Kenan terdiam, ia bingung harus menolak dengan cara bagaimana. Raka membalikkan tubuhnya kemudian satu tangannya memegang sebelah pipi Kenan. "Aku merindukanmu," ucap Raka dengan wajah yang sudah sangat menginginkan sesuatu.
Raka berjinjit kemudian ia berbisik di telinga Kenan. "Fuck, me."
Kenan berdehem untuk meredahkan rasa gugupnya, ia memegang kedua bahu Raka kemudian mendorong perlahan tubuh Raka. "Aku lelah, lebih baik kita beristirahat saja," ucap Kenan lembut. Ia melepaskan pegangannya di bahu Raka kemudian ia menatap Qia. "Pindahkan dia ke sofa yang lebih panjang," ucapnya kemudian ia menatap ke arah Raka yang kini menatapnya marah.
"Apa kamu tidak merindukanku?" tanya Raka begitu dingin dengan sorot mata marahnya.
"Aku merindukanmu, hanya saja aku sedang lelah. Jadi ... "
"Wanita itu pasti sudah memuaskanmu, jadi kamu tidak mau tidur bersamaku 'kan!" tuduh Raka dengan suara meninggi dan tatapan marahnya.
"Kamu masih membahasnya?" tanya Kenan tidak percaya. "Aku bukan kamu, ya, Ka!" marah Kenan yang tidak kalah meninggi.
Ia tidak terima jika di tuduh melakukan hubungan ranjang dengan orang lain. Walau ia sendiri menghilang beberapa hari karena Qia, tetapi ia tidak pernah melakukan hubungan ranjang dengan Qia. Hal yang melawati batasannya hanya mencium Qia, tidak ada batasan lainnya lagi yang ia lewati.
"Bohong!" teriak Raka.
"Terserah! Aku lelah dan ingin, tidur!" tegas Kenan kemudian membalikkan tubuhnya hendak pergi meninggalkan Raka. Namun, tidak semudah itu Kenan pergi karena dengan cepat Raka menarik bahu Kenan agar berbalik kemudian ia mendorong tubuh Kenan ke atas sofa yang tadi mereka duduki.
"Apa-apaan , sih, kamu Ka! Aku lelah!" kesal Kenan.
Ia tidak mau melakukannya, apalagi di appartement ini ada Qia. Tentu saja ia tidak mau Qia mengetahui dirinya yang menjalin hubungan yang begitu aneh bagi sebagian orang yang tidak memiliki hubungan seperti dirinya bersama Raka. "Aku tidak suka di bantah! Kau tahu itu!" tegas Raka yang sudah melepaskan pakaian atas yang ia kenakan.
Kenan bangun dari posisinya yang terlentang tetapi, ketika ia hendak berdiri dengan kuat Raka mendorong tubuhnya hingga ia kembali terlentang di atas sofa. Raka meminum teh yang dibuatnya kemudian ia menindih tubuh Kenan dan mencekal kedua tangan Kenan agar tidak banyak bergerak.
Ia mencoba mencium Kenan tetapi Kenan mengerakkan kepalanya kekanan dan kekiri. Kenan tidak mau, apalagi ia baru mengerti jika di minuman itu ada sesuatunya. Ia yakin Raka akan membuatnya tidak bisa berkutik seperti Qia. Raka menahan tengkuk Kenan dengan satu tangannya dengan kuat agar kepala Kenan berhenti bergerak. Tangan Kenan pun mendorong kuat tubuh Raka dengan satu tangannya yang terbebas. Kepalanya yang mencoba ia gerakkan walau susah karena cekalan Raka di tengkuknya begitu kuat.
Bibir Raka sudah menempel di bibirnya. Ia masih berusah untuk mengelak tapi tidak bisa. Raka mungkin memiliki tubuh yang lebih kecil darinya tetapi ketika marah tenaga Raka lebih besar darinya. Ia yang sudah kelelahan akhirnya membuka mulutnya dan air yang berada dalam mulut Raka kini sudah berpindah ke dalam mulutnya. Tangan Raka segera menutup mulut Kenan agar kekasihnya itu tidak menyemburkannya keluar. "Telan!" tegas Raka dengan sorot mata tajamnya.
Kenan pun menelannya membuat Raka tersenyum menatapnya. Ia pun turun dari atas tubuh Kenan kemudian duduk di pinggir sofa. Ia membuka laci meja sofa dan mengambil satu botol bir yang ia simpan di meja sofa itu.
"Sepertinya wanita itu sudah membuatmu berubah. Jadi, kamu mau mengakhiri semuanya?" tanya Raka kemudian menegak bir yang baru saja ia buka itu tanpa menatap Kenan.
Kenan bangun dari posisi terlentangnya kemudian duduk di samping Raka. Tubuhnya tidak merasakan apapun setelah menelan teh itu. Ia kini menatap Raka yang sedang memainkan jarinya di ujung botol bir yang di letakkan di atas meja. Raka tidak memberikan obat apapun pada tehnya.
Raka kembali menegak birnya langsung dari botolnya. "Tidurlah, aku akan tidur di sini," ucap Raka tanpa menatap Kenan.
