Kimberly heran saat melihat tempat makan kelinci itu tidak tersentuh sama sekali dari kemarin malam. Ia juga heran kenapa kelinci itu tidak buang air di tanah yang sudah disediakan. Yang lebih membuatnya bingung, kelinci itu terlihat selalu memandangnya. Ia bergerak ke kiri, kelinci itu menoleh ke kanan--ke arahnya, dan sebaliknya.
"Aku mimpi apa semalam?" gumamnya sambil memijat kening. Tiba-tiba jam tangan digitalnya berdenting. "Ok, waktunya berolahraga." Ia kembali semangat.
Ternyata bukan ia saja yang mengamati kelinci-kelinci itu, ada 5 orang lagi yang membantunya membebaskan kelinci-kelinci di halaman belakang yang luas. Di bawah pengamatan tentunya.
Kimberly tidak langsung membebaskan kelinci hitam satu-satunya itu. Ia terlebih dahulu mendatanya. Kelinci jenis satin yang berbobot 2 kg itu ternyata jantan dengan umur sekitar 5 bulan. Cukup membuatnya kesal karena kelakuannya yang sangat berbeda dengan kelinci lain.
"Di mana perbanmu?" Ia baru tersadar kalau perban yang melilit kaki depan hewan pengerat itu sudah tidak ada. Ia pun segera mengecek kondisi kaki mungil itu. "Sudah sembuh? Cepat sekali!" kaget Kimberly. Lalu ia menyunggingkan senyumnya. "Baguslah."
Namun senyum itu bertahan beberapa detik saja dan digantikan dengan kedua alis yang bertaut. Kimberly mengangkatnya tinggi-tinggi. "Kamu ini boneka atau apa? Dari tadi diam saja dan terus memperhatikanku!" serunya sambil mengguncangkan tubuh kelinci itu. "Eh?" Ia melihat sesuatu dari kelinci itu dari bawah cahaya lampu. Lalu ia segera menyalakan lampu meja dan memperhatikan lebih detail kelinci itu dari bawah cahaya yang lebih terang.
"Ternyata warnamu coklat. Coklat yang sangat gelap. Hanya di bawah lampu terang bisa terlihat," katanya sambil mengelus rambut halus itu dengan tangannya.
Tiba-tiba kelinci itu melompat, menjauh dari sorotan lampu. Tapi ia melompat semakin jauh. Turun dari meja dan menuju halaman belakang yang pintunya terbuka lebar. Ia tidak bisa menangkapnya dan cukup kaget karena kelinci itu bisa melompat kembali dengan cepat. Sampai ia teringat kalau kelinci itu sudah baik-baik saja.
"Kau mau ke mana Thomas?" tanya Lizzie.
"Aku sudah tidak tahan!" serunya.
"Hah?!" kagetnya. Ia hampir melepas genggamannya dan menjadikannya pusat perhatian.
•••
"Thomas?"
Seorang lelaki berkacamata tak sengaja menyadari hal itu. Menyadari keberadaan Thomas dan Lizzie yang seharusnya dilihat sebagai kelinci liar biasa yang lepas, walau hanya sekilas. Ia juga menyadari kalau kelinci itu ada dua. Ia mencoba menajamkan penglihatannya pada dua hewan yang berlari menjauhinya itu. Untuk memastikan apakah bayangan sekilas yang berasal dari salah satu kelinci itu adalah benar kawan lamanya atau bukan.
Tapi tidak bisa. Hewan itu sudah berbelok dan hilang dari pandangan sebelum ia menangkap bayangan itu lagi.
Ia pun segera menghampiri rumah singgah Kimberly. Pintu itu terbuka sebelum ia sempat mengetuk.
"Ada apa?" tanya Tessa.
"Ada Kim?"
Tanpa menjawab, wanita berambut cokelat gelap pendek seleher itu menunjuk ke belakang dengan ibu jarinya. Ia menjinjit untuk melihat lebih jelas di belakang wanita umur 30-an yang lebih tinggi darinya. Terlihat Kimberly yang sedang repot berdandan. Padahal hanya untuk mencari kelinci saja.
"Kelinci yang lepas itu ada 2 ya?" tanyanya.
"Katanya 1," jawab Tessa cepat.
"Sudah aku duga."
"Ayo berangkat!" Tiba-tiba Kimberly sudah berada di belakang Tessa dan mengagetkannya. "Hai Chip," sapanya setelah menyadari keberadaannya.
