webnovel

8. Sebuah Angan

"Menghirup aroma khas caffein sampai menyeruak kedalam ingatan,

tertusuk hingga relung hati hingga membekas sesaat, namun segera terhenti"

-Arsasena Doyoung Hammid

.

.

.

Kemarin malam Viona dan Yangyang pulang terlalu larut karena setelah dari sbx mereka kembali ke toko buku, untung saja Doyoung masih terjaga dengan laptopnya. Doyoung mencegah Yangyang untuk pulang ke kosan, akhirnya Yangyang menginap dan tidur di kamar tamu.

Doyoung sering sekali tidur larut, tak jarang dia drop karena kelelahan. Memang menjadi ketua BEM memiliki tanggung jawab yang berat, namun dia juga harus memperhatikan kesehatannya, beruntung dia anak yang cerdas jadi tidak kaget kalau nilai IPK-nya selalu bagus, dan untung saja kecerdasannya menurun kepada adik-adiknya. Jisung yang selalu menjadi juara kelas walaupun peringkatnya selalu beradu dengan Chenle, tapi dia tidak pernah mendapatkan peringkat rendah dan selalu masuk sepuluh besar seangkatan.

Kalau Viona dia pandai dalam hal memilah dan agaknya dia juga sedikit memiliki keberuntungan, walaupun dia pelupa tapi sebagian besar ingatannya dia gunakan untuk belajar dan memahami hal-hal yang menurut orang lain tidak bisa mereka pahami, seperti halnya tentang kehidupan yang begitu berat. Tak jarang banyak temannya yang berkonsultasi dan meminta advice dengan dirinya, dia bisa saja terlihat tak acuh namun jika kau tau watak aslinya dia adalah orang yang mengerti nasib orang-orang kecil.

Yangyang keluar dari kamar, dia memakai setelan kaos dan celana milik Doyoung.

"Ma lu ada kelas jam berapa?" Tanya Doyoung yang kini tengah memakan roti selai coklat buatan bunda Sooyoung.

"Siang sama sore bang, cuma pengantar fisiologi terapi doang sih," sahut Yangyang.

"Eh lu nanti mampir sini deh, temen-temen mau main kesini," ucap Viona.

"Wihhh rame nih," sahut Doyoung.

"Padahal yang mau kelompokan tuh gue felix echan, tapi yang lain pada ngikut biasalah bala echan mah,"

"Ya udah gue ajak jeno, renjun, mark, lucas, woojin sekalian aja ngomong di grup." Sahut Yangyang.

"Lu mau bikin rumah gue berantakan hah…" Sungut Viona.

"Nggak papa kali dek, biar rame nanti bisa mabar," sahut Doyoung semangat.

"Setujuuu," seru Jisung datang dari dapur dengan segelas susu di tangannya.

"Lu juga bocil nggak usah ikut-ikut, kalo kalian mabar tugas gue nggak selesai-selesai dong bambanggg," seru Viona frustasi.

"Ihh kita nggak akan ganggu suer deh, ya ya kak ana kan baik hati," bujuk Jisung sambil lagaknya memohon di depan Viona.

"Tadi lo yang ngajak gue loh vi," sahut Yangyang menahan tawanya.

"Mampus salah ngomong, ya udah deh iya awas aja lo pada teriak-teriak pas mabar," ancam Viona sambil menatap satu persatu saudaranya.

"Siapp bosss," seru Doyoung, Jisung, dan Yangyang kompak. Memang Viona sering mengalah jika berseteru dengan saudara maupun temannya, katanya demi kemaslahatan bersama dan hidup tentram. Duh bisa aja bujang….

Bunda Sooyoung sudah berangkat lebih dulu sejak pagi tadi, katanya ada rapat dadakan dengan pemilik rumah sakit. Dan sekarang Jisung tengah menggeblok tas ranselnya, segera berpamitan dengan abang dan kakaknya.