"Enggak!" tolak Kenan cepat.
"Ck! Kamu fikir aku akan melakukan sesuatu dengan Qia?" tanya Raka yang kini menatap Kenan dengan tatapan tidak percaya.
Kenan terdiam dan hanya menatap Raka. Raka berdecak kesal lagi kemudian ia kembali meminum birnya tanpa mempedulikan lagi Kenan. "Sudah sana, pergilah kekamar. Aku mau memindahkan Qia!" ketusnya kemudian meletakkan botol birnya. Setelah itu ia berdiri dari duduknya.
Raka berjalan ke arah Qia yang sudah tertidur pulas karena dia memberikan obat tidur pada minuman Qia. Ia butuh berbicara dengan Kenan, jika Qia tidur tanpa obat tidur ia bisa terbangun kapan saja. Raka mengangkat tubuh Qia dengan ekspresi wajah yang tidak bersemangat sama sekali. Entah kenapa Kenan tidak menyukai sikap Raka saat ini.
Raka bukan orang yang seperti ini, ia akan melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Ia akan memaksakan kehendaknya walau orang yang di paksa itu tidak suka.
Kenan bangun dari duduknya ketika Raka sudah berdiri dengan menggendong Qia ala brydal style. Dengan hati-hati Raka menidurkan tubuh Qia di atas sofa panjang, tdak lupa ia mengambil bantal sofa supaya Qia tidur lebih nyenyak. Ia kembali membuka laci meja sofa yang memang di desain untuk meletakkan beberapa barang seperti makanan atau minuman serta ada selimut juga.
Raka menyelimuti tubuh Qia hingga sebatas dada kemudian ia mengambil birnya dan duduk di single sofa yang tadi diduduki Qia. "Sudah, sana. Kau tidur!" usir Raka kemudian ia meminum birnya kembali.
"Berhentilah minum, dan ayo tidur," ajak Kenan.
"Nanti aku akan tidur, kau pergilah tidur duluan!" ujar Raka tanpa menatap Kenan.
Kenan berjalan menghampiri Raka dan mengambil paksa botol bir yang dipegang Raka. "Lebih baik kamu tidur," ucap Raka tidak bertenaga sambil mengulurkan tangannya meminta botol bir.
Kenan meletakkan botol bir ke atas meja kemudian ia memegang satu tangan Raka dan mengalungkannya ke bahunya. "Ayo kita ke kamar," ucap Kenan sambil menarik tubuh Raka.
Raka mendorong tubuh Kenan agar menjauh hingga Kenan mundur beberapa langkah. Ia kembali mengambil botolnya, tetapi ketika ia akan menegaknya Kenan langsung mengambil birnya dan menegaknya hingga habis.
Ia menatap tajam ke arah Raka tetapi Raka malah menatap malas Kenan kemudian ia membungkuk untuk mengambil bir di laci meja. "Mau kamu apa, sih, Ka!" bentak Kenan sambil mendorong tubuh Raka ke sofa hingga punggung kekasihnya itu membentur sandaran sofa.
"Kamu yang maunya apa?" tanya Raka dengan sorot mata tajam tepat ke manik mata Kenan.
"Kita akhiri semuanya," putus Kenan.
"Bertahun-tahun kita jalanin ini semua dan kamu mau mengakhiri semuanya begitu saja? Aku sudah mengajakmu menikah tapi kamu tidak mau," ucap Raka masih menatap manik mata Kenan dengan raut wajah frustasinya.
"Dan membuatku kehilangan segalanya. Namamu juga akan di blacklist, apa kamu mau semua itu terjadi?" tanya Kenan dengan nada suara meninggi.
"Lantas kamu mau mengakhiri hubungan yang sudah lama ini?" tanya Raka kemudian ia berdiri dari duduknya.
Kenan tidak menjawab karena semua sudah jelas. Mau tidak mau mereka memang harus mengakhiri semuanya supaya kehidupan mereka pun terjamin. Ia tidak akan kehilangan hak warisnya dan Raka masih bisa bekerja sesuai posisinya saat ini.
"Kalau begitu ..." Raka sengaja menggantungkan perkataannya. Ia mengambil paksa botol bir yang sudah habis di tangan Kenan. Dengan cepat ia membenturkan botol bir itu ke meja yang terbuat dari marmer hingga botol itu pecah dan pecahannya berserakan.
"Raka, apa yang kamu lakukan!" bentak Kenan dengan bola matanya yang membulat kaget.
"Hidupku hancur sebelum aku bertemu kamu. Jadi, untuk apa aku hidup jika tidak ada kamu di sisiku?" tanya Raka dengan sorot mata putus asanya.
Ia sudah mengangkat tinggi botol yang ujungnya sudah pecah dan akan menusukkan ke tubuhnya. Dengan cepat Kenan menahannya dan menarik paksa botol itu. Kemudian ia melemparnya asal dan langsung mencium bibir Raka. Memagut bibir kekasihnya secara paksa walau Raka berusaha mendorong tubuhnya.