"Hai. Boleh aku bantu cari kelincimu?" tawar Chip.
"Boleh saja. Makasih, Chip"
Lalu mereka bertiga pun bergegas mencari kelinci itu. Mereka menyebar mencarinya tanpa arah yang pasti, kecuali Chip yang mengira-ngira kembali ke mana mereka pergi dari yang terakhir ia lihat. Ia menuju sudut pagar besi. Terdapat pos tua yang sudah tak berpenghuni lagi. Dan benar saja, terdengar suara percakapan. Ia pun segera bersembunyi dan menguping.
"Itu hal yang tidak normal!" bentak Lizzie.
"Itu normal selagi kamu tidak mengintip" balas Thomas santai.
"Tapi tidak normal untuk seekor kelinci!!" Ia mulai geram. "Kau kelinci. Dan sudah semestinya kau melakukan apa yang biasanya kelinci lakukan. Seperti buang air di tempat itu misalnya," Lizzie menekan setiap kata di kalimat terakhirnya.
"Kalau aku memang kelinci, kenapa aku bisa jadi wujud manusia dan berpikir juga layaknya manusia? Apa kita siluman atau mungkin hantu? Kalau memang hantu, kenapa aku bernapas?" Pertanyaan bertubi-tubi itu membuat Lizzie menutup rapat-rapat mulutnya. Ia bingung untuk menjelaskan apa. "Hah! Aku menang!" sahutnya.
"Jadi kau tahu?"
"Tentu saja tidak," jawabnya ringan. "Ayo kita kembali."
Sebelum Lizzie menyentuhkan tangannya dengan perasaan canggung akan pertanyaan Thomas yang tidak bisa ia jawab itu, terdengar suara bersin dari seseorang. Spontan mereka berdua menoleh ke semak-semak di belakang Lizzie, sumber suara itu.
"Serbuk bunga sialan," rutuk Chip sambil membenarkan kacamatanya. Ia mendongak kembali, melihat ke mereka. Ia kaget ternyata persembunyiannya sudah terbongkar. Ia pun segera berdiri dan mendekat beberapa langkah.
"Chip? Apa itu kau?" Thomas sedikit menyipitkan matanya.
"Long time no see, Tom!" Chip menyunggingkan senyumnya.
Kedua mata Thomas terbelalak saat tahu kalau ia benar-benar Chip, kawan lamanya. Tanpa sadar ia tersenyum senang sambil menghampirinya. Namun, Lizzie menghalangi dengan mengangkat tangan kirinya.
"Dia sahabatku, Lizz," protes Thomas.
"Menjauh darinya, Thomas! Dia makhluk jahat!" seru Chip seraya melempar batu ke arah Lizzie. Tapi sia-sia saja karena batu itu tembus melewati tubuhnya.
"Makhluk ja--"
"Ouh, jadi kau indigo," sela Lizzie sambil menepuk pundak Thomas cukup keras. Seketika pandangannya sempat kosong beberapa detik seakan tepukan itu baru saja menghapus sedikit memorinya atau menghipnotisnya.
"Namamu Chip, kan?"
"Salah. Aku tidak akan memberitahumu," balas Chip sinis. "Apa yang baru saja kau lakukan pada Thomas?" Chip yang menangkap tindakan Lizzie tadi, hendak melangkah maju dan segera menarik Thomas menjauh dari makhluk itu. Tapi saat ia melihat beberapa kapak yang bersandar di pagar besi bergetar tanpa sebab, ia langsung mengurungkan niatnya dan menatap Lizzie dengan penuh amarah.
Dengan tatapan tajam, Lizzie sudah membaca gerakan Chip.
"Namanya Tobias Clooney, biasa dipanggil Chip karena ia suka dengan keripik kentang," jawab Thomas tanpa mempedulikan peringatan Chip sebelumnya. Bisa dibilang, ia tidak ingat kalau Chip pernah memberi peringatan sebelumnya.
"Thomas!" geram Chip.
"Apa? Lizzie bertanya, aku hanya menjawabnya"
"Tapi jangan untuk dia."
"Kenapa?" heran Thomas. "Dengar, Lizzie itu sepupuku dan ia sudah menolongku selama ini. Sebuah kesalahan besar jika kau berpikir hal buruk tentangnya, Chip"
Chip menatapnya nanar saat ia mendengar Thomas membela makhluk beraura hitam itu. Sedangkan Lizzie, ia benar-benar tersenyum puas saat mendengarnya.
