webnovel

TAK BISA TAK MELIHATMU 1

Kinan mulai merasakan ketidaknyamanan mendengar serta mengetahui banyak orang yang membicarakan dan menatapnya tak suka. Biasanya dia tak punya perasaan untuk merasa dan tak punya otak untuk memikirkan akan hal satu itu. Ia memutuskan untuk mengambil cuti selama dua pekan. Setidaknya tindakannya ini, juga akan berdampak baik bagi mata-mata orang yang suka melotot melihatnya. Menurutnya cuti adalah kebaikan yang ia berikan untuk semua orang yang tak suka padanya.

Memang semua seenak jidadnya saja. Mengajukan cuti mendadak, ia tak peduli, diizinkan atau tidak. Yang jelas, hari ini ia akan memulai cuti.

Mengawali pagi, seperti biasa dia akan melakukan hal yang membuatnya menjadi pengidap hyper. Setelahnya, ia akan memasak mie instan dan membuat secangkir capucinno. Lalu, duduk di teras rumah, menggunakan stellan tank top-celana pendek sepaha, sambil bermain HP.

Melihat-lihat pesan di aplikasi chat, ada nama Putra di sana. Tak banyak yang menghubunginya, tak ada teman. Yang ada hanya para pria-pria yang pernah dan ingin kembali mengulangi malam dengannya. Kecuali Putra. Mungkin hanya pemuda itu saja, yang mengirimkan chat normal padanya, yang membuat gadis itu merasa kembali ke dunia normal.

Kinan tergerak ingin menyapa. Sekedar menyapa saja.

Kinan :[ Pagi, Putra.]

Pesan terkirim, centang dua tapi belum berubah warna. Kinan memperbaiki posisi duduknya menjadi tegak.

Beberapa menit berlalu, centang dua itu sudah berubah warna. Kinan dag dig dug. Ah, perasaan apa ini? Biasanya ia tak pernah begini sebelumnya.

Tapi, sekian menit kemudian berlalu, tak ada balasan. Kinan terus-terusan mengamati ruang chattingnya dengan Putra. Tak ada tanda-tanda Putra sedang mengetik pesan.

Setengah jam telah terlewati. Wajah Kinan mulai ditekuk.

Ia melihat jam di Hp. Sudah pukul sepuluh. Ia memang bangun telat, jam setengah sembilan baru akan beranjak dari tempat tidur. Kemudian melepas hasrat dengan berbugil ria, lalu berjalan menuju kamar mandi di kamar. Mungkin, jika boleh tak menggunakan baju, gadis itu akan melakukannya sehari-hari. Ia memang suka sekali tak berbusana bahkan tidur pun lebih sering hanya melapisi tubuh toplesnya dengan selimut.

Bagaimana ia bisa sembuh dari kelainan dorongan seksual, jika tabiatnya seperti itu, bukan tidak mungkin jin pun juga menyetubuhinya setiap malam. Karena itulah saat bangun, ia ingin sekali melakukan hal yang ia rasakan selama tertidur. Hampir setiap malam mimpi berhubungan dengan berbagai macam laki-laki.

Ah! sudah akut ternyata. Tapi, memang gadis itu tak punya rasa takut akan apa pun. Hingga ia tak peduli dengan hal-hal yang menyerang kerohaniannya. Ia beragama, tapi tak taat, bahkan jauh dari dari kata itu. Di bilang murtad, entahlah.

Sebaiknya tak usah mengurusi keyakinan orang lain, nanti dibilang nyinyir.

Begitulah, komentar yang Kinan baca di salah satu akun gossip yang ia follow. Membicarakan artis yang pindah keyakinan, mengikuti agama pasangannya.

Kinan hanya mendesis, dan mengumpat.

Gadis itu lalu mengambil sebatang rokok yang sudah ia beli tadi malam. Selain binal, gadis ini juga perokok, hanya saja masih bisa ia kendalikan, tak sama dengan yang satu itu. Kelainan yang tak ingin ia kendalikan.

Bukan hanya rokok, Kinan bahkan punya stok minuman keras di rumahnya. Sejenis wine. Ada beberapa botol yang ia simpan di lemari gantung dapur.

