webnovel

Kamu serius?

Allan menceritakan hasil perbincangannya dengan Sabilla. Lelaki itu terkejut mendengar keputusan yang di ambil oleh Allan. Bagi Bima, menikahi seorang wanita yang telah memiliki suami adalah sebuah keputusan yang anti mainstream.

"Apa kamu serius dengan ini? Jadi suami simpanan itu tidak semudah yang kamu bayangkan. Kalau kamu sampai ketahuan, apa yang akan terjadi? Kamu tidak memikirkan itu?" Bima justru memikirkan akibat dari keputusan yang di ambil oleh Allandra.

"Aku tidak peduli. Asal aku bisa mengembalikan kejayaan perusahaan ayahku, aku tidak takut dengan konsekuensinya. Anggap saja ini sebuah pekerjaan. Aku di bayar untuk bekerja, bukankah pemikiranku rasional?" sahut Allan seraya melepas jam tangannya. Keputusan yang di ambilnya telah ia pikirkan baik-baik.

"Jadi, kamu menikahinya tanpa cinta?" Bima mengoreksi. Allan tertawa kecil mendengar pertanyaan dari Bima.

"Dalam hubungan saling menguntungkan, itu tidak butuh cinta, kan? Lagi pula mana mungkin aku jatuh cinta pada wanita yang baru ku temui, yang benar saja." Allan mengganti kemejanya dengan kaos putih tipis. Bima mengisi gelas dengan air mineral dan meminumnya. Dia duduk di pinggir ranjang milik Allan.

"Kamu sama saja seperti lelaki bayaran." cibir Bima.

"Sembarangan! Aku lebih berharga di bandingkan dengan lelaki penjual jasa. Meskipun tetap saja, aku menjadi suami simpanan. Tapi itu bukan hal itu yang aku pikirkan sekarang, aku lebih fokus pada tujuanku." Allan melangkah ke kamar mandi, mencuci wajahnya dan memandang bayangannya sendiri di cermin yang ada di hadapannya. Dia tidak akan mundur lagi. Dia telah memilih jalan yang memang akan di telusuri olehnya. Satu hal yang di yakininya, akan ada kejutan di ujung jalan, suatu saat nanti.

"Apapun itu, aku tetap mendukungmu. Kalau begitu, aku kembali dulu ke kamarku. Jangan lupa mengunci pintu sebelum tidur." Allan mengiyakan kalimat yang di ucapkan oleh Bima. Allan mengeringkan wajahnya dengan handuk kecil.

Ting!

Bunyi pesan masuk di ponselnya berbunyi. Allan meraih ponselnya dari saku kemejanya. Nama Sabilla terpampang si sana.

Sabilla

Besok kita bertemu di Kafe Mentari, jam sembilan. Kita harus mengurus persyaratan untuk menikah resmi di KUA XXX.

Allan membaca pesan dari Sabilla berulang kali, dia yakin dia tidak salah baca. Tapi, Allan merasa harus mengoreksi langsung pada pengirimnya. Pria itu menekan tombol panggil.

"Ada apa? Kamu merindukanku, sehingga membalas pesanku dengan panggilan?" tanya Sabilla dengan santai di ujung sana.

"Anggap saja begitu. Aku hanya ingin memastikan pesanmu, kita menikah resmi? Bukankah kamu sudah mempunyai suami?" Allan sangat penasaran dengan ini. Dia butuh penjelasan dari Sabilla segera.

"Ya, resmi. Kamu terkejut? Aku hanya menikah siri dengan suamiku. Aku hanya simpanan. Statusmu nanti memang simpananku, tapi sebenarnya kamu adalah suami sahku." Allan tersenyum, tidak tahu mengapa dia senang mendengar ini. Menjadi suami Sabilla sah secara hukum membuatnya merasa lebih baik.

"Itu sungguh tidak adil." katanya sambil tertawa kecil.

"Tapi dari suaramu, kamu terdengar bahagia. Tenang saja, meskipun simpanan, kamu akan menjadi prioritasku, Allan." Allan dapat membayangkan ekspresi Sabilla di ujung sana. Wanita itu pasti tersenyum manis dan menggemaskan.

"Aku tidak bisa percaya sampai kamu membuktikannya nanti." tantang Allan. Kali ini, pria itu mendengar Sabilla tertawa kecil.

"Baik, aku pasti akan membuktikannya nanti. Ngomong-ngomong, apa aku termasuk dalam kategori wanita idamanmu?" pertanyaan Sabilla membuat Allan menerawang. Wanita idaman? Bahkan dia belum memikirkan wanita idamannya seperti apa.