"Hati-hati dek, nanti ajak chenle aja sekalian soalnya nada juga kesini," ucap Viona yang kini berjalan disamping Jisung keluar rumah.

"Okee kak, assalamuálaikum kak ana." Ucap Jisung. Setelah mendapat jawaban salam dari Viona, Jisung mengayuh sepedanya keluar halaman rumah.

Viona pun kembali kedalam rumah, Doyoung bersiap pergi ke kampus dengan ransel yang kelihatannya sedikit berat, satu kotak praktikum, dan satu lagi tas jinjing yang berisi laptop. Memang seribet itu ketua BEM sekaligus mahasiswa rajin fakultas farmasi ini.

"Vi gue sekalian balik kos ya, nanti sore kabarin kalo anak-anak udah pada ngumpul," ujar Yangyang beranjak dari tempat duduknya.

"Alah palingan echan sama hyunjin nanti juga koar-koar," sahut Viona, lalu Yangyang bergegas keluar rumah bersama Doyoung yang kini telah memanaskan motor.

"Abang berangkat dek, assalamuálaikum." Ucap Doyoung diikuti Yangyang yang melambaikan tangan pada Viona.

Karena Viona hanya mendapat satu mata kuliahan dan itu dimulai jam 2 siang nanti, jadi kini Viona berencana menonton drama korea yang disarankan Nada. Viona mengambil beberapa cemilan dari kulkas dan satu gelas susu yang sudah dingin.

"Oke iam ready seo joon oppa," seru Viona girang.

Jeno sejak pagi sudah mondar mandir dari gedung adipadma ke graha, pasalnya dia tengah mempersiapkan diri untuk tes tulis perekrutan anggota BEM Fakultas Kedokteran Gigi yang baru. Kini dia sedang menunggu di gedung graha lantai satu tepatnya ruang BEM yang bersebelahan dengan ruang kelas Fakultas Farmasi.

Jeno tersenyum ketika netranya tak sengaja menangkap sesosok gadis yang sedang beradu dengan temannya di depan ruang kelas. Sang gadis menengok dan mendapati Jeno yang tengah menatapnya dengan mata puppy-nya.

"Eh jeno," seru Viona, teman-temannya mengikuti arah pandang Viona.

"Hay," sapa Jeno.

"Woyy sob, ngapain lu?" Tanya Hyunjin. Jeno pun beranjak dan langsung menghampiri Viona dan temannya yang biasa disebut bala-bala echan.

"Gue lagi tes tulis recuitmen bem fkg," jelas Jeno.

"Lo kapan lix?" Tanya Hyunjin.

"Gue besok," jawab Felix, ya dia memang ikut recuitmen BEM Farmasi seperti katanya dulu pas ospek.

"Kalo lo chi?" Tanya Hyunjin beralih pada Suhyun yang mengikuti pendaftaran dewan perwakilan mahasiswa.

"Gue masih bulan depan soalnya bergilir, dimulai dari ukm, bem, setelah itu dpm." Jelas Suhyun.

"Eh jen nanti sore ngumpul kerumah viona," ujar Jaemin.

"Yang punya rumah siapa yang ngajak siapa, baik banget lo jaem," geram Viona.

"Ada acara apaan?" Tanya Jeno.

"Syukuran viona baru menang lotre," sahut Haechan lalu segera berlari ke kelas sebelum gadis itu mengamuk.

"Sabar sabar orang baik itu harus sabar," ujar Nada menenangkan, Viona hanya mengelus dada melihat kelakuan teman seperjurusannya.

"Rencana awal sih mau kelompokan, berhubung jadi ikutan semua palingan nanti juga mabar kalo nggak nobar," ujar Felix.

"Gak, awas aja lo sama echan mabar, gue potong tu kabel ps," tegas Viona.

"Iya nyai iya, nugas kok tenang aja,"

"Gimana jen, lo ikut?" Tanya Jaemin.

