Yey... akhirnya up guys...
Happy Reading....
Mereka kini sudah masuk keruangan mereka masing-masing. Elang mulai membuka dokument-dokumentnya. Elita pun sama, ia membuka dokument dan mengerjakan hal-hal yang sebelumnya diperintahkan oleh bosnya. Pekerjaan mereka hari ini tidak begitu banyak, hingga sebelum makan siang mereka sudah pulang ke rumah sakit.
Elita pada awalanya menolak keras ajakan Elang untuk pulang. Karena walau ia sekarang adalaj istri bos, tetapi status pekerjaannya adalah seorang karyawan yang memiliki jam kerja. Namun, Elang pun menghubungi Aldebaran agar menelpon ibunya dan berpura-pura sakit. Aldebaran awalnya tidak mau, karena ia mengerti ibunya bekerja. Elang dengan segala tipu muslihatnya pun mengatakan jika Elita sekarang sudah menjadi istri bos perusahaan jadi, tidak ada salahnya jika pulang cepat.
Aldebaran akhirnya menuruti perkataaan Elang. Ia juga merasa kesepian di rumah sakit sendiri tanpa ada orang lain. Hanya suster yang mengantarkannya makan dan juga mengecek keadaannya. Elita pun akhirnya memutuskan untuk pulang untuk mengetahui ada apa dengan anaknya. Ia sangat khawatir jika terjadi sesuatu yang buruk pada putranya.
"Bang, enggak bisa cepet dikit apa?" tanya Elita kesal karena menurutnya Elang terlalu lama membawa mobilnya.
Elang memang sengaja melajukan mobilnya pelan-pelan, supaya ia bisa memiliki waktu berdua lebih lama. Padahal waktu mereka berasama itu sudahlah sangat lama. Tujuh tahun lebih, apa itu masih kurang? Jadi, untuk apalagi Elang melakukan hal ini pada Elita.
Sampai di rumah sakit, Elita segera berlari ke ruang perawatan putranya. Elang keluar dari mobil dan menghela napasnya melihat Elita yang berlari seperti itu. "Hah, apa memiliki anak, seorang istri akan lupa dengan suaminya?" tanya Elang entah pada siapa. Ia pun kemudian segera berlari mengejar istrinya yang sudah terlebih dahulu masuk ke rumah sakit.
Dengan kasar Elita langsung membuka ruang perawatan Aldebaran. Elang juga kini sudah berdiri tepat di belakang tubuh Elita. Dua orang yang ada di dalam ruang perawatan itu menolehkan kepalanya ke arah Elang dan Elita yang berdiri di ambang pintu.
"Nenek!" ucap Elang dan Elita bersamaan.
Elang menelan salivanya kuat melihat neneknya ada di sini. Ia masih belum bisa memberitahukan tentang Aldebaran. Ia mau mengenalkan Aldebaran setelah Aldebaran sembuh dan bisa kembali berjalan. Ia hanya tidak mau membuat Aldebaran semakin sakit karena memikirkan hal yang mungkin nantinya buruk.
Ia sendiri tidak yakin, apakah orang tuanya akan menerima kehadiran Aldebaran. Namun, jika memang keluarganya tidak menerima, ia akan tetap mempertahankan Aldebaran.
Elita pun berjalan menghampiri tempat tidur Aldebaran. Elang dengan langkah takut menghampiri tempat tidur Aldebaran. Elita sudah mencium punggung tangan Hanum. Wajah Hanum sudah terlihat tidak bersahabat dan Elita tahu, pasti karena ia tidak mengabari keadaan Aldebran.
"Kenapa kamu enggak bilang, kalau Alde sakit?" tanya Hanum dengan tatapan marahnya.
"El, enggak mau Nenek kenapa-kenapa. Lagian sekarang Alde juga sudah baik-baik saja."
"Tiga bulan lebih dia koma dan kamu bilang baik-baik saja?" tanya Nenek tidak percaya.
"Nenek, Al udah enggak apa-apa. Jangan marah sama Mama," ucap Aldebaran membuat Elita dan Hanum menoleh ke arahnya.
Elang pun ikut menatap ke arah Aldebaran. Ia heran, kenapa Neneknya sepertinya sudah mengenal Aldebaran. Bahkan Neneknya itu terlihat marah karena tidak di beri tahu tentang ke adaan Aldebaran.
"Nenek hanya enggak suka jika Mamamu tidak memberitahukan keadaanmu. Nenekkan juga sayang sama, Al," ucap Hanum dengan suara lembutnya seraya menatap Aldebaran.
"Iya, Nek. Tapi jangan marahin Mama ya, Mama mungkin enggak mau sampai Nenek sakit kalau tahu Al sakit," ucap Aldebaran begitu lembut.
Hanum menghela napasnya, ia tidak bisa jika Aldebaran berbicara lembut seperti ini. Ia jadi ingat ketika Elang seusia Aldebaran, suaranya yang lembut mampu membuat amarahnya meredah. Jujur saja Hanum seperti melihat Elang di dalam diri Aldebaran. Wajah Aldebaran mirip sekali dengan Elang ketika elang seusia Aldebaran.
Hal inilah yang membuat Nenek begitu perhatian pada Aldebaran. Bahkan ia merasa sedang mengasuh cucu kandungnya sendiri. Elang adalah cucu satu-satunya yang akan mewarisi perusahaan ini. Karena memang kekuasaan semuanya jatuh ketangan Hanan yang merupakan anak laki-laki satunya. Itu sebabnya Elang yang akan menjadi penerus perusahaan Elang Jaya yang saat ini masih di pimpin Papanya.
