Suara teriakan yang menggema dari lantai atas langsung membuat semua orang yang ada di ruang keluarga berlari menuju suara tersebut berasal. Axel yang memang tak perduli dengan hal itu ikut naik ke lantai atas tapi menuju kamarnya.
"Apa yang terjadi, kenapa teriak-teriak seperti itu" ucap tuan Raksa marah kepada pelayan yang berteriak tadi.
"Maafkan, saya tuan. Nona Tia tadi berlari dari tangga dan menutup pintu dari dalam dan terdengar banyak benda yang berjatuhan di dalam kamarnya. Saya mencoba untuk membukanya tapi tak bisa dan terkunci dari dalam terus saya mendengar nona Tia berteriak-teriak tak jelas" ucap pelayan yang tadi teriak.
"Bawa kunci cadangan kesini" perintah tuan Raksa pada pelayan.
Salah satu pelayan turun ke bawah untuk mengambil kunci cadangan yang diminta tuan Raksa. Sementara tuan Raksa mencoba membujuk Tia untuk membukanya dan nyonya Sandra hanya bisa menangis mendengar suara Tia yang berteriak dan menghancurkan semua barang di dalam kamarnya.
"Tia buka pintunya, jangan seperti ini. Ayo buka pintu kamarmu sekarang" ucap tuan Raksa dan mencoba untuk mendobrak pintu kamar Tia.
"Panggil Axel kesini sekarang" perintah tuan Raksa untuk memanggil anaknya.
"Baik, tuan" jawab salah satu pelayan.
Sementara Axel yang berada di dalam kamarnya yang baru selesai mandi sedang berganti pakaian dengan pakaian santai mendengar suara pintu kamarnya di ketuk.
Tok tok tok
"Tuan muda, tuan besar meminta tuan untuk menemuinya di depan kamar nona Tia sekarang" ucap pelayan.
"Hmmmm" ucap Axel membuka pintu dan melangkah keluar menuju papanya berdiri.
"Ada apa, pa" tanya Axel.
"Bantu papa mendobrak kamar ini. Kelamaan menunggu kunci datangan datang" jawab tuan Raksa.
Axel pun membantu papanya mendobrak kamar milik Tia. Percobaan pertama sampai ketiga tak berhasil sampai percobaan terakhir bisa ke buka dan terlihat di dalam kamar yang sudah berantakan seperti kapal pecah.
Nyonya Sandra masuk ke dalam dan mencari keberadaan Tia di kamar tersebut tapi tak ada. Nyonya Sandra berjalan pelan-pelan karena banyak pecahan kaca yang berserakan di lantai, berjalan menuju kamar mandi dan berusaha membuka gagang pintunya.
Nyonya Sandra teriak histeris saat melihat Tia ada di dalam bathup yang penuh air dengan tangan yang mengeluarkan darah segar. Tuan Raksa langsung meminta Axel untuk mengangkat tubuh Tia dan membawanya ke rumah sakit terdekat.
Axel mengangkat tubuh Tia dan membawanya turun ke bawah menuju mobil dan meninggalkan nyonya Sandra dan tuan Raksa yang masih di kamar Tia.
Tuan Raksa memerintah pelayan untuk merapikan dan membersihkan kamar Tia. Setelah itu dia menyusul Axel yang membawa Tia pergi ke rumah sakit bersama Sandra istrinya.
Selama dalam perjalanan menuju rumah sakit tuan Raksa hanya diam membisu tak berbicara atau mencoba menghibur istrinya itu. Sandra yang terisak tangis tak bisa membendung air matanya.
Setibanya di rumah sakit Tuan Raksa langsung menuju ruangan IGD berada. Nyonya Sandra bolak balik di ruang pintu IGD karena belum mendapatkan berita dari tadi tentang keadaan putrinya Tia yang masih di dalam ruangan tersebut berjuang antara hidup dan mati.
"Ada yang mempunyai golongan darah B+, di rumah sakit ini sedang kosong persedian stok darah tersebut. Pasien harus secepatnya mendapatkan transfusi darah karena sudah banyak darah yang keluar" tanya seorang suster dan memberitahu alasannya kenapa.