"Boleh deh, sekalian nanti ajak renjun." Sahut Jeno mengiyakan.

"Sippp lo jemput gue ihir." Seru Jaemin.

"Emang seenak jidat manusia satu ini," dumel Nada.

"Biarin wlee," Jaemin menarik kepangan rambut Nada, menjadikan Nada geram dan mencubit lengan Jaemin.

"Anandra Jeno Ardiansyah," panggil laki-laki berkaca mata bulat.

"Bang kunnn," Teriak Nada saat tau laki-laki itu yang ternyata sepupunya.

"Ga usah teriak juga, kumat dah jiwa malu-maluinnya," gerutu Kun.

"Gue kesana dulu, nanti kabarin aja," ujar Jeno.

"Yoi mamen," sahut Jaemin.

Sepeninggal Jeno, bala-bala echan pun memasuki ruang kelas. Materi kali ini tentang Anatomi Fisiologi pada manusia. Materi ini menerangkan tentang struktur tubuh manusia antara lain sistem saraf, sistem gerak, pembuluh darah, mekanisme kerjanya, dan masih banyak lagi pokoknya tentang tubuh manusia hehehe.

Setelah materi awal diterangkan, kini dosen memberikan quiz singkat untuk mengulang materi yang telah diterangkan. Mahasiswa pun bingung dan sedikit mengerubung untuk mencari contekan.

"Sstt ssttt chi," bisik Hyunjin. Suhyun yang merasa terpanggil sedikit mendelik ke arah Hyunjin yang berada di belakangnya.

"Nomer 1,2,3,4,5 apaan,"

"Ckk lu nanya apa mau ngajak gelut," decih Suhyun kesal.

"Cepetan kasih liat aja mumpung dosennya nggak liat,"

Akhirnya Suhyun mengalah dan memberikan sedikit contekan sebelum dosen kembali ke tempat duduknya. Sepuluh menit selesai, semua mahasiswa Farmasi itu mengumpulkan hasil dari quiz, entahlah kini kepala Viona sedikit berkunang-kunang memikirkan jawaban yang mengawang tak karuan, yang penting pokoknya mengumpulkan, absensi, dan tertib aja udah nggak usah terlalu teladan yang penting lulus langsung dapet kerja. Kalo itu mah semua juga mau kali.

Tapi kadang jalan hidup tidak sesuai dengan keinginan, mereka yang menginginkan hidup sejalan dan bahkan berpikir akan lurus-lurus saja, pasti dipertengahan akan mengalami masa yang begitu berat. Tak ada hidup yang benar-benar normal, orang kaya saja butuh perjuangan untuk mendapatkan kekuasaan. Begitu pula yang lainnya, harus ada yang dikorbankan dalam mencapai puncak kejayaan.

Viona merenggangkan tubuhnya, merasa pegal-pegal setelah duduk selama dua jam ditempat ber-AC dan membuat tubuhnya sedikit menggigil kedinginan. Dia pun melangkahkan kakinya membuntuti sahabat-sahabatnya yang telah keluar kelas terlebih dahulu.

Gadis itu mengambil ponsel yang dia letakkan ditas ransel bagian depan. Dia tidak sadar ada seseorang yang membuntutinya sejak dia keluar kelas.

"Serius amat sampe nggak sadar," ujar laki-laki dengan paras polos dan senyum yang manis.

"E-eh renjun, sejak kapan lo dibelakang gue?" Gadis itu menghentikan langkahnya.

"Sejak lo keluar kelas, lo sih terlalu fokus ngeliatin ponsel sampe nggak sadar ada orang dibelakang lo," cerocos Renjun.

"Ya sorry gue kan nggak tau,"

"Tumben sendirian, bala echan kemana?"