Tidak ada yang akan mengusiknya. Memutuskan tinggal sendiri, setelah bekerja, dan mendapat banyak suntikan dana dari penikmat tubuhnya. Ia tidak betah tinggal bersama keluarganya. Ia pernah mendapat pelecehan seksual dari Papanya, saat kuliah. Tapi, masih dapat ditahan. Hingga suatu ketika, papanya hendak memerkosa, mamanya ada di rumah, juga adik laki-lakinya. Tapi, mereka seolah membiarkan saja.

Mungkin karena ia sudah terlanjur jalang, karena itulah ia seakan dibiarkan saja menjadi pemuas nafsu ayahnya sendiri.

Ayahnya? Kinan bahkan merasa laki-laki itu bukan ayah kandungnya. Lalu, ibunya? entahlah, dibilang sayang padanya, wanita itu cukup terlihat peduli pada Kinan. Jika dibilang tak sayang, buktinya, ia biarkan saja suaminya mengerayangi tubuh anak gadisnya, meski pun sudah tak suci lagi.

Kinan berhasil menghentikan perbuatan ayahnya, dengan mengancam, akan melaporkan ke pacarnya. Bukan ke polisi. Lalu laki-laki itu keluar dari kamarnya.

Sejak saat itu, Kinan sudah mulai mencari-cari kos untuk ia tinggali. Tapi belum ada yang cocok. Dia tak punya uang soalnya. Tamat kuliah, dia mendaftar di Bank Kring, diterima. Esok harinya, Kinan keluar dari rumah itu. Beruntung, Toni sudah mulai memberinya uang, walaupun belum sempat meniduri.

Hingga, rumah ini. Ia beli dengan dana tambahan dari Toni.

Sejak saat itu, ia tak lagi ingin berkomunikasi dengan ayah, dan adik laki-lakinya. Tapi, ketika ibunya mencoba menghubungi, Kinan masih mau mengangkat telepon itu. Namun, saat ditanya alamat rumah, Kinan tak ingin memberikan.

Buat apa punya keluarga, jika hidupnya jadi semakin hancur begitu.

Satu jam kemudian. Chatting terbalas.

Putra :[ Gue tadi lagi kompre.]

Begitu saja jawabannya.

Kinan sempat ingin tak melanjutkan, tapi ia masih ingin berkomunikasi.

Kinan :[ Oh, trus loe lulus?]

[ Putra : Ya.]

Ha! jawabannya singkat-singkat seperti sedang bosan.

Kinan jadi kesal, ia lalu menghubungi Putra. Telepon itu langsung diangkat.

"Loe kenapa Tra?"

{Nggak ada, biasa aja. }

"Loe marah sama gue?"

{ Nggak! }

"Bisa nggak ngomongnya agak panjangan dikit."

{ Nggak! }

"Tra… Apa salah gue?"

Putra tak lagi menjawab.

Pemuda itu tengah bersama Bundanya, Maya. Yang datang ke kampus memberikan dukungan penuh untuk anaknya. Meskipun akan banyak yang mencibir Putra sebagai anak mami, Maya tak peduli. Ia tahu, Putra bukan tipikal pemuda yang mudah di cemooh. Anaknya kaum good looking, dan ia sangat bangga dengan kelebihan Putra. Memiliki kulit cenderung putih seperti dirinya, juga perpaduan wajah sempurna antara dirinya dan Adit, menjadikan wajah Putra lebih ke oriental. Ya memang seperti Oppa-oppa Korea.

"Matiin teleponnya Bang, nanti aja disambung lagi."

Terdengar suara Maya berbicara pada Putra. Kinan bertambah kesal, ia lalu mematikan teleponnya duluan.

"Maknya bakalan bikin rempong! kesel gue."

Kinan menghisap rokoknya sedalam-dalam yang ia bisa. Kemudian terbatuk sendiri. Gadis itu pun kembali mengumpat.

***

***

Putra berbisik pada Maya, setelah mematikan telpon.

"Bun, Abang ada acara sama kawan-kawan. Tradisi habis kompre, mesti traktir mereka."

