Empat hari berlalu begitu cepat. Sementara Sean sibuk dengan bisnisnya, harapan Mio untuk merasakan liburan menjadi khayalan saja. Ini dimulai sejak empat hari lalu...
Matahari terlihat sedikit mendung itu wajar mengingat sebentar lagi memasuki musim dingin. Setelah sarapan, Sean mengajak Mio ke pavilium belakang. Disana Mio tidak bisa menahan haru ketika melihat sebuah akuarium berukuran sedang dengan isi berbagai ikan kecil indah dan dua kura-kura hijau kecil yang berenang. Mata Mio langsung menyala menyerbu di depan akuarium.
" Sean kamu membelikan ini untukku?" Mio ingat dia menatap kura-kura kecil di pet shop kemarin. Mio tidak mengira bahwa Sean akan membelikannya langsung.
"Tergantung."
"Tergantung apa?"sambil mencelupkan jari-jarinya di atas akuarium menggoda kura-kura, Mio bertanya tak acuh.
"Jika kamu berhasil melalui tes table maner, itu akan menjadi milikmu. Namun jika tidak, aku bisa menjualnya lagi."
itu Mio mencibir, " memang ada yang mau membeli kura-kura bekas huh? Ini Amerika. Lagipula jarang orang yang menginginkan kura-kura disini."
Mio menyukai kura-kura. Terutama kura-kura kecil dan...
Mata Mio menyipit, jika dilihat dengan benar, kura-kura ini tampak berbeda. Ada bintik-bintik merah menyala di tempurungnya dan ujung kepalanya berwarna merah terang ketika salah satu kura-kura berenang lebih dekat di hadapan Mio.
"Ya Tuhan! Kamu membeli lighting mose tortoise? " Mio menatap horor Sean. Jenis kura-kura ini adalah jenis terlangka yang seharusnya dilindungi bukan? Ini pasti hasil pembiakan secara lisensi. Tapi untuk membelinya bukankah itu tidak murah? Satu kura-kura kecil bernilai hampir seratus juta. Dan ini dua...Mio menghirup nafas berat. Antara ingin mati bahagia atau mati sekaligus melewati surga (lah? Berarti neraka dong?)
"Dan satu lagi. Miss Han!" Begitu Sean memanggil, sosok gembul tiba-tiba saja berlari mendekat dari arah halaman. Itu jelas sosok berbulu putih yang sangat imut. Tiba disamping kaki Sean, terdemgar suara khas kucing yang sangat menyenangkan.
"Meow..." miss Han begitu patuh. Membalikkan badannya dia perpose imut menyenangkan Sean.
Mata Mio kali ini benar-benar menyala. Memekik kesenangan Mio melompat untuk menangkap kucing imut itu meninggalkan kura-kuranya. Namun sayang, Miss Han sepertinya melihat antusias Mio sebagai ancaman sehingga kucing itu dengan gesit melewati tangkapan Mio dan melompat di dalam pelukan Sean. Sean tersenyum lembut. Membelai kepala Miss Han dan berkata,
"Kamu terlihat lebih gemuk. Kamu harus diet." Lalu Sean kembali memandang Mio.
"Ini Miss Han. Dia tidak menyukai orang asing cemderung menyerang.
Tapi karena kamu telah menyentuhku, baumu tentu akrab." baginya. Jadi dia tidak menyerang."
Mio menatap duo didepannya. Satu manusia dengan fitur wajah tampan dan dingin. Satu lagi fitur imut kesukaan Mio dengan bulu-bulu lembut yang menggoda untuk dijamah. Sesaat Mio terpesona oleh perpaduan unik mahluk dihadapannya sebelum Mio merasa ada yang salah dengan ucapan Sean.
"Hei! Kenapa seolah-olah aku menyentuhmu? Jelas kamu yang memintanya! Oh kita tidak menyentuh oke! Kita hanya berpegangan tangan!"
Sean menatap Mio tak acuh sejenak sebelum berbicara, " selama disini Miss Han akan menemanimu."
Kamu sudah jelas?" Sean mengangkat dagu menatap Mio dengan pandangan bertanya. Apa lagi yang Mio akan ucapkan? Memiliki dua binatang dua berbau uang dan satu sangat imut, dia akan menjadi nona manis kaya bergelimpang emas! Tentu saja Mio mau!
"Jadi?"
"Aku akan lulus!" Kata Mio cepat. Siapa yang gila mau melewatkan simpanan dua ratus juta dalam akuarium? Dan satu kucing mahal yang teramat imut. Sebagai pecinta uang dan barang imut Mio jelas tidak mau melewatkan.
