mendekati gadis itu perlahan. Tujuannya adalah bibir yang menggodanya itu.

Saat merasakan kesunyian, Luna tiba-tiba membuka matanya, dan melihat wajah tampan yang sudah berada sangat dekat dengan wajahnnya.

"Apa yang kau lakukan?!" Luna mendorong tubuhnya menjauh.

Rangga yang kurang beruntung, tubuhnya terbentur keras dengan dinding di belakangnya.

Pemudi itu mendesis kesakitan.

Di luar dugaannya, gadis ini cukup kuat.

Namun, Rangga hanya tertawa kecil ketika melihat wajah kecilnya yang memerah.

Suaranya rendah saat mengatakan, "Kau manis sekali… membuatku sangat ingin menciummu."

Luna tercengang mendengar perkataannya barusan dan berpikir mengapa dia harus bertemu dengan playboy kunyuk ini?

Rangga menolak untuk melepaskannya, dan memberikan bajunya yang telah diganti ke tangan gadis itu. "Cuci ini dan segera kembalikan padaku."

Luna balas tersenyum sinis dan berkata, "Kau menyuruhku mencucinya untukmu? Bagus sekali! Hello! Apa kau bercanda! "

Kemudian dia berbalik dan memasukkan bajunya ke dalam toilet. Lalu dengan cepat menekan tombol flush, dan dalam beberapa saat baju itu sudah hilang ditelan pusaran toilet tadi.

Luna melihat kembali wajah Rangga yang kaku, dan dirinya merasa puas.

Gadis itu tersenyum sinis dan berkata, "Kemejamu, aku, beli, sekarang!" Dia menarik tangannya dari genggaman Rangga yang tertegun, mengulurkan tangannya untuk memutar kunci pintu, membuka pintu, dan berjalan keluar dari bilik toilet.

Melihat Darma yang menunggu di luar toilet, Luna bertanya padanya, "Apa kau temannya Si Playboy itu?"

"Si Playboy yang mana, ya?" Damar balik bertanya sambil menggaruk bagian belakang kepalanya dengan ekspresi bingung.

"Rangga!" jawab Luna kesal.

"Oh, ya."

"Berapa harga kemeja yang kau beli tadi?" tanya gadis itu.

"Uhm … seratus tiga puluh ribu ..."

Damar masih bingung kenapa seorang gadis bisa keluar dari toilet laki-laki, dan mengapa dia memanggil Rangga dengan 'Si Playboy'.

"Tunggu aku di sini" ujar Luna.

Tiga menit kemudian, Rangga akhirnya keluar dari toilet.

Dan Luna yang baru saja kembali dari mengambil dompetnya, kemudian memberikan sebuah kartu ATM pada Rangga. "Saldonya masih satu juta, bayar untuk kemeja dan kopimu, lalu kodenya adalah enam, kosong, enam, kosong."

Rangga masih memegang kartu ATM Luna, kemudian mengambil puolen yang disematkan di sakunya.

Dengan segera, sederet angka tertulis di kartu itu. Dan Rangga memasukkan kembali kartu ATM dengan nomor yang tertulis itu ke dalam saku Luna.

Dia menarik leher gadis itu pelan dan menariknya lebih dekat, kemudian berkata padanya dengan suara rendah, "Ini nomor ponselku. Jika kau berani meneleponku, kuharap kita akan segera kembali bertemu." Kemudian melepaskan lehernya dan berjalan pergi.

Luna melihat punggung pemuda itu dan mengerutkan kening.

Cih! Percaya diri sekali dia?!

Meneleponnya? Hah! Luna mencibir dalam hatinya.

Lain kali jika berani begitu sombong padanya lagi, dia tidak segan-segan akan kasar padanya!

Setelah pulang ke rumah kembali, Luna mengetahui bahwa pamannya tidak ada di rumah.

Kemudian setelah makan malam, dia mandi dan langsung pergi tidur.

Saat tengah malam, gadis itu terbangun karena mendengar beberapa suara dari sebelah kamarnya.