"Kau tahu, aku juga suka chip. Sangat renyah, apalagi jika ditambah bumbu yang berwarna merah. Seperti balado, tapi bukan balado," ujar Lizzie. Mencoba mencairkan suasana.
"Aku tidak peduli!!" balas Chip.
"Apa masalahmu, Chip?" sambar Thomas yang sudah tidak tahan dengan kelakuannya.
Chip tertegun. Ia merasa kalau Thomas yang dilihatnya ini bukanlah Thomas yang dulu. Dan ia mengira kalau gadis itu lah yang mengubahnya.
Chip membuka mulut, hendak membalas. Tapi Lizzie sudah menyelanya.
"Kami harus pergi," ujarnya sebelum ia menyentuhkan tangannya ke kening Thomas dengan cepat. Dan seketika ia menjadi kelinci yang berlari lagi.
"Chip! Kenapa tidak kamu kejar?!" pekikkan gadis di belakangnya membuat ia terkesiap.
Setelah mengetahui kalau dibelakangnya sudah ada Kimberly dan Tessa yang berlari ke arahnya, ia pun segera mengejar kelinci yang mulai hilang dari pandangan itu.
•••
Sejam lebih sudah berlalu, akhirnya kelinci itu bisa kembali di genggaman Kimberly. Lalu mereka bertiga duduk di bawah menara pemantau.
"Dasar kelinci nakal!" omel Kimberly sambil menyentil telinga kelinci dipangkuannya itu.
"Sejak kapan dia berani menyentil kakaknya sendiri seperti anak kecil?" gerutuan Thomas yang ia dengar membuatnya terkekeh.
"Kau kenapa Chip?" heran Kimberly.
"Apa kau menyadari suatu penampakan yang lucu?" sambar Tessa dengan mimik serius.
"Tidak, hanya memikirkan hal yang lucu," jawabnya. "Oh iya, Kim, lebih baik kelinci ini kau saja yang merawatnya," usul Chip.
"Memang kenapa?"
"Hanya mengusulkan. Karena kelihatannya kelinci itu nyaman denganmu," katanya. Kimberly mengangguk.
Tessa teringat sesuatu. "Chip, kau bilang saat itu ada 2 kelinci. Satu lagi yang mana?" Ia mengedarkan pandangan.
"Yang satu lagi ya..." Ia ragu untuk memberitahunya. "Aku hanya salah lihat."
"Jangan bohong, Chip. Kalau ada kelinci yang kabur lagi, kita harus mencarinya!" sahut Kimberly.
"Bukan! Itu bukan kelincimu," kata Chip cepat sambil menggerakkan tangan. "Juga bukan kelinci dari dunia ini, sepertinya"
"Seperti apa wujudnya, di mana dia?" Tessa terlihat antusias. Tapi tidak bagi Kimberly.
Chip memperhatikan kelinci dipangkuan gadis itu. "Ada 2 kelinci hitam," gumamnya. Lalu ia mengikuti rantai hitam yang hanya bisa dilihat olehnya, terikat di kaki depan kelinci itu dan membawanya mengarah ke seekor kelinci hitam yang sedang memperhatikan mereka bertiga di depannya.
Kelinci itu tidak seperti hewan kelinci pada umumnya. Rambut kelinci itu seperti api hitam yang berkobar dan matanya merah menyala. Aura hitam penuh kebencian menyelubungi kelinci itu. Tiba-tiba mata itu mengarah kepadanya. Satu-satunya orang yang menyadari keberadaannya. Dan menunjukkan sederetan giginya yang seperti hiu. Lalu terdengar sesuatu yang menyeramkan.
"Aku suka chip, yang dibumbui darah segarmu"
"Chip...Chip!" sahutan Kimberly menyelamatkannya dari lamunan seram. "Kau baik-baik saja?" Ia cemas lantaran melihat Chip yang pucat.
"A-aku baik-baik saja." Ia segera membenarkan kacamatanya yang sedikit miring.
"Kau sakit?" sambar Tessa.
Chip cepat menggeleng. "Sungguh aku baik-baik saja." Ia mempertegas ucapannya.
Mereka sempat terdiam beberapa saat. "Tadi kau bilang, 2 kelinci hitam? Kau tahu, kelinci ini sebenarnya berwarna coklat gelap jika dilihat dibawah lampu terang," jelas Kimberly.
"Dan di mana kelinci yang kamu lihat itu? Seperti apa wujudnya?" tanya Tessa yang masih penasaran.