"Apa table maner? Itu sangat mudah! Kamu juga berjanji mengabulkan permintaanku jika aku lulus kan?"
"Tentu ."
"Oke deal!" Mio semangat mengambil tangan Sean memberinya sebuah salam.
Tapi kata-kata mudah yang diucapkan Mio mendadak menjadi bumerang ketika inatruktur tabel maner hadir.
"Nyonya nama saya adalah Queen. Maaf atas keterlambatan saya. Sekaranf adalah waktunya makan siang. Saya akan mengajari anda cara makan keliarga elit."
"Makan tiga puluh menit, kemudian saya akan mengajari anda bagaimana berperilaku."
"Satu jam lagi saya akan menjadwalkan anda untuk les piano dan dansa. Bagi keluarga elit, mahir bermain piano mencerminkan kepribadian yang baik dan dansa adalah hal wajib dalam pesta maupun pertemuan resmi."
"Oh nona, saya melihat riwayat kesehatan anda. Meski 55 kilo adalah standar, namun di sini anda harus menurunkan tujuh kilo agar anda memiliki postur yang baik. Ljma puluh kilo atau empat puluh sembilan kilo adalah patokan wajib bagi anda. Selama tiga bulan ini, saya Queen akan membantu anda diet sehat."
"Di...di..diet?" Wajah Mio langsung pucat mendengar kata diet.
"Anda bercanda kan?" Wajar bukan? Mio menyukai makan. Disini, jelas Mio ingin memanfaatkan koki terbaik Sean untuk memasak makanan kesukaan Mio. Bukankah table maner hanya untuk belajar ini- itu ala elit? Kenapa sekarang penampilan dimasukkan dalam kategori? kenapa disaat emas seperti ini dia justru diminta diet???????
"Tidak saya serius."
Booom!
Mio merasa hatinya baru saja meledak. Mio merana. SEAN!!! Mio mengutuk Sean seribu kali dalam hati. Pantas saja iming-iming untuknya sangat baik.
Hari pertama, disaat makan pagi dan malam, Di hadapan meja makan ada berbagai makanan menggiurkan tersajikan. Namun dipiring Mio hanya diisi rebusan dada ayam dan segelas air putih juga salad. Sedangkan Sean makan dengan tenang dan bahagia, Mio hanya bisa merana menatap lopster yang masuk ke mulut Sean satu per satu. Sedangkan Mio menelan dada ayam dan salad dengan sedih, didepannya Sean menean wisky dan daging asap yang baunya sungguh lezat. Kurang puas melihatnya menderita, bahkan Miss Han di bawah meja samping Sean memiliki menu salmon dengan irisan sunire.
Dasar kamu iblis!
Mio menusuk daging ayam dengan dendam.
"Nona, bukan begitu cara menusuk daging ayam." Lagi-lagi instruktur disamping Mio membenarkan cara makan Mio. Ah...Mio merasa dirinya akan cepat mati. Mio ingin sekali menangis saat ini juga.
Benar saja...setelah empat hari pada malam hari Mio merasa tidak punya daging. Bahkan tulang miliknya terasa ringan. Begitu masuk kamar, Mio langsung ambruk di tempat tidur Dilain pihak, Sean yang berdiri di dekat jendela dengan telepon di telinganya langsung menoleh ketika Mio sudah ada di atas ranjang .
"Hm?" Sambil mendengarkan suara di seberang, pandangan Sean melewati tubuh Mio yang terlihat lesu. Bibir gadis itu memgerucut. Wajahnya merah jelas kesal.
"Baik, saya juga akan kembali malam ini. Tidak perlu datang menjemput. Hanya pastikan wartawan tidak meliput. Saya akan langsung ke keluarga William." Seteah berbicara itu, Sean menutup telepon dan sekarang perhatiannya seratus persen pada Mio.
"Apa yang terjadi?" Sean bertanya. Mio hanya melambaikan tangan lesu dan mengeluh.
"Jangan bertanya! Aku seperti melalui pelatihan militer empat hari ini. Aku yakin berat badanku sudah turun lima kilo."
"Kamu hanya menurunkan setengah kilo menurut catatan."
Mio langsung melempar bantal ke wajah Sean yang dengan mudah dihindarinya.
Saat Sean memungut bantal hasil lemparan Mio, bola bulu putih berlari kecil masuk kamar. Dua tangan gemuknya menggaruk-garuk tepi ranjang sebentar sebelum melompat naik ke atas ranjang.