Putra mengarahkan pandangan ke teman-temannya yang hadir memberi dukungan. Maya mengikuti arah mata ke puluhan mahasiswa-mahasiswi, yang tersenyum padanya.

Mata Maya terbelalak.

"Bunda kira tradisi itu sudah punah."

"Belum Bunda. Tradisi leluhur harus dijaga dan dilestarikan."

"Eh, kata siapa begitu?"

"Mereka."

Maya tak punya pilihan selain beranjak dari situ. Padahal ia masih ingin bersama dengan Putra, untuk merayakan kelulusan anaknya.

"Bunda, Abang pesanin taksi online aja ya."

Putra baru akan membuka aplikasi online, tapi Maya menahan.

"Bunda takut. Telepon Ayah aja, suruh jemput sama sopir. Bunda mau ke makam kakakmu, mau kasih tau, kalau adeknya sudah lulus kuliah, setelah itu baru ke kantor Ayah."

Putra pun tersenyum. "Iya, bilang sama kakak Bund. Kalau adiknya yang ganteng ini, nggak bisa ke sana."

Maya tersenyum haru, seandainya Mutiara masih ada di dunia ini. Tentu kebahagiaan mereka akan lengkap. Ia bisa melihat Putra dan Haz. Adik-adiknya yang tampan.

Putra merangkul pundak Maya, sambil menghubungi sopir mereka.

Tak menunggu lama, Pak Danu, sopir kantor sudah datang. Menjemput Maya, lalu membawanya ke makam Mutiara.

Sementara Putra, kembali pada teman-temannya. Mereka menuju kantin kampus. Dan langsung mendominasi area kantin. Doni dan Keysha juga ada diantara kumpulan mahasiswa yang dengan ikhlas siap menerima traktiran Bos Muda.

Mereka menjuluki Putra dengan sebutan itu, bukan Tuan Muda, tapi Bos Muda. Penyebabnya, sudah barang tentu karena Putra anak Bos Malik Estate. Perusahaan terbesar di kota mereka.

Kondisi kantin seketika riuh. Anak-anak kampus memang sebagian besar menyenangi Putra, yang meskipun terlahir sebagai anak orang kaya, ia tak menyombong bahkan cenderung rendah hati dan suka membantu sesama.

"Selamat buat Bos Muda, semoga semakin sukses ke depannya."

Sorak salah satu mahasiswa perantau, yang hampir setiap hari mendapat bantuan dari Putra.

Disambut riuh mahasiswa lainnya. Bahkan ibu-ibu penjual di kantin pun ikut mengaminkan. Pemuda itu memang popular, sayangnya masih jomblo aja.

Selesai perayaan, mereka membubarkan diri, dan menyalami Putra. Beberapa mahasiswi yang memang ngefans berat sama Putra, sudah berbaris. Ini kesempatan langka, bisa salaman sama cowok populer itu. Tak dapat hatinya, tak masalah, yang penting bisa berjabat tangan. Sebegitu bucinnya para gadis ini.

Keysha dan Doni ikut dengan Putra menuju parkiran.

"Gue minggu depan, loe dateng ya, Tra."

Doni mengabarkan jadwal komprenya.

"Pasti, Bro," ucap Putra antusias.

"Loe kapan, Sha?" tanya Doni pada Keysha yang lebih banyak diam hari ini.

"Gue, dua hari setelah loe, Don."

Begitu lah Keysha, terlalu ketara. Jika bicara pada Putra, iya cenderung menggunakan kata 'aku' ke dirinya, sedangkan ke Doni, pake 'gue-elo'.

"Wah, kita bakalan bareng wisudanya nich. Fighting guys."

Putra merangkul kedua sahabatnya, kebetulan posisinya di tengah.

Keysha berdebar-debar, ia melirik Putra yang tertawa lepas, seolah bahagia sekali telah menyelesaikan empat tahun pendidikan.

^^Aku nggak mau kamu jauh dari aku, Tra. ^^ Keysha berbisik di dalam hati, sambil terus menatap Putra penuh cinta. ^^ Jangan pernah pergi, Tra, dengan siapapun, termasuk teller itu. ^^

Tentu Putra tak mendengar. Hanya Keysha dan Tuhan saja yang tahu.

***

***

Next chapter