"Golongan darah saya tak sama dengan putri saya suster" ucap nyonya Sandra menjawab pertanyaan suster.
Seketika tuan Raksa kaget saat mendengar golongan darah yang dibutuhkan oleh Tia tak sama dengan golongan darahnya ditambah lagi pernyataan istrinya yang bilang kalau golongan darahnya pun tak sama dengan sang istrinya.
"Apakah saya bisa ke dalam menemui dokter" tanya tuan Raksa ke suster yang masih berdiri di luar pintu ruang IGD.
"Axel, kamu cari golongan darah yang sama dengan Tia sekarang" perintah tuan Raksa sebelum masuk ke dalam ruangan IGD.
"Dokter, apakah di rumah sakit ini bisa melakukan tes DNA" tanya tuan Raksa tiba-tiba setelah masuk kedalam ruangan tersebut.
"Bisa, tuan. Siapa yang akan melakukan tes tersebut?" tanya dokter kepada tuan Raksa.
"Saya ingin melakukan tes itu dengan pasien tersebut dan saya minta ini dirahasiakan nantinya" ucap tuan Raksa yang memang ingin melakukan tes tersebut dan mengetahuinya secara langsung.
"Baik, tuan hasilnya nanti akan saya rahasiakan kepada orang lain sesuai dengan kode etik kami sebagai dokter" jawab dokter tersebut.
Dokter langsung bertindak untuk mengambil sampel darah Tia dan tuan Raksa yang langsung dibawa ke Lab dan tak lupa menandai botolnya dengan nama dan tanggal pengambilan sampel darah tersebut.
"Untuk hasilnya akan keluar sekitar 1-2 minggu, tuan. Nanti akan dikabari langsung oleh pihak rumah sakit jika hasil tesnya sudah keluar" ucap dokter itu memberitahu.
"Baik, terima kasih banyak dokter" ucap tuan Raksa setelah itu langsung keluar.
Kantong darah yang dibutuhkan untuk transfusi darah sudah didapat oleh Axel dan langsung diserahkan ke suster.
Mereka duduk di koridir rumah sakit menunggu hasil penanganan dokter di dalam sana.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Mansion Elang Sastra Pratama
Elang yang masih dengan posisi seperti anak yang menyusu pada ibunya masih betah berlama-lama disana walau dia sudah bangun sebenarnya. Tapi lama kelamaan dia merasa ada yang aneh dan janggal sama Via yang tak bergerak sedikitpun dari posisi terakhir dia bercinta dan memeluknya seperti sekarang ini. Elang melepas puting payudara Via dan mencoba membangunkan Via untuk makan karena waktu sudah menunjukkan hampir masuk waktu makan siang. Mereka sudah melewati sarapan pagi tadi dan Elang tak ingin membuat Via melewati makan siang lagi karena keegoisan dan amarahnya lagi.
"Via, sayang bangun sudah siang" ucap Elang lembut dan mencoba menyentuh wajah Via.
Elang yang melihat wajah Via kaget dan mengingat kejadian semalam yang dia perbuat kepada Via. Dia baru sadar dengan apa yang dia lakukan ke Via semalam setelah mengecek seluruh tubuh Via yang menjadi warna merah dan ada luka lebam di kening, sudut bibir yang sedikit sobek, pipi yang merah tercetak telapak tangan miliknya, tubuh yang berwana merah, bagian pinggang yanng berwarna biru, dan begitu juga dengan kakinya yang terluka.
"Kenapa aku bisa lepas kendali seperti ini memperlakukan Via dengan kasar dan kejam. Bagaimana Via mau belajar mencintaiku jika aku seperti ini terus kepadanya , hfffffffttt" ucap Elang dalam hatinya dan menghembuskan nafasnya dengan begitu kasarnya.
"Pak San, panggil dokter Rendi ke sini beserta dokter Kirana juga" ucap Elang memerintah menggunakan sambungan telepon yang ada di kamarnya.
"Baik, tuan" jawab pak San.