"Meow..." Miss Han melingkarkan kepalanya di bahu Mio. Mengendus-ngendus semangat. Mio yang mendapati bahunya tergelitik langsung mengeluh.
"Jangan sekarang. Aku dalam mood buruk."
"Meow...meow..." miss Han kembali mengeong.
"Besok saja. Aku ingin tidur. Kamu juga harus tidur. Tidur baik untuk pertumbuhan bulumu."
Seoalah mengerti apa yang diucapkan Mio, si Miss Han tidak lagi berbuat usil. Dengan bulu gemuknya dia dengan perlahan berjalan di atas kepala Mio. Awalnya hanya menatap Mio dengan mata bulat bola birunya. Lalu perlahan ikut menutup mata.
Sedangkan di sisi lain, Sean menaikkan alisnya bingung. Sean tahu empat hari ini Miss Han yang jarang sekali akrab dengan orang asing telah dekat dengan Mio. Mio akan sering mendandani kucing itu di sela-sela jadwal pembelajarannya dan memotretnya. Namun Sean tidak memyangka kedekatan mereka sampai taraf dimana manusia memahami bahasa kucing?
Terkadang Sean juga mendapati Mio berbicara dengan kucingnya seperti,
"Apa? Kamu juga tengah diet? Ah kamu pasti menderita. Aku juga sama."
Saat itu Sean pikir Mio hanya asal berbicara. Melihat satu kucing dan manusia yang tengah jongkok saling berhadap-hadapan , Mio seolah tengah mencurahkan keluhan dietnya pada kucing. Anehnya Miss Han seolah mengerti dan terkadang menanggapi. Mengingat hal itu membuat Sean ingin memukul kepalanya.
"Itu pasti halusinasi." Gumam Sean. Berjalan kearah ranjang dengan bantal ditangannya, Sean mendekati keduanya. Saat Sean meletakkan bantal di sisi Mio, Sean sadar bahwa gadis itu sudah terlelap dengan wajahnya yang tenggelam di bantal. Mendongak, Sean mendapati miss Han menatapnya dengan mata bulatnya.
Memikirkan interaksi Mio dan Miss Han yang saling berkomunikasi, ragu-ragu Sean ingin mencobanya.
"Apa kamu terbangun?"
Miss Han masih menatapnya tanpa berkedip.
Tidak menyerah, Sean kembali berkata, " bisa kamu geser tubuhmu kesamping."
Kali ini Miss Han hanya mengedipkan matanya. Lalu sedetik kemudian acuh tak acuh menutup matanya. Melihat hal itu wajah Sean langsung menggelap.
Kucing kurang ajar!akulah yang merawatmu dan membelikanmu makanan mewah! Tapi kamu lebih memahami bahasa orang lain?!
"Aku pasti gila mencoba berbicara pada kucing." Sambil mengubah posisinya menjadi duduk di bibir ranjang, Sean menatap Mio lama sebelum mengernyit.
Dengan tubuh tertelungkup, Mio akan sesak nafas saat tidur. Belum lagi pasfi akan ada cairan dari bibirnya yang akan menotori sprai bantal. Memikirkan kuman yang akan memenuhi kamarnya, Sean langsung reflek membungkuk dan mengulurkan tangannya untuk memgubah posisi Mio agar lebih baik. Siapa yang menyangka saat Sean menyentuh Mio, gadis itu tiba-tiba saja berbalik penarik tangan Sean dan menjatuhkan kepalanya di atas dada Sean.
"Ka..." belum sempat Sean menyelesaikan ucapannya, kepala Mio bergerak-gerak mencari posisi nyaman.
"Sapi panggang...nyam...nyam..." dalam tidurnya Mio bergumam lalu kedua tangannya dengan percaya diri mengikat Sean seperti gurita.
Mata Sean membulat. Berusaha melepaskan tangan Mio tanpa suara. Namun ketika tangan itu dijauhkan, Mio akan merengek dan semakin menenggelamkan kepalanya ke dada Sean.
"Sapi...dont go..."
Mendengar Mio menyebut dirinya sapi sambil memeluknya, Sean menahan amarah, "sapi kamu bilang?" Harga diri Sean merasa terhina.
Tapi saat melihat kebawah, Sean mendapati wajah damai Mio dan senyum kepuasan dalam tidurnya, amarah Sean langsung teredam.
