webnovel

BAB 22| MATAHARI

Pukul 12 malam aku baru pulang, biasa macet di jalan. Aneh pula bilangnya kalau Malang macet, lama lama Malang kayak Jakarta.

Ali langsung pulang, katanya dia harus konfirmasi apalah itu sama Kak Jhon. Ali juga telah mempersiapkan semua alat eksperimennya untuk pergi petualangan.

Di rumah ku sudah sepi, gelap. Pasti papa lupa beli token listrik. Tapi kendala itu langsung ku retas. Aku langsung membelikan listrik lewat aplikasi.

Gara gara perusahan papa bangkrut, keluarga kami jadi kekurangan segalanya.

"Ma, Raib pulang!" Teriak ku saat masuk ke dalam rumah.

"Raib, Seli udah sembuh?" Tanya mama.

Yah, sudah di pastikan kalau mama nggak tidur. Mama selalu susah tidur, kadang kadang dia sering menangis.

"Belum, ma Raib punya uang, mungkin cukup untuk bayar utang." Kata ku pada Mama.

"Nggak bakalan cukup Ra. Mending kamu tabung untuk kebutuhan mu sendiri. Seharusnya kamu sama mama kandung mu, kalau kamu ikut mama, kamu akan susah Ra." Keluh mama.

Sebenarnya aku juga ingin bertemu dengan ibu kandungku, tapi aku juga nggak tau keberadaan nya.

"Kalau boleh tau, hutangnya berapa Ma?"

"Lima belas juta, Ra." Jawab mama.

Setelah itu aku terdiam sejenak. Aku baru ingat kalau Boss nawarin aku kerjaan di korea.

Tapi bagaimana aku bilangnya ke mama, pasti mama menolaknya.

"Ma. Raib bakalan melunasi semua hutang nya kok." Kata ku pada Mama.

Mama hanya terkekeh mendengar kan ku berbicara jujur.

Kemudian aku naik ke kamar. Saat melihat kamar, aku teringat Seli yang kemarin kemarin menginap di sini.

Aroma parfum Seli masih menyelubungi kamar ku.

Dan seketika aku baru ingat, kalau aku harus buat lagu. Besok udah harus setor.

Duh, lagu apa yah?

Saat ku ingat ingat, akhirnya aku memilih judul lagu. "Bangun." Lagu itu melambangkan suatu doa untuk Seli.

Yah, dia harus bangun dari sakitnya. Aku harus bangun dari mimpiku, dan Ali harus bangun untuk kenyataan.

Lagu itu melambangkan persahabatan kami bertiga.

Butuh waktu 4 jam untuk membuat lagu itu, selesai rekaman alarm ku berbunyi menunjukkan pukul 4 pagi.

Astaga aku lupa tidur. Bagaimana ini? Pagi ini aku harus pergi ke kantor, terus ke rumah sakit. Akhirnya aku memutuskan untuk tidur 2 aja.

Pukul 7 an aku harus bangun. Tak peduli aku akan sakit atau tidak. Ini benar benar rumit.

Di lain sisi aku harus membantu Seli, tapi di lain sisi pula keluargaku membutuhkan ku. Mengatur waktu memang paling sulit di dunia ini.

Kring!!!! Kring!!!!

Alarm ku berbunyi, tapi aku masih terlalu mengantuk untuk bisa beraktivitas lagi.

Tapi aku harus kembali bekerja, jika terlambat aku akan hangus mendapatkan uang yang lebih banyak dari boss.

"Ra?" Teriak mama dari luar kamar ku.

"Iya?" Kata ku yang mulai mematikan alarm.

"Ra di depan ada Bastian. Katanya mau nganterin kamu kerja." Kata mama ku dari luar.

"Ya, Ra mandi dulu."

Sekitar 15 menit aku baru turun ke bawah, untung saja ada Bastian, jadi aku tak perlu capek capek bawa motor.

"Yan, ayo berangkat gue udah telat nih." Kata ku pada Bastian.

"Eh, Tante Bastian pamit dulu yah."

"Iya, hati hati." Jawab mama ku.

Kamu pun berangkat ke studio musik, di parkiran aku sudah bisa melihat Kak Novi yang juga baru saja datang.

Aku hendak menghampirinya.

"Eh Yan, lo langsung pulang aja yah. Mmm kalau Ali datang ke Resto, dia lo suruh suruh ngapain gitu yah? Gue pergi dulu bye!!" Teriak ku pada Bastian sambil lari mengejar Kak Novi.

"Kak!!" Teriak ku yang terengah engah.

"Ada apa Ra?" Tanya Kak Novi.

