Pak Sumi seperti orang asing ketika dia sampai di kantor. Satu bulan tidak menunjukkan batang hidungnya, telah membuatnya menjadi asing di kantor sendiri. Namun perlakuan hangat bawahannya membuatnya tak teralu merasakan hal itu ketika Ia telah sampai di mejanya. Setelah meletakkan tasnya, Pak Sumi segera menuju ke ruang rapat.
Sesaat setelah itu rapat pun dimulai. Rapat kali ini membahas tentang capaian kinerja per bagian. Semua kepala bagian tampil menunjukkan apa yang telah dilakukannya. Begitu pula Pak Sumi.
Sebenarnya kebanyakan dari kepala bagian menyayangkan sikap Pak Sumi yang tidak pernah hadir ke kantor. Karena