Dia berbalik dan duduk di ranjangnya, kemudian bangkit dan berjalan ke arah pintu kamarnya.

Luna membuka pintunya dan berjalan keluar.

Pintu kamar Galang tertutup rapat, dan dia bisa mendengar beberapa orang sedang berbicara di dalamnya.

"Kali ini benar-benar ceroboh."

"Apa kau menemukan orangnya? Apa mungkin ini karena pengaruhnya?"

"Tidak terlalu yakin."

"Bagaimana dengan kondisi Galang?"

Luna berhenti. Paman itu terluka?

Dia membuka pintu terbuka dengan pelan, dapat dirinya lihat ada empat orang di dalam ruangan itu.

Galang berbaring di ranjang, berdiri di samping ranjangnya adalah Hilman, kemudian pria yang pernah dilihatnya kemarin, dan seorang pria berkacamata.

Saat ini, pria tampan berkacamata itu sedang merawat luka Galang, dan sepertinya dia adalah dokter pribadi oria itu.

Beberapa orang menoleh ketika mendengar gerakan dari arah pintu. Aldo menyipitkan matanya, dan saat melihatnya dia berkata dengan keras, "Keluar!"

Gadis ini hanyalah simpanan Galang dan berani-beraninya berkeliaraan seperti itu dan masuk tanpa izin! batin Aldo.

Hilman yang berada di sampingnya melotot saat melihat sosok gadis yang berada di depan pintu saat ini.

Luna masih tetap berdiri dan menatap mereka dengan pandangan matanya yang tajam. Hal ini mengingatkan Hilman akan Luna yang dulu, yang tidak takut dengan apapun.

Nona Muda itu selalu pemarah, apalagi dia juga tidak menerima teguran dari siapapun.

Dia pernah bertengkar dengan Galang sebelumnya, dan bahkan menyinggungnya, dan membuat pria itu marah. Namun, Luna masih saja keras kepala

Hilman sibuk mencoba menjelaskan kepada Aldo dan memintanya untuk meminta maaf, tetapi Luna dengan tenang berkata, "Tuan, aku tahu kau adalah teman Paman, tetapi saya adalah keponakannya. Aku masih berhak mengetahui keadaannya."

Aldo tercengang dan berkata," Apa kau … Luna?"

Gadis ceroboh itu?

Saat dia berbicara, dia melihat Hilman di sampingnya meminta penjelasan lebih. Pria itu mengangguk dan berkata, "Dia adalah Nona Luna, Nona Muda."

Segera setelah itu dia berjalan ke Luna dan mengatakan, "Tuan Galang diserang di luar hari ini dan menderita beberapa luka."

Pria itu dapat melihat ekspresi wajah Luna yang aneh.

Gadis itu memegang kedua tangannya dengan erat dan bertanya, "Apakah ini serius?"

Sedangkan Aldo menatap ke arah Luna dengan wajah yang heran.

Gadis itu ternyata adalah Luna! Saat tidak memakai riasan tebalnya, dia terlihat berbeda! batin Aldo.

Hilman memandangnya curiga dan menjawab, "Sekarang Tuan Galang dalam keadaan koma, tapi dia akan segera baik-baik saja saat Dokter Juan ada di sini. Nona bisa kembali beristirahat."

"Hei, hei, dia tidak bisa pergi!" Aldo berjalan mendekat dan menyeret Luna masuk. "Pamanmu sedang sakit, tidak bisakah kau tetap di sini dan merawatnya?"

Aldo telah mendengar Hilman berbicara tentang perbuatan jahat keponakan Galang sebelumnya, tetapi sekarang dia mengambil kesempatan untuk mengajari gadis itu apa yang harus dilakukan sebagai keponakan yang baik.

Setelah Juan selesai membalut luka Galang, dia dengan samar mengatakan kepada pengurus Hilman, "Dia mungkin akan terus mengalami demam, dan yang terbaik adalah terus menyeka tubuhnya dengan air dingin."

Aldo yang mendengarnya segera berkata pada Luna, "Kau mendengarnya, kan? Itu adalah tugasmu untuk menyeka tubuhnya."

Next chapter