Hanum mengusap puncak kepala Aldebaran sayang seraya tersenyum, begitu pun Aldebaran yang juga tersenyum. Elang hanya menatap heran hal yang ada di depannya saat ini. Pintu terbuka dan suster masuk mengantarkan makanan dan obat untuk Aldebaran. Aldebaran pun mau makan sendiri tidak mau di suapi.
Kini Elang dan Hanum sedang duduk di sofa yang ada di ruangan itu sedangkan Elita sedang kekamar mandi. Aldebaran sedang memakan makan siangnya. "Sejak kapan Nenek mengenal Aldebaran?" tanya Elang seraya menatap Neneknya.
"Sekitar beberapa tahun ini."
"Kenapa Nenek tidak memberitahuku?"
"Apakah ini hal penting. Lagi pula ini masalah privasi orang, jadi tidak seharusnya Nenek mengumbar privasi orang."
"Apa Nenek tidak ada masalah?" tanya Elang menatap serius.
"Tidak ada."
"Apa Nenek tahu jika Al--" Elang menghentikan ucapannya dan melihat ke arah Aldebaran yang masih memakan makanannya.
Nenek tersenyum, kemudia ia mentap Aldebaran. "Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan. Apapun yang pernah terjadi di masalalu kita tidak bisa menilai orang itu buruk. Mereka punya kesempatan untuk memperbaiki kesalahan mereka," jawab Nenek begitu meneduhkan. "Lagi pula, ini Aldebaran jika ia bisa memilih mungkin ia juga tidak akan mau terlahir dari kejadian buruk yang menimpa Mamanya."
Perkataan Nenek membuat Elang merasa lega, setidaknya dengan Neneknya yang berpihak pada Aldebaran sudah cukup membuat bebannya sedikit terangkat. Benar kata Neneknya terlepas dari masalalu yang pernah terjadi, setiap orang berhak mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki semuanya supaya menjadi lebih baik.
"Bagaimana dengan kamu?"
"Aku ada disini, tentu saja aku tidak ada masalah."
Nenek tersenyum kemudian mengusap puncak kepala cucunya. "Kamu memanglah orang baik. Nenek bangga padamu."
Elang hanya tersenyum menanggapi perkataan Neneknya. Andai saja Neneknya tahu, seberapa bejat dirinya di luar sana pada setiap wanita. Ia meniduri wanita dan membayar mereka untuk memenuhi nafsunya.
"Oh, iya. Kapan kamu akan membawa Alde menemui papa dan mamamu?" tanya Nenek ketika ingat jika cucunya ini belum mengatakan apapun pada keluarga besar tentang status Elita sesungguhnya.
"Setelah Al sembuh total aku akan mengenalkannya pada Papa dan Mama," jawab Elang dengan matanya yang menatap entah kemana.
"Lebih cepat lebih baik."
"Iya, Nek. Untuk sekarang penyembuhan Al lebih penting di bandingkan apapun. Kira-kira apa Papa dan Mama akan menerima Al, Nek?" tanyanya yang kini menatap Neneknya.
Nenek tersenyum kemudian satu tangannya menangkup sebelah pipi cucunya. "Kamu yang menikah, semua keputusan ada di tanganmu. Kamu memiliki tanggung jawab atas keluarga kecil yang sudah kamu bangun ini," ucap Nenek seraya tersenyum.
Elang menatap mata Neneknya yang meneduhkan kemudian ia menolehkan kepalanya melihat Aldebaran yang sudah selesai makan. Ia sedang bergerak untuk meletakkan piring kotornya ke atas meja.
Elang yang melihat pun segera berdiri dari duduknya dan berjalan cepat menghampiri tempat tidur putranya. Nenek yang melihat tindakan Elang tersenyum senang. Cucunya yang ia tahu tidak pernah akur dengan anak kecil karena ia selalu saja membuat anak kecil menangis yang si sebabkan ulah jahilnya. Namun, sebenarnya Elang menyukai anak kecil hanya saja ia lebih suka membuat anak kecil menangis.
Dari sofa yang ia duduki saat ini, ia merasa sedang melihat Elang dari dua sudut. Satu Elang yang berusia 33 tahun dan satu lagi Elang yang berusia 13 tahun. Ia pun hanya tersenyum menatap interaksi Elang yang begitu telaten mengurusi Aldebaran. Aldebaran masih terlihat canggung dengan Elang, tetapi dengan lancarnya Elang berusaha membuat jarak yang dekat pada Aldebaran agar tidak ada kecanggungan lagi.
TBC...
Yey.... Akhirnya Nenek ketemu Aldebaran. Elang juga sudah ada pendukung nih untuk mempertahankan Aldebaran. Kira-kira apa yang akan terjadi nantinya ya, ketika Papa dan Mama Elang mengetahui tentang Aldebaran. Dan, apa yang akan Elang lakukan jika kedua orang tuanya menolak kehadiran Aldebaran?
Yuk, ramiakan koment guys... Sama Lovenya yuk, banyakin. Jangan lupa juga Power Stonenya banyakin biar aku bahagia dan lancara ngetiknya.
BTW" boleh dong, di Share cerita ini sama temen"nya supaya makin banyak yang kasih LOve dan Power Stonenya. Hehehehe...