"Udah pulang duluan, eh iya mereka nanti mau ngumpul kerumah gue, lo ikutan aja." Mereka berjalan berdampingan ke tempat parkir, Viona orang yang supel dia tidak pernah merasa canggung dengan orang yang baru dia kenal. Ya walaupun mereka sudah bertemu sebelumnya tapi kan itu pertemuan yang singkat dan hanya bergurau dengan temannya yang lain.

"Iya, tadi gue juga diajak jeno," ucap Renjun tidak menghilang senyum ramah di wajahnya.

Mereka berpisah sesampainya ditempat parkir, Renjun berniat pulang terlebih dahulu sebelum kerumah Viona. Dia berangkat bersama Woojin karena mereka satu kosan, Viona nanti akan mengirimkan lokasi setelah sampai di rumahnya.

Berhubung nanti sore mereka akan berkumpul dan hari ini Nada pulang bareng Jaemin, Viona berniat membeli beberapa camilan dia berhenti disebuah market. Dia memborong beberapa chiki seperti potatos, lays, nabati dan kawan-kawannya. Tidak lupa dia juga mengambil satu botol besar fanta dan sprite. Jadi ceritanya mau nugas apa nonton dah.

♥♥♥♥♥

Teman-teman Viona sudah datang bergiliran kecuali Lucas dan Mark, mereka tidak bisa ikut karena ada kepentingan keluarga. Jisung sudah bersama Chenle sejak pulang sekolah. Chenle langsung kerumah tanpa pulang terlebih dahulu, dia memakai baju Jisung walaupun agak sedikit kebesaran karena tubuh Jisung lebih tinggi dibandingkan Chenle.

Jeno yang datang terakhir bersama Jaemin langsung ikut menimbrung dengan yang lainnya, mereka menggelar tikar di ruang keluarga bersama Doyoung, Jisung, dan Chenle. Sedangkan bunda tadi mengabarkan akan mengunjungi ayah dan menginap disana.

Doyoung menghampiri Viona yang sibuk menyiapkan buku di kamarnya.

"Dek beli nasi goreng sungai brantas gih, kayaknya pada belum makan," ucap Doyoung sambil menyerahkan tiga lembar uang lima puluhan. Viona menerima uang itu, dan segera turun bersama Doyoung.

"Gess ada yang mau nganter beli nasgor gak, jalan aja deket kok." Ajak Viona.

"Tuh sekalian sama jeno aja, dia mau beli martabak telor di pertigaan jembatan brantas." Sahut Suhyun.

"O-oh oke, yuk jen."

Sore menjelang malam itu sangat sejuk, matahari mulai meredup tatkala nuansa senja yang indah. Kedua mahasiswa itu berjalan berdampingan menapaki pinggiran jalanan dengan pelan-pelan, menikmati angin yang menerpa dan hamparan sungai brantas sore itu. Masih dalam keadaan diam, canggung karena mereka masih belum terlalu akrab.

Akhirnya Jeno mengalah, "Vi lo suka sastra sejak kapan?" Tanyanya.

"Ahhh gue suka sejak sma sih, lo juga suka kan jarang-jarang loh cowo suka karya sastra kecuali mereka yang prodi sastra," sahut Viona.

"Haha nggak ada salahnya kan kalo cowo suka sastra, lagian sastra itu kata-kata yang indah dan menarik,"

"I-iya sih, jen duduk situ dulu yuk," Viona mengajak Jeno duduk di pinggiran sungai brantas, sambil memandangi orang-orang berlalu lalang melewati jembatan.

"Gue sering duduk disini, menikmati semilir angin sungai brantas rasanya sejuk banget, lo tau nggak kalo kebanyakan orang itu sibuk dengan apa yang ingin mereka capai tanpa tau begitu indahnya menikmati hidup yang hanya sebentar," Laki-laki bertubuh kekar dengan eye smile di wajahnya itu menatap intens ke arah gadis di sebelahnya.