Sekitar satu jam kemudian dokter Rendi bersama dokter Kirana tiba di mansion Elang dan langsung diantar oleh pak San menuju kamar Elang berada di lantai atas.
Tok tok tok
"Tuan, dokter Rendi dan dokter Kirana sudah datang" ucap pak San memberitahu.
"Hmmm, sebentar akan aku bukakan pintunya" ucap Elang dari dalam kamar dan langsung merapikan kamarnya yang berantakan karena baju yang berceceran dimana-mana serta merapikan selimut yang digunakan Via.
Disaat sudah rapi menurut Elang, langsung membuka pintu dan mempersilahkan dokter Rendi dan dokter Kirana masuk ke dalam kamarnya.
"Ada apa sebenarnya anakku? Apa Via baik-baik saja? Kamu tak bertengkar atau menyiksa Via bukan. Cerita sama paman ada apa sebenarnya, agar paman bisa kasih masukan atau solusi nantinya" tanya dokter Rendi mencecar berbagai pertanyaan kepada Elang.
"Aku semalam lepas kendali karena hanya masalah kecil saja, paman. Karena masalah kecil saja, Via lama ke kamar mandi dan melakukan sholat magrib setelah selesai tak keluar juga. Via keluar setelah jam tujuh lewat dan itu membuat Elang marah padanya. Sebelumnya Elang sudah berpesan jangan lama-lama sholatnya dan jika sudah selesai langsung keluar....." ucap Elang bercerita semuanya tanpa ada yang dia tutupi dan rahasiakan kepada kedua dokter tersebut.
Dokter Rendi dan dokter Kirana yang mendengar cerita Elang hanya bisa menghela nafas dan tak bisa membayangkan jika mereka ada diposisi Via seperti tadi malam. Dokter Kirana yang mendengar cerita Elang meneteskan air mata dan merasakan iba kepada Via, dia bisa merasakan apa yang Via rasakan semalam karena mereka sama-sama perempuan. Dokter Rendi pun merasa kasihan atas apa yang dilakukan Elang kepada Via dengan begitu kejamnya.
Dokter Kirana langsung memeriksa seluruh tubuh Via dan memeriksa bagian bawah milik Via. Dokter Kirana menekuk kaki Via dan membuatnya terbuka lebar agar mudah untuk melihatnya. Setelah selesai melakukan pemeriksaan dokter Via mengembalikan seperti semula posisi kaki dan selimut yang dikenakan a seperti semula.
"Tuan Elang, saya sudah memeriksa nona Via. Seluruh tubuhnya mendapat luka bakar walaupun tak begitu serius tapi jika salah penanganannya akan mengakibatkan luka tersebut semakin parah. Untuk bagian kewanitaan milik nona Via sedikit bengkak dan ada pendarahan di dalamnya. Jika tuan ingin memiliki anak secepat mungkin, sepertinya tak mungkin dalam waktu yang sedekat ini karena harus menyembuhkan luka yang ada di dalam organ kewanitaan nona Via dan traumanya. Untuk luka di dalam kewanitaan milik nona Via mungkin prosesnya cepat tapi untuk luka psikis yang dialami nona Via semalam butuh waktu lama. Jika nona Via hamil serta mempunyai anak saat psikisnya akibat trauma semalam, memang bisa nantinya memperlakukan anak dalam kandungannya atau setelah lahir dengan lembut karena sisi keibuan dari seorang wanita secara alami. Semua keputusan ada di tuan Elang seperti apa nantinya" ucap dokter Kirana menjelaskan semua hal.
"Apakah Via tak akan menyakiti kandungannya atau nanti anak yang dia lahirkan" tanya Elang yang sedang duduk bersandar di sofa dan memejamkan matanya.
"Dilihat dari sifat nona Via saat saya bertemu dengannya kemarin sepertinya nona Via tak akan menyakiti kandungannya atau anaknya setelah lahir. Saya melihat nona Via dengan sifatnya yang lembut dan sabar tapi ada rasa yang tak bisa saya mengerti jika melihat sorot matanya" jawab dokter Kirana.
"Akan tetapi....