Wilson mendadak menghentikan langkahnya. "Eville, kita harus masuk ke stasiun khusus Vilcathe Academy dulu. Kamu tau Harry Potter 'kan?"
Eville mengangguk cepat, "Tentu saja, akhir-akhir ini aku 'kan suka sekali film itu. Kita juga menontonnya bersama minggu lalu 'kan?"
Wilson tanpa peduli pada Eville yang mulai berceloteh soal film fantasi itu malah menunjuk tembok bertuliskan Vilcathe Academy.
Eville mengerjap, "Hah? Sejak kapan ada tulisan Vilcathe Academy di tembok itu? Perasaan tadi tidak ada sama sekali."
"Nah, sama seperti di film, kita bakal lewat tembok ini."
"Tunggu,.. hah?"
"Kita masuk lewat tembok, kita tembus.”
Eville langsung tertawa. "Oh ayolah, ini sungguh.. kamu benar-benar keterlaluan mengerjai ku atau kamu sudah tidak waras, Wil? Itu 'kan cuma tembok bertuliskan Vilcathe Academy! Mana bisa kita masuk lewat tembok?! Kamu ini kebanyakan nonton Harry Potter ya? Sejak kapan? Aku yang suka Harry Potter aja nggak segitunya."gadis itu menutup mulutnya dengan kedua tangan ketika sesuatu melintas di pikirannya. "Ah? Jangan bilang soal pindah sekolah mendadak ini hanya tipuan. April mop memang sudah dekat? Oke, sekarang ayo pulang. Aku akan marah kalo kamu masih main-main lagi."celotehnya panjang lebar yang dihadiahi jitakan dari Wilson.
"Kamu ini jangan berisik! Kan malu diliat orang-orang. Aku itu masih waras tau, kamu aja yang nggak tau apa-apa. Asal kamu tau, orang biasa nggak bisa lihat tulisan di tembok ini. Nah, udah sepi, yuk masuk!!"ucap Wilson menarik tangan Eville dan menerobos tembok.
"Kyaaa..."jerit Eville refleks, mungkin juga takut.
"Eh, bisa ditembus?! Ini beneran?!"Eville memandang sekeliling, mereka sudah berada di tempat yang berbeda dengan sebelumnya. "Wah, keren sekali, sama seperti di film _Harry Potter_. Apa tembok ini ajaib? Harry Potter.. apa mereka syuting di sini?"sambungnya takjub, ia bahkan meloncat-loncat kecil.
Wilson hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Eville. "Terserahmu saja. Yang jelas, tembok bertuliskan Vilcathe Academy itu cuma bisa dilihat dan ditembus oleh orang-orang khusus, bukan orang biasa."
"Hng? Ajaib sekali. Lalu apa ayah dan ibu juga bisa melakukannya?"
Wilson memperhatikan sekitar, kemudian langsung menggandeng tangan Eville begitu melihat kereta api berwarna hijau tua, "Mereka tentu bisa. Keretanya sudah datang."ia menatap Eville serius. "Dengarkan aku.. setelah ini, akan ada beberapa hal yang mungkin menakjubkan menurutmu tapi semua itu bisa berbahaya dan menakutkan. Kamu hanya perlu berani dan tidak berada jauh dariku. Paham?"
Eville tergelak. "Kamu bicara apa sih? Kita mau sekolah yang seperti apa memangnya? Sekolah menjelajahi hutan? Menyeberangi samudra? Mencari sejarah yang hilang? Kita hanya anak remaja seperti biasanya, apa yang harus ditakutkan?"
"Nanti aku ceritakan semuanya di dalam, kita mungkin akan ketinggalan kereta jika tidak bergegas."
Dalam kereta
Wilson yang sadar jika dari tadi ia diperhatikan akhirnya melirik Eville, "Kenapa menatapku begitu?"
Eville cemberut, "Kamu lupa? Katanya kamu akan menceritakan semuanya di dalam kereta."
"Baiklah. Apa hal yang ingin kamu ketahui untuk pertama kali?"
Eville menghabiskan sisa jus apel miliknya, "Vilcathe Academy.. kamu pasti tau itu sekolahnya yang seperti apa bukan?"
"Oke, pertanyaan selanjutnya."