"Dunia begitu banyak peristiwa untuk dikenang tak hanya terus mengejar kekuasaan, gue lebih suka hidup bebas bersama alam dari pada terkekang dengan kemauan yang begitu banyak karena keegoisan." Semburat senyum terukir di sudut bibir laki-laki itu, ya Jeno segan melihat gadis itu bercerita.

"Keegoisan itu kadang juga perlu untuk mempertahankan kekuatan diri sendiri," Viona menoleh ketika mendengar sahutan dari Jeno. Di tatapnya lamat sepasang mata yang teduh.

Viona mengerjap beberapa kali untuk menetralkan kesadarannya kembali dan segera beranjak setelah dia merasa pipinya menghangat.

"E-eh yuk jalan lagi, nanti keburu malam," ucapnya.

Kedua mahasiswa itu berjalan menyusuri pinggiran sungai dan sampailah ditempat tujuan pertama mereka yaitu warung nasi goreng favourite Viona dan keluarganya.

Dua plastik berukuran sedang ditenteng Viona, mereka melanjutkan perjalanan ke gerobak martabak yang ada diseberang jalan.

"Pak martabak telur spesial dua sama martabak manis rasa keju coklat dua ya," ujar Jeno.

"Iya mas ditunggu dulu," sahut abang tukang martabak.

"Vi minggu ini lo ada waktu kosong?" Tanya Jeno yang kini sudah duduk didepan Viona.

"Kosong kok, kenapa jen?" Tanya balik gadis berpipi dimple itu.

"Ikut gue hunting buku yuk,"

"Hah, dimana?"

"Agak keluar dari pusat kota sih, tapi gue jamin lo suka soalnya suasananya sejuk," ucap Jeno, pandangannya tak lepas dari manik mata gadis didepannya.

"Sorry kalo gue lancang padahal kita belum terlalu akrab, tapi gue pengen pergi kesana sama orang yang memiliki hobi yang sama kayak gue, kalo lo keberatan nggak papa kok hehe," lanjutnya tersenyum kikuk.

"Gue pikir-pikir dulu deh, nanti gue kabari lagi," sahut Viona sambil menggigit bibir atasnya yang kering.

'Duh kebanyakan mikir dah gue kalo sama jeno, surat balasan aja belum gue kasih, bodoh." Batin Viona.

"Mas pesenannya udah jadi," seru abang martabak. Jeno berdiri dari tempat duduknya.

"Huftt untung abangnya tepat waktu, bisa mampus tekanan pikiran gue," gumam Viona pelan.

"Vi yok," seru Jeno.

"O-oh oke,"

Diperjalanan pulang mereka tak bicara sama sekali, hanya terdengar hembusan nafas yang sedikit berat dari kedua mahasiswa itu.

Mereka sampai dipelataran rumah. Baru juga pintu dibuka sudah mendapat kecaman dari Haechan.

"Lo berdua kemana aja woyyy, laper ini perut," kesal Haechan sambil mengelus-elus perutnya.

"Lo berdua lama amat dah, jangan-jangan udah jadiaan aja," keluh Jaemin.

"Sembarangan kalo ngomong suka nggak bener, huuuu…" sungut Viona.

Jisung mengambil piring dan sendok dari ruang makan, lalu membagikannya pada yang lain. Haechan yang sudah tidak sabar lagi karena keroncong di perutnya sudah mengalun sejak tadi, segera mengambil plastik yang ada di tangan Viona.

"Emang kalo sama somi lo juga gitu chan," ujar Yeri memandang tidak percaya.

"Malah makin parah yer," sahut Felix.

"Gue itu apa adanya bukan sok-sokan," sahut Haechan, tangannya sibuk membuka bungkus nasi goreng.

"Malu-maluin iya," ujar Renjun.

"Yang penting cakep mah bebas," Haechan fokus pada makanan yang ada di depannya, menyelamatkan perutnya yang perih.

"Pede sia chan," ketus Suhyun.

