webnovel

Episode 11 - Bohong

‘Kebohongan yang disukai sebagian orang.’

“Jadi Se Rin yang ini, aku kira bukan!” kata Se Jun sumringah dengan seluruh tubuh bergerak kegirangan, saking senangnya menemukan pemilik syal bermotif bunga, yang berarti penyelamatnya.

“Aku suruh managerku mencarimu tapi ternyata kita bertetangga, kembalikan syalku.” tukas Se Rin tak sabar.

Se Jun cepat-cepat memperlihatkan kain yang melingkar di pergelangan tangan. “Ini syalmu,”

Se Rin segera saja menyambar syal tersebut dari sela-sela gerbang besi. Bersyukur karena tidak kehilangan barang pemberian ibunya.

“Aku selalu memakainya ke mana pun, siapa tahu pemiliknya akan muncul dan aku bisa langsung memberikannya.” kata Se Jun dengan perasaan lega.

“Oh-Se-Hun?” Se Rin membaca tulisan yang disulam pada sudut lain syal, sejajar dengan namanya, lalu mengalihkan pandangan meminta penjelasan kenapa ada nama lain selain namanya.

“Itu, itu Harabeoji yang membuatnya,” Se Jun tergagap mencari kata untuk melanjutkan ucapannya, “Dia kira ini milik kekasihku, maaf … kalau kau mau aku bisa menyuruh Harabeoji untuk melepasnya,”

Se Rin mengambil napas dalam-dalam, menatap tak suka sulaman nama orang asing di depannya.

“Harabeoji juga ahli dalam merajut, dia membuatkanku syal merah agar aku tidak kedinginan.” terang Se Jun teringat pada pertemuan pertamanya dengan kakek di stasiun, ia meneruskan, “Sejak kecil Harabeoji selalu memberiku hadiah hasil rajutannya,”

Kebohongan lain yang dibuat Se Jun. Ia tahu bahwa berbohong itu tidak baik, tapi untuknya yang sebuah robot tiruan manusia sepertinya tidak berlaku karena menurutnya, hidupnya pun adalah sebuah kebohongan, ia mengakui menyukai kebohongan yang dibuatnya.

Se Rin mengembuskan napas kasar. “DIAM! Aku tidak ingin mendengar kisahmu!”

“Kau marah?”

“Siapa yang tidak marah ketika mendapati barangnya dirusak!”

“Aku akan meminta harabeoji untuk melepas,-”

“Lalu kainnya akan berlubang.” sela Se Rin yang lalu mencebikkan bibir.

Masih banyak yang perlu dipelajari oleh Se Jun, mengenai perasaan dan emosi seorang manusia yang berbeda-beda. Dalam situasi seperti ini ia hanya harus meminta maaf sambil menunduk menyesali semuanya. Sementara Se Rin melirik sekitar, dua sampai tiga pejalan kaki memandang yang lalu saling berbisik mengomentari betapa menyedihkannya laki-laki di depan gerbang rumah itu.

Se Rin segera menutupi wajahnya dengan syal. “Aku memaafkanmu, sudah sana pergi,” usir Se Rin.

Ternyata benar, kata maaf bisa menyelesaikan masalah. “Sulaman namaku tidak perlu dilepas?” Se Jun mengangkat kepalanya, ia tidak lagi menunduk karena permohonan maaf telah diterima.

“Pergi,” tukas Se Rin jengkel, yang segera saja dituruti Se Jun. “Tunggu … jadi kau korban atau pelaku ledakan lumbung padi?” lanjut Se Rin hampir melupakan hal yang sangat ingin diketahuinya.

Mendadak langkah kaki Se Jun terhenti, ia gelagapan mencari jawaban apa yang harus diucapkannya. Netranya menangkap tatapan menyelidik dari Se Rin.

ΘΘΘ

Salah satu butik yang Se Ring dikunjungi Cha Hee Yeon tak begitu ramai, dan sudah menjadi kebiasaannya menerima ajakan untuk berfoto bersama penggemar serta memberikan tanda tangan sehingga sekarang ia tak lagi disibukkan dengan hal semacam itu lagi, meski satu atau dua kali ia bertemu dengan penggemarnya.

Pemilik toko melindungi pelanggan VIPnya dengan baik pula, jadi ia bisa dengan nyaman memilih pakaian yang disukai. Hee Yeon terlihat bingung menimbang-nimbang pakaian di depan cermin sembari sesekali mengepasnya.

“Anda bisa mencobanya.” tawar pelayan dengan senyum ramahnya.

Wanita berpipi tembem, berambut panjang yang di kuncir, mengangguk dan berkata, “Cobalah satu persatu nanti akan aku pilihkan untukmu,” katanya duduk di sofa panjang tanpa sandaran yang sengaja disediakan untuk tempat menunggu.

“Oh aku hampir lupa manager baruku juga seorang stylish, tetap di situ dan jangan harap kau dapat mengkritik pakaian yang tak cocok denganku, karena semua pakaian akan terlihat cantik jika aku yang pakai.” kata Hee Yeon berlalu memasuki ruang berpintu cermin dengan beberapa baju di tangannya.

“Justru aku yang akan membuatnya terlihat cocok saat baju itu dipakai olehmu...” gumam Hyo Jung melihat pantulan dirinya di cermin sesaat setelah pintu ruang pas itu ditutup.

Tak lama kemudian Hee Yeon keluar dengan dress merah maroon polosnya, sembari tersenyum senang berpikir tentang Hyo Jung yang akan memuji pakaian tersebut sangat cocok dengan tubuhnya.