Menghela nafas menyerah, "untuk hari ini saja." Sean ikut membaringkan tubuhnya. Mencari posisi nyaman untuknya dan menempatkan Mio agar lebih baik. Saat tubuhya rileks, Sean dapat mencium aroma mawar dan jeruk dari rambut Mio dan tubuhnya. Itu sangat menyenangkan untuk berlama-lama disana. Hingga saat sadar Sean sudah memeluk Mio protektif, namun Sean tidak mau kembali melepaskannya. Perasaan ini terasa asing. Sean belum pernah berbuat intim seperti ini pada wanita manapun termasuk Grace. Dan rasa nyaman asing yang kini dia rasakan membuat Sean enggan melepaskan dekapannya.
"Tidak apa-apa bukan?" Sean melihat wajah Mio yang terbenam di dadanya. Lalu melihat kucingnya yang ada di atasnya. Sudut bibir Sean tanpa sadar terangkat. Melihat betapa miripnya dua mahluk berlainan jenis ini. Pada akhirnya hanya butuh beberpa menit bagi Sean untuk bergabung di dalam dunia Mio dan Miss Han. Malam itu, dua manusia tertidur saling berpelukan.
***
Saat Mio bangun keesokkan harinya, dia mendapati dirinya hanya sendirian di dalam kamar. Di sebelah tempat tidurnya terasa dingin. Mio memiringkan kepalanya saat berpikir, "apa Sean tidak tidur?" Mio berpikir untuk menyimpan pertanyaan itu setelah dia selesai mandi. Berjalan menuju koper miliknya, Mio membuka kantung kecil di dalam koper. Sebuah liontin dengan bandul giok berwarna biru cerah dan tetesan berlian berbentuk air mata terpampang disana. Mio mengambil liontin itu dan memakainya.
"Aku hampir saja lupa pesan papa. Untungnya pagi ini aku mengingatnya." Setelah memakai liontin itu, Mio langsung mengambil handuk dan bersiap untuk mandi.
Dan jawaban dari pertanyaannya saat itu adalah ketika dia akan sarapan pagi. Tidak seperti sebelumnya, kali ini di meja makan hanya ada jus buah tiga macam. Dari bentuknya Mio tahu itu adalah jus strawberry, jeruk, dan semangka. Itu hanya menu sarapan Mio. Lalu dimana menu Sean? Mérasa penasaran, Mio memanggil Betty dan bertanya.
"Apa Sean tidak sarapan?"
"Tuan Sean telah meninggalkan pemthouse pukul tiga dini hari nona. Beliau akan kembaki ke Indonesia. Pesan tuan ada di dalam almari anda."
"Oh..." Mio tidak begitu terkejut. Sean sudah mengatakan dia hanya menemaninya disini selama empat hari. Selanjutnya lelaki itu akan datang di pemakaman Grace. Bicara tentang Grace, apa semuanya sudah selesai? Mio tidak pernah bertanya masalah itu pada Sean selama disini. Tapi bukan berarti dia tidak penasaran.
"Jadwal anda table maner akan dimulai dua jam lagi. Anda juga akan diajak oleh Mrs Queen melihat-lihat beberapa butik untuk referensi anda. Selanjutnya..."
Mio mendengarkan sambil lalu. Empat hari ini Mio sudah terbiasa dengan jadwal gilanya. Ketika Mio akan menyerah, Mio selalu mengingat investasi dua ratus juta akuariumnya dan Miss Han. Dua kura-kura itu tumbuh baik. Mio menamainya ndangkoma dan Miminde. Mio ingat saat itu Mio tengah memberi makan sambil bercakap-cakap dengan dua kura-kuranya ketika Sean dengan tab duduk di sofa pavilium belakang menatapnya aneh dan bertanya , " kura-kura adalah mahluk berdarah dingin."
Implikasi kalimatnya adalah bahwa sebaik dan sehangat apapun kamu dalam memelihara kura-kura, mereka tidak akan pernah membalasmu. Berbeda dengan hewan mamalia seperti kucing yang memiliki emosi dan akal tentang kasih sayang.
"Kamu hanya tidak tau. Mereka juga punya emosi. Lihat? Mereka mendekatiku kan ketika aku mencelupkan tangan?"
Itu karena tanganmu membawa pelet."
"Tentu saja tidak! Ndangkoma dan miminde pasti mengenaliku."
Alis Sean bertaut, "ndangkoma?" Sambil memainkan tab di tangannya, Sean kembali menatap Mio sekeptis.
"Itu nama mereka. Ndangkoma dan miminde. Cantik kan?"