"Waktu di hutan kenapa aku bisa melayang dan bagaimana dari tanganmu bisa keluar api?! Terus kamu bilang monster itu aku yang bunuh, kok bisa?! Dan di rumah kalian bicara tentang kekuatan? Aku mikir itu terus, rasanya nggak masuk akal banget kalau kekuatan di dunia fantasi beneran ada!"
Wilson menghela napas, menyandarkan punggung senyaman mungkin pada kursi penumpang baru membuka mulut. "Vilcathe Academy itu adalah sekolah khusus untuk anak-anak berkekuatan melebihi manusia. Di sana, kita semua akan belajar mengendalikan kekuatan masing-masing. Jika telah berhasil akan muncul lambang kekuatan di punggung tangan kita. Bahkan ada yang memiliki sayap karena begitu hebat."jelasnya panjang lebar.
"Hah?! Beneran ada?!”jerit Eville tak percaya.
Wilson menjitaknya kesal, "Sudah kubilang jangan berisik!" ucapnya.
"Aww.. sakit tau. Kan aku kaget. Memang orang nggak boleh dengar begitu? Kamu bilang yang bisa menembus tembok hanya orang tertentu jadi orang-orang di sini juga punya kekuatan kan? Tidak ada masalah jika mereka mendengar kita."protes Eville, mengelus dahinya.
"Ini tetap angkutan umum, kamu tidak malu memangnya?"
"Oke, lalu bagaimana dengan kejadian sebelum itu? Kenapa kamu mendadak tidak ada waktu itu, kamu tau bagaimana takutnya aku dikejar-kejar bayangan hitam itu?!"
"Hutan itu sedang terpengaruh oleh ilmu hitam. Aku juga tidak bisa menemukanmu, aku bahkan tidak bisa melihat apa-apa selain warna hitam. Kita berdua mengalami ilusi, aku baru sadar ketika mendengar teriakanmu."
Eville menghela nafas. "Lalu kamu tidak terjatuh, kamu melayang karena kekuatanmu telah bangkit, kekuatanmu adalah wind controller (angin), kamu membunuh monster juga menggunakan angin. Kalau bola api yang ditanganku itu karena kekuatanku fire controller (api). "jelas Wilson lagi.
"Ini mimpi 'kan, Wil? Ini tidak masuk akal, aku tidak bisa per— aw, apa yang kamu lakukan?!"Eville mengusap telinganya yang baru saja ditarik Wilson.
"Sakit 'kan? Bagaimana ini bisa mimpi?"Eville bungkam, Wilson meletakkan telapak tangan kanannya di atas meja dan dalam sekejap mata bola api telah mengambang ditangannya itu. "Bagaimana? Rasa panasnya nyata bukan?"
Eville menutup mulutnya dengan kedua tangan, Wilson sudah mematikan apinya dengan cara mengepalkan tangannya.
"Kamu juga bisa mengecek kekuatanmu. Coba tiup wajahku, pelan-pelan saja."
Ragu Eville mencobanya. Ia melongo sebab angin membuat rambut Wilson langsung berantakan. "Jadi percaya sekarang?"
Eville mengangguk cepat, tangannya sibuk merapikan kembali rambut Wilson. "Apa setiap orang punya kekuatan yang berbeda?"
"Tidak juga sih, banyak orang yang kekuatannya sama tapi potensinya beda. Pada umumnya, orang memiliki 1-2 kekuatan. Kalau para guru di Vilcathe Academy rata-rata punya 3-4 kekuatan. Yang punya kekuatan kebanyakan dari makhluk lain. Misalnya keturunan fairy, demon, werewolf, vampir, penyihir dan elf. Katanya reinkarnasi dewa dewi juga ada, tapi hanya sedikit."
"Wah, kita keturunan apa? Kalau yang memiliki 5 kekuatan ke atas ada tidak?" tanya Eville antusias.
"Hanya yang benar-benar hebat dan para reinkarnasi dewa dewi yang kekuatannya 5 ke atas. Sampai sekarang belum jelas siapa yang akan jadi reinkarnasi dewa dewi itu."
"Okay, aku paham."
"Dan kamu tau, kita adalah keturunan dewa dewi."
Eville mengerjap takjub, tak lama kereta yang mereka naiki pun berhenti.
"Kita sudah sampai, ayo!!"ajak Wilson yang telah berdiri dan memegang kopernya.