“Bagaimana, aku terlihat cantik bukan?” tanya Hee Yeon berputar lalu memegang ujung rok dan seperkian detik ia dikejutkan dengan seorang laki-laki yang duduk di sofa menggantikan Hyo Jung. “Siapa kau? Mana managerku?” ia menanyakan seraya berjalan celingukkan.

Laki-laki itu bangkit dari duduknya, di pundaknya tersampir beberapa pakaian berwarna hitam. Melewati Hee Yeon begitu saja tanpa sepatah kata pun. Hee Yeon melongo menatap si laki-laki jangkung yang baru saja melengos memasuki ruangan yang sebelumnya telah ia gunakan, dan bahkan akan digunakan lagi.

“Hei pakaianku masih ada di dalam!” seru Hee Yeon mencoba membuka pintu namun sudah dikunci dari dalam, ia mengumpat, “Dasar tidak sopan,”

Hee Yeon bulak-balik melihat penampilannya di pantulan cermin, tersenyum sembari bergaya seperti saat dia sedang menjadi model untuk brand pakaian terkenal. Seketika itu juga gurat wajahnya berubah kesal, mengingat laki-laki di dalam ruang ganti yang masih belum juga keluar. Hyo Jung yang sebelumnya telah dihubungi mengaku sakit perut dan sampai sekarang masih belum kembali dari toilet.

“Kenapa dia begitu lama,” kata Hee Yeon mendekati pintu mengabaikan pantulan dirinya di cermin, ia mencondongkan kepala seperti orang yang sedang menguping.

Mendadak pintu dibuka dari dalam. Hee Yeon segera menyingkir bersikap biasa. “Memangnya kau akan sekeren apa hingga harus berlama-lama di dalam sana...?” kata Hee Yeon mengedipkan mata terpaku melihat laki-laki yang begitu dekat di hadapannya.

“Minggir,”

Dalam ketertarikannya Hee Yeon tersadar, dia sudah gila pikirnya menghempaskan lamunannya.

“Aku bilang menyingkirlah,” Park Chan Yong yang hari ini mulai tinggal di Seoul entah untuk berapa lamanya, berucap datar.

Tiba-tiba rasa kagum Hee Yeon lenyap, ia mengulum bibir bawah dengan kesal. Mau tak mau ia minggir selangkah. “Sungguh tak dapat dipercaya bahwa idol sepertiku diminta untuk menyingkir, memangnya dia siapa? Membuatku semakin kesal karena dia tampan,” gerutu Hee Yeon sembari memperhatikan punggung Chan Yong yang menjauh.

“WOW... kau terlihat begitu elegan!” komentar Hyo Jung yang baru datang.

“Menjengkelkan...” Hee Yeon berjalan jengkel memasuki ruang ganti.

“Ada apa dengannya?” tanya Hyo Jung tak mengerti akan jawaban dari pujiannya.

ΘΘΘ

Layar televisi menampilkan acara masak dari seorang chef terkenal, kakek yang menontonnya terlihat menginginkan makanan tersebut. Tiba-tiba saja suara Se Jun mengagetkannya, menghilangkan khayalan bahwa ia sedang mencicipi makanan lezat buatan sang chef. Begitu Se Jun sudah duduk di sebelahnya, kakek menoleh pada Se Jun dengan enggan.

“Aku sudah menemukannya ... Kim Se Rin, dia tetangga kita.” kata Se Jun dengan suara riang.

“Aku sudah tahu.” balas kakek kembali mengalihkan pandangannya ke layar kaca yang kini chef tampan berperawakan besar itu sedang memperlihatkan keahliannya dalam membalik-balikkan makanan di atas ketel hingga api menyambar, kakek bersorak takjub.

Sekilas Se Jun melirik kakek, dan mencibir pada chef yang bisa saja membuat kebakaran dengan api yang dimainkannya.

“Harabeoji tahu tapi tidak memberitahuku, yang benar saja!” Se Jun selalu meragukan kakek, perihal tempat tinggal, keberadaan keluarga dan pekerjaan kakek sebenarnya. “Kim Se Rin adalah orang yang membawaku ke rumah sakit lalu mengikatkan syalnya dengan maksud...” ia tak bisa melanjutkan perkataannya karena tak tahu maksud wanita itu melakukannya, “Pokoknya Kim Se Rin yang kutemui benar dia, seorang aktris! Kenapa Harabeoji tidak bilang padaku tentangnya?”

“Sekarang kau sudah tahu jadi aku tidak perlu memberitahukannya lagi,” ucap kakek santai yang lalu menyesalkan acara yang berakhir, ia mematikan saluran televisi dan sepenuhnya memfokuskan perhatian pada Se Jun. “Jadi kau sudah memberikan syalnya?”

“Tentu saja, dia sangat senang dengan adanya sulaman namaku...”

“Yang benar saja, seharusnya dia marah.” kata kakek bingung karena setelah dipikir-pikir Se Rin pernah memperlihatkan syal tersebut adalah pemberian ibunya. “Kan sudah aku bilang berikan dia syal rajut buatanku itu...” lanjutnya sembari berjalan menuju akuarium yang di dalamnya terdapat beberapa ikan hias kecil yang berwarna-warni.

“Aku akan memberikannya nanti, sekarang aku harus mandi dulu.” Se Jun meneruskan sambil berlalu, “Aku heran kenapa begitu banyak keringat setelah lari pagi ... padahal pekerjaanku sebelumnya lebih berat.” Kakek hanya mengeryit mendengarnya dan mengajak bicara ikan orange yang ia panggil nemo.

“Nemo-ya aku masih tidak percaya bahwa Se Rin yang telah menyelamatkan Se Jun. Sekarang aku harus bagaimana?”

ΘΘΘ

Next chapter