"Kurasa ndangkoma adalah nama kutukan."
"Kenapa?"
Sean mengetik nama ndang koma dan mencari artinya di google. Tak lama setelah hasil pencarian keluar, Sean memperlihatkannya.
"Lihat." Sean menunjuk pada tab miliknya. Karena penasaran, Mio membungkuk menatap tab Sean dan melihat penjelasan paling atas mengenai arti nama.
Ndang koma dalam bahasa jawa berarti cepatlah koma. Jika koma maka berarti mati. Well...jadi ndangkoma berarti 'cepet mati' hal itu...
langsung merengut marah , "siapa yang menulis itu? Itu bodoh!"
Sean menarik kembali tab miliknya sebelum berkata datar, " apapun itu cepatlah bersiap. Sebentar lagi instrukturmu akan datang."
Bibir Mio maju beberapa senti, melihat kearah miss han yang duduk di samping Sean, Mio mengadu "benar-benar penyiksaan. Han ssi lihat papamu! Dia terlalu kejam."
Miss Han yang mendengarnya entah kenapa langsung menatap Sean dan menggaruk-garuk celana Sean seolah memarahinya.
"Meow!"
Sean menaikkan alis, "oh? Kamu mau tuna dihilangkan atau daging makan malam yang ditiadakan?"
"Meow. .." tangan gemuk bola bulu mendadak berhenti. Melihat hal itu Mio hanya merengut dan menggerutu "penghianat." Sambil menunjuk Miss Han. Dan percakapan itu berakhir dengan kemenangan telak Mr. Money.
Mio terkekeh mengingat hal itu. Saat kembali ke dunia nyata, Mio tak sengaja mendesah. Dia sendirian disini? Tanpa Sean, tanpa pasien uniknya, tanpa si cewet tante Melisa, tanpa Riou yang usil, entah merasa Mio merasa suram.
"Aku sudah selesai. Aku akan ke kamar. Jika Mrs Queen datang kamu bisa memanggilku."
"Baik nona."
Mendorong kursi makan, Mio langsung menaiki tangga menuju kamarnya. Sesampainya di kamar, Mio langsung menuju lemari mencari pesan yang ditinggalkan Sean. Benar saja, di atas tumpukan bajunya, Mio menemukan kertas kecil ketika membuka almari. Mio membuka dan tertegun dengan isi pesan itu.
Aku pulang. Tanyakan pada Philip apapun itu. Sampai jumpa satu bulan lagi.
Sean_-
Mio menggelengkan kepalanya ketika selesai membaca. Daripada pesan, ini lebih disebut memo. Singkat-padat-jelas- khas gaya Sean.
"Tunggu. Sampai jumpa satu bulan lagi? Jadi, dia akan di Indonesia satu bulan? Jadi kamar ini milikku?" Mata Mio langsung berbinar. Tidak bisa menutupi kebahagiaannya.
"YIPPPIIIIIIII.....!!!!" Mio merasa hatinya pasti akan damai satu bulan ini..
***
Mio menjalani harinya dengan bahagia. Dia pikir dia akan kesepian tanpa orang yang dikenalnya. Namun ternyata menjadi 'calon nyonya Guan' sendiri di rumah justru menyenangkan. Pertama, dia bebas tugas dari tugas malam. Dia bisa menguasai kamar seorang diri. Kedua, Mio bebas melakukan apapun semaunya tanpa ada perasaan tidak enak seperti ketika ada Sean. Indahnya hari ini...
Saat itu Mio telah menyelesaikan pelajarannya hari ini. Bermain piano. Mio tidak pernah bermain piano selama hidupnya kecuali saat masih di taman kanak-kanak. Jari-jarinya sangat kaku saat Miss Queen mengajarinya purnitur dasar. Dan parahnya lagi, Mio bahkan tidak hafal letak tut dimana 'do' mana 'si' dia pasti akan berlama-lama menghitung letak tuts itu sebelum memainkan mada. Alhasil siang tadi Mrs Queen dengan sangat menahan amarah meminta Mio untuk menghapal letak tut piano. Jadilah seharian ini Mio hanya belajar 'do re mi' dan letak-letak not balok lain.
Dering ponsel Mio berbunyi ketika Mio berada di kamar mandi. Buru-buru Mio keluar dari bak mandi dan memakai bedrobe berlari menuju kamar. Melihat layar, itu adalah panggilan video. Dari Melisa. Mio tersenyum ketika mengangkat panggilan.