"Boss udah datang apa belum yah? Temenin aku dong ke ruangan boss. Takut." Rengek ku pada Kak Novi.

"Maaf Ra, tapi aku hari ini harus bertemu dengan klien, jadi lain kali saja yah?" Tanya Kak Novi.

Aku sudah membujuknya, tapi pekerjaan Kak Novi jauh lebih penting jadi aku datang ke tempat Boss.

"Hallo." Sapa Boss ku saat pertama kali aku masuk.

Aku mengangguk sopan terlebih dahulu sebelum duduk. Maklum kebanyakan nonton drakor.

"Hmmm boss saya sudah selesai menulis lagu."

"Akhirnya, selesai juga. Pasti akhir akhir ini kamu jarang tidur." Kata boss ku.

Lalu kuserahkan DVD berisikan rekaman ku, dan ku keluarkan laptop ku.

Kemudian aku mulai mempresentasikan nya di depan Boss ku. Setelah itu aku di suruh menyanyikannya.

"Wah!!! Bagus, bagus. Kerja bagus Raib. Nanti sore, kembalilah ke sini. Mungkin sudah banyak yang order." Kata Boss.

"Tapi, kalau sore saya telat, gimana?" Tanya ku tak yakin karena sore aku harus kerja di Resto.

"Mmm, biar Novi saja yang urus deh kalau begitu." Jawab Boss.

Memang aneh melihat boss ku yang sekarang, lihatlah dia tiba tiba baik. Di balik maskernya yang berwarna putih, dengan topi hitam yang dia pakai. Ternyata ia baik juga.

Dan akhir akhir ini dia, jauh lebih sering ke bercanda dari pada serius.

****

kembali ke rumah sakit.....

Yah, inikah yang harus juga hidup setiap pagi hari?

Bau bau obat obatan yang sangat menyengat? Dan apakah ini yang harus ku lihat setiap pagi? Orang orang yang menjerit kesakitan?

Namanya juga rumah sakit Ra!

"Hai!" Sapa ku pada tante.

Wajah tante kini tambah muram. Matanya bengkak, tanda habis nangis, terus badannya lemas, karena tidak makan.

"Te, udah makan apa belom? Ra belikan makanan yah?"

"Gak usah Ra, Seli kok gak bangun bangun yah? Kamu kan punya kekuatan penyembuhan Ra, apa kamu bisa menyembuhkan Seli? Setidaknya membangunkannya sebentar. Untuk kalimat perpisahan yang harmonis." Kata Tante.

Apa maksud tante? Seli sudah mati gitu?

"Ssssttt!! Tante ngomong apa sih? Seli pasti sembuh tan, dia cuma lagi gak sadarkan diri bukan meninggal."

"Ayolah Ra, coba saja mungkin bisa." Bujuk tante.

Aku juga tak tau harus bagaimana. But, aku menyentuh bahu Seli kemudian menyalurkan rasa hangat di tubuhnya.

Keadaan Seli memang benar benar fatal, sulit untuk ku bagaimana membuatnya bangun.

Perlahan lahan jemari Seli bergerak, kemudian ia mulai mengerjapkan matanya.

Mimpi apa aku semalam? Kalau tau aku bisa bangunin Seli, kenapa nggak dari kemarin?

"Ya tuhan!! Terimakasih." Teriak mama Seli.

Keringat mulai mengucur deras di pelipis ku.

"Ma?" Tanya Seli.

Dia susah berbicara karena adanya bantuan pernafasan yang terpasang di mulutnya.

"Ra, tolong panggil kan dokter!" Suruh mama Seli.

Tanpa di perintah dia kali, aku langsung menekan tombol untuk memanggil dokter.

"Ada apa yah?" Tanya dokter yang baru saja datang.

"Anak saya sadar dok." Jawab mama Seli yang menangis bahagia.

"Akhirnya, Dek Seli tau ini siapa?" Tanya dokter sambil menunjuk mama Seli.

Seli terdiam sesaat, seperti dia nggak tau apa apa. Kenapa Seli tidak menjawabnya?

"Kalau ini siapa kamu?" Tanya dokter yang sekarang menunjukku.

Seli lama sekali menjawabnya. Mama Seli hanya terdiam melihat putrinya yang seperti ini.

"Seli kenapa Dok?" Tanya ku ragu ragu.

"Seli tak apa apa, tapi dia terkena efek samping dari operasi otak. Tapi sebentar lagi ingatannya pulih." Jawab dokter yang prihatin pada kondisi Seli sekarang.

Untunglah Seli gak apa apa. Semoga kamu cepat sembuh yah Seli.

Next chapter