"Iya."Eville berdiri memegang kopernya dengan semangat.
*Halaman Vilcathe Academy*
*Eville pov*
Wah, Vilcathe Academy terlihat megah dan indah membuatku benar-benar terpesona dan takjub.
"Wil, kok kamu kelihatan biasa aja sih? Nggak ada takjub-takjubnya gitu. Kamu pernah ke sini sebelumnya?"tanyaku penasaran.
"Ya, aku pernah ke sini 2 tahun yang lalu bersama Paman Erc. Vilcathe Academy masih terlihat sama."ucapnya melihat sekeliling.
"Kenapa kamu datang ke sini 2 tahun yang lalu? Apa kamu menjadi murid dan belajar di sini?"
"Eum, bisa dikatakan aku adalah murid sementara. Aku hanya belajar selama 3 bulan, lalu kembali. Aku menjaga dan menunggu kekuatanmu bangkit agar dapat bersama-sama menjadi murid di sini."
Aku mengangguk-angguk.
"Ah ya, kamu melihat sekitar di perjalanan tadi? Apa kamu tau ini dimana?"tanyanya melihat ku.
"Tentu saja. Kita sekarang kan di Vilcathe Academy, di gerbang itu tertulis dengan jelas. Kamu ini bagaimana sih?"ucapku bingung.
Kulihat dia menepuk dahinya, "Haduh, bukan itu maksudku dasar bodoh."
"Apa?! Barusan kamu mengataiku bodoh?! Aku ini juara 3 besar di sekolahku tau!" Aura marahku keluar begitu saja.
Bagaimana tidak? Dia bertanya dimana ini dan apa salahku menjawab kalau ini di Vilcathe Academy? Lalu dia mengatakan aku bodoh, benar-benar.
Wilson melirikku canggung lalu berlari ketika aku mendekat.
Ya, kami sekarang berlari tanpa mempedulikan koper kami yang tergeletak mengenaskan di jalan.
"Wilson! Hei! Kemari kamu! Kamu tidak boleh lari!"teriakku marah.
"Hallo, murid baru. Kalian tampaknya sedang bersenang-senang."seorang menghentikan lariku.
“Ya?”ucapku pelan.
Wanita tua dengan gaun abu-abu dan topi kecil hijau bertuliskan VA menghiasi rambut pendeknya. Tubuhnya cukup gemuk, matanya sipit dan wajahnya terkesan ramah.
Wilson mendekat, "Madam Ro, sudah lama tidak berjumpa. Saya senang melihat anda bersemangat sama seperti waktu yang telah lalu."sapanya.
Madam Ro tertawa, suaranya cukup keras. Ia menepuk-nepuk pundak Wilson. "Aku tersanjung kau mengingat nenek tua ini, Wilson. Senang bertemu lagi denganmu. Kamu akhirnya resmi masuk Vilcathe Academy, dia kah gadis yang kau tunggu itu?"
"Saya juga tersanjung anda mengingat saya, Madam. Begitulah, namanya Eville Mezalina Scarlett."
Aku tersenyum sopan, "Hallo, Madam."
Madam Ro tersenyum lebar, "Wah, kalian ini serasi sekali. Kalian juga tampan dan cantik, pasti akan ada yang menggemari kalian."
Aku mengerjap. "Eh? Maksudnya kami akan jadi seperti primadona? Dan memiliki penggemar?"
Madam Ro tertawa lagi, "Seperti itulah. Ngomong-ngomong, bagaimana rasanya di langit?"
"Hah?"
"Itulah yang kumaksud tadi. Vilcathe Academy itu ada di langit."Wilson menyambar.
"Apa?! Lang-"belum sempat aku berteriak, mulutku sudah dibekap wilson.
"Huuh, kamu ini kalau nggak jerit teriak, nggak bosan apa? Telingaku bisa rusak tau."gerutunya, ia melepaskan bekapannya dari mulutku lalu mengusap telinganya.
Madam Ro lagi-lagi tertawa. Sebagai seorang eum nenek, dia tampak cukup bersemangat dan ceria. "Sebaiknya kalian pergi ke Aula sekarang, sudah ramai murid berkumpul di sana."
Seperti bagaimana dia tiba-tiba muncul di depanku, sekarang dia juga tiba-tiba menghilang.
****