Ia menghela napas lalu dihembuskan perlahan untuk mencapai titik tenang. "Rambut kelinci itu seperti api hitam yang berkobar, matanya merah menyala, dan mempunyai gigi setajam hiu. Tapi fisiknya seperti kelinci pada umumnya," lalu ia menunjuk di depannya dan tak berani melihatnya, "dia ada di depan kita dan memperhatikan kita. Ia diselubungi kebencian tapi sepertinya dia tidak bisa melukai kita," jelasnya.
Terlihat Tessa yang antusias mendengarnya dan Kimberly menutup rapat-rapat telinganya. Melihat temannya yang ketakutan, Tessa mulai menjahilinya. Dengan menarik tangannya dan membiarkan ia mendengar sahutan-sahutan Tessa tentang keberadaan dan wujud kelinci itu. Cukup membuat Chip tergelak.
"Sudah hentikan!" Kimberly segera berdiri. "Kenapa kalian harus menakutiku disaat terakhir aku di sini!" gerutunya. Tiba-tiba ekspresi mereka berubah sedih setelah mendengar sahutan itu. "Ehm..." Saat ia tersadar sesuatu, ekspresinya mengikuti ekspresi teman-temannya. Ia keceplosan.
"Kau akan pulang besok pagi?" tanya Chip.
Kimberly mengangguk lemas. "Akhir dari ekspedisiku. Maaf aku baru memberitahu kalian sekarang," jawabnya.
"Waktu 3 bulan terasa cepat sekali ya," gumam Tessa. Lalu ia tersenyum pada Kimberly. "Terima kasih sudah mengadakan ekspedisi di kawasan hutan lindung ini."
Tiba-tiba ia melepas kelinci digenggaman dan memeluk teman-temannya. "Terima kasih sudah menjadi teman baikku," ujarnya dengan isakan. "Aku sudah menganggap kalian seperti saudaraku. Aku tidak ingin kehilangan kalian, aku sayang kalian lebih dari apapun yang kupunya! Terutama kau Chip, sahabatku yang sudah lama tak berjumpa!"
"Kami juga menyayangimu, Kim," kata mereka berdua.
Beberapa saat kemudian, ia melepas pelukannya dan menyeka air matanya yang mulai keluar. Senyum manisnya mengembang. Tiba-tiba Chip terkekeh karena ada pikiran yang terlintas. "Bahkan lebih sayang dari tunanganmu itu?" godanya. "Kapan menikah? Kita diundang, kan?" tambahnya.
Kimberly baru terpikirkan itu. "Itu beda lagi," jawabnya cepat. "Iya tentu saja kalian aku undang. Dan rencananya sih, beberapa minggu setelah ekspedisi berakhir," katanya. "Eh iya, di mana kelinci itu?" Ia baru tersadar dan melihat sekitar. Ternyata kelinci itu ada di belakangnya. Saat ingin diangkat, kelinci itu menghindar. Melompat ke arah pangkuan Chip.
Kimberly hendak mengangkatnya. Tapi ia bergerak-gerak sendiri minta dilepaskan. Saat dilepaskan, ia malah kembali melompat ke pangkuan Chip. "Kau bilang, dia akan lebih nyaman denganku. Kenapa dia melompat ke arahmu, Chip?" jengkel Kimberly.
Ia mengedikkan bahu. Lalu ia perhatikan kelinci itu dan menangkap suara darinya. "Biarkan aku bicara denganmu, sebentar saja" ujarnya. Mata indigonya menangkap rantai yang menjerat kaki depan mungil itu menegang. Karena kelinci hitam itu menarik-narik rantainya, membuat kaki depan itu bergerak-gerak sendiri jika selain dia yang melihatnya. "Apa yang sudah terjadi?" cemas Thomas. Ia tidak tahu akan keberadaan rantai dan kelinci hitam itu.
Chip pun segera mengangkatnya, seketika kelinci hitam itu juga terangkat. Chip baru tersadar kalau ada sesuatu juga yang ia ingin bicarakan dengan Thomas.
"Boleh aku pinjam sebentar, Kim?" tanya Chip.
"Tentu saja boleh. Tapi sebelum pagi, kelinci itu harus ada di kandangnya ya," jawab Kimberly. Ia memandang Chip dan Tessa bergantian. "Kalian berdua harus ada saat rombonganku pergi. Ok?"
Mereka berdua mengangguk. "Ok."