"Siapa yang tidak tertarik pada pesona Sabilla, seorang desainer terkenal yang berwajah cantik dan berpenampilan menarik. Tapi jujur, aku tidak punya patokan, wanita seperti apa yang menjadi idamanku. Aku hanya ingin memiliki pasangan yang selalu berada di sisiku dalam keadaan apapun." ungkap Allan apa adanya. Ya, memang itu yang dia inginkan. Dia ingin seseorang yang mau menerimanya dalam suka dan duka.

"Aku bisa mewujudkan keinginanmu, Allan. Mulai sekarang, kamu punya aku. Jangan lagi merasa sendiri. Kamu bisa bergantung padaku. Aku juga yakin, kamu bisa menjagaku setiap saat. Kamu akan selalu melindungiku dan menjadi pemimpin perusahaan yang sukses dengan kecerdasan yang kamu miliki. Kamu tahu Allan, kamu memiliki segala kelebihan yang di impikan semua wanita. Aku sangat beruntung bisa mendapatkanmu." pujian Sabilla terdengar sangat berlebihan di telinga Allan. Dia tidak ingin buru-buru terbuai dengan kalimat memikat yang di ucapkan oleh Sabilla. Baginya, wanita tidak ada bedanya, mereka selalu memuji untuk mendapatkan sesuatu, jika tujuannya telah tercapai, mereka akan pergi dan mementahkan pujiannya begitu saja.

"Terima kasih atas pujianmu, Sabilla. Tapi, aku tidak merasa seistimewa itu. Aku hanya lelaki biasa dengan banyak kelemahan yang kamu belum ketahui. Aku tidak ingin kamu kecewa karena terlalu memujaku." Allan merendah. Dia tidak ingin di agungkan. Dia tidak ingin di lambungkan ke awan lalu di jatuhkan begitu saja ke bumi. Jika memang Sabilla nantinya jatuh cinta padanya, dia ingin wanita itu mencintainya apa adanya dirinya, bukan karena suatu alasan.

"Kejujuranmu itu semakin membuatku terpesona. Aku akan mengirim sebuah paket padamu besok pagi. Kamu harus memakainya, aku yakin baju ini sangat cocok untukmu. Jangan tersinggung, aku tidak bermaksud untuk meremehkanmu, sungguh." Allan tahu, Sabilla sungkan padanya. Wanita itu tidak ingin menyinggung perasaannya. Allan segera memikirkan jawaban yang menyenangkan hati Sabilla.

"Jangan sungkan. Aku justru senang kamu mau membelikanku pakaian. Aku pasti akan memakainya nanti. Kamu wanita pertama yang melakukan ini untukku. Aku justru terkesan." Allan mendengar dengusan kecil, wanita itu pasti tersenyum mendengar jawabannya.

"Kalimatmu sangat manis sekali, Allan. Sudah malam, sebaiknya kamu tidur. Kamu pasti sangat lelah hari ini." saran Sabilla lembut. Allan tersentuh, Raya tidak pernah seperhatian ini padanya, mungkin karena dia belum sedewasa Sabilla. Entah mengapa, Allan merasa nyaman setiap kali Sabilla memperhatikannya.

"Kamu juga, aku mau kamu besok fresh. Langsung tidur setelah ini. Sampai bertemu besok, Sabilla." Allandra berusaha menunjukkan perhatiannya. Dia ingin Sabilla merasakan kehangatan sikapnya.

"Sampai bertemu besok, Allan." nada terputus terdengar setelah itu. Allan menatap ponselnya, tersenyum, lalu meletakkannya di sebelah bantal. Allan merebahkan dirinya di ranjang. Dia menatap langit-langit kamar kosnya, tiba-tiba, bayangan Sabilla tersenyum padanya muncul di sana. Allandra meraup wajahnya dengan tangan kanannya, pria itu mulai merasa ada yang aneh dengan perasaannya.

Allandra mengira, dia tidak akan semudah itu memalingkan hatinya dari Raya. Tapi semua ini terjadi di luar kuasanya, kehadiran Sabilla yang tak terduga, justru menorehkan kesan yang mendalam bagi Allan. Sabilla wanita cantik, sukses, cerdas, memiliki kekuasaan, dan terpenting, dia menghargai Allan sebagai seorang laki-laki, meskipun dirinya tengah terpuruk. Hanya orang bodoh, yang tidak mau menerima mutiara yang di berikan dengan cuma-cuma. Allan justru merasa beruntung, di pilih Sabilla menjadi suami simpanannya.

Next chapter