Tak banyak bicara saat mereka makan, hanya beberapa candaan saat Haechan tersedak pada saat minum karena tenggorokannya seret. Bisa-bisanya makan selahap itu kayak nggak pernah makan seminggu aja.

Tugas yang sejak tadi dianggurin akhirnya selesai setelah Viona membagi tugas, untung saja Haechan dan Felix tidak banyak mengeluh jadi mereka menyelesaikannya dalam waktu yang singkat.

Yangyang sedang bermain Mobile Legend bersama Jaemin, Haechan, dan Hyunjin, sedangkan Renjun, Jeno, Felix, dan Woojin sedang menonton sepak bola bersama Doyoung, Jisung dan Chenle masih bergelut dengan PS yang menampilkan Mario Bros. Viona yang agak gabut karena di tinggal Yeri, Suhyun, dan Nada menonton drama di kamarnya, dia pun berencana mengusili Yangyang.

"Akhhh vio pergi sono…." Teriak Yangyang saat Viona mengelitiki perutnya.

Dan kini beralih pada Hyunjin, "Gabut ya lo, akhhh minggir gak, sialan lu vi mati gue,"

"Sampe tim gue kalah awas lu, gue suruh lu ngerjain tugas jurnal resep bu irene," ancam Haechan.

"Dih ogah," Viona menyerbu Haechan karena kesal.

"Gue tempeleng juga lu lama-lama, bikin kesel aja dah," ketus Haechan. Viona berjalan menjauh sebelum Haechan benar-benar menempeleng kepalanya.

Diruang tv terdengar suara gempar mereka yang meneriaki pemain kesukaannya, dan yang paling heboh sendiri Doyoung dan Woojin. Kalau Renjun, Jeno, Felix mah tenang-tenang wae walaupun agak gregetan juga pas mau ngegoalin bola.

"Njirrr dikit lagi goal bego, pake meleset fokusss woyyy," heboh Woojin. Nggak guna emang, nggak bakal kedengeran juga.

"Jin nggak usah nekek leher gue juga kalik, bego," ketus Renjun yang ada disamping Woojin.

"Ehee maap kebawa suasana," Woojin melepaskan tangannya dari leher Renjun, sebelum wajah polos Renjun berubah mengerikan seperti akan membunuh mangsanya.

Renjun terkesiap saat melihat Viona berjalan ke arah tangga menuju kamarnya.

22.30 p.m satu persatu teman-teman Viona mulai pulang, hanya tersisa Yeri, Suhyun, Nada, dan Chenle yang akan menginap di rumahnya. Ketiga gadis itu tidak ingin balik ke kosan karena alasannya ingin menghabiskan drama, nanggung tinggal tiga episode.

Viona berjalan ke meja belajarnya, mengambil buku catatannya yang berisi tulisan-tulisan karyanya di rak. Dia meraih sebuah earphone yang sudah terhubung ke ponselnya, lalu memasangkannya ke telinga. Dia ingin lebih tenang dalam menulis, karena sahabatnya yang begitu berisik seperti kegilaan menonton drama korea. Viona bukannya tidak suka, dia hanya membatasi diri agar tidak terlarut dalam kehaluan.

Diraihnya pulpen warna lalu mulai menulis tentang perasaannya hari ini, sungguh banyak sekali yang mengganjal di otaknya.

Sebuah Angan

Hanya berangan tanpa bertindak, ada sedikit rasa takut

Walau sebenarnya ada keinginan namun mengapa susah untuk diungkapkan

Entah perasaan seperti apa yang sedang kalut

Bercampur aduk masih belum ada cercah cahaya

Apa aku harus mengikuti perasaan atau mematuhi isi pikiran, mereka bertolak belakang

Aku bingung, angan itu datang begitu saja

05/09/2020

"Apa gue ikut ajakan jeno aja ya, kali aja tempatnya bagus," Viona menatap keluar jendela sambil bergumam, memikirkan ajakan Jeno tadi sore.

Next chapter