"Hello my aunty!" Mio ceria menyapa Melisa. Di dalam layar tampak wajaj cemberut seorang wanita dengan seragam putihnya.
(Hei...apa yang kamu lakukan disana? Kapan kamu pulang? Kudengar tunanganmu bahkan sudah pulang. Bagaimana kamu masih disana?)
Mio memutar matanya. Bukankah seharusnya tantenya menanyakan kabarnya?
"Tante sudah mendengar masalah pertunanganku ya?"
(Hanya orang bodoh yang tidak mendengar. Keluarga Guan bahkan menggelar konperensi pers menyayakan bahwa tunangan Sean adalah warga blesteran Jepang-Indo. Well tapi identitas kamu masih disembunyikan. Yah...dengan alasan menghindari kecelakaan.)
"Benarkah? Papa belum mengatakan apapun padaku?" Mio sedikit terkejut dengan perkembangan dirinya dan Sean. Wartawan memang luar biasa.
(Lupakan itu. Aku tidak tertarik dengan drama. Yang aku tanyakan kapan kamu kembali bekerja? Kamu tau? Aku hampir gila dengan pasien-pasienku yang terus menanyakanmu.)
Mio terkekeh, "please tan, sebelum aku membantumu bukankah kamu bisa mengatasinya?"
( kurang ajar padamu! Gara-gara kamu berhasil menolong Lina, berita menyebar begiti cepat bahwa dokter Mio adalah budha yang datang dengan ketenangan menyembuhkan jiwa kotor. Aku hampir gila dengan antusias mereka.)
Mendengar hal itu tawa Mio meledak seketika, "budha? Kurasa mereka layak menjadi pasien jika menganggapku budha. Ngomong-ngomong maksud tante Lina yang itu?"
Setau Mio pasien Lina yang Mio tahu adalah Lina istri pejabat yang diikuti roh korban.
(Ya Lina istri pejabat itu. Dia datang padaku mencarimu. Mengatakan bahwa setelah dia melihat anakentah siapa sesuai anjuranmu, dia melihat anak itu tidak diperlakukan baik oleh kerabatnya. Jadi Lina mengambilnua dan memberikannya pada temannya yang belum memiliki anak. Setelah itu tiba-tiba saja keluhan Lina lenyap. Dari situlah pasiem-pasienku memaksaku memanggilmu hampir tiap hari.)
Baju Mio terasa sempit mendengar pujian tidak langsung itu.
"Yah...aku memang psikolog jenius." Mio menyobongkan diri.
(Yes karena kamu dukun.)
Kesombongan Mio langsung terjun. Mio menatap tantenya cemberut, "tante benar-benar kembaran Sean."
(Mwoya?)
"Ck. Tidak usah sok berbahasa korea. Oh ya aku..." suara ketukan pintu tiba-tiba terdengar dari luar kamarnya. Itu suara Betty. Betty memberitahukan jadwal berjalan di luar dengan Mrs Queen akan segera dilakukan.
"Tante, aku akan meneleponmu nanti malam. Sekarang aku sibuk . Dah!" Tanpa persetujuan Melisa, Mio mematikan panggilan video.
"Masuk Betty!" Teriaknya dari dalam. Setelah persetujuan Mio,Betty datang dengam tiga buah gaun di tangannya. Mio mendesah. Bahkan untuk keluar dia tidak bisa memakai kaos dan jins ya? Beberapa hari berlalu begitu cepat.
Di sebuah ruangan, sosok lelaki tampan dengan kemeja hitam tampak berdiri di sisi jendela. Di tangannya terdapat sebuah foto. Mata biru lembutnya terasa hampa melihat dua potret yang terdapat di dalam foto.
"Grace..." itu Lutfian. Di mata sayunya jelas menampakkan kepedihan yang mendalam. Sepekan telah berlalu sejak pemakaman Grace. Saat melihat mayat Grace yang masih terlihat hidup, Lutfian masih tidak mempercayai bahwa adik sekaligus wanita yang dicintainya dari kecil telah meninggalkannya.
Menghela nafas, Lutfian memantapkan hatinya. Angin bergerak menembus membuka tirai dari jendela terbuka. Rambut biru milk sebahu milik Lutfian bergerak mengikuti angin. Malam itu, membalikkan badan Lutfian menutup koper miliknya. Melirik diatas meja, Lutfian memasukkan tiket pesawat , pasport dan visa miliknya. Dalam tiket pesawat tertera penerbangan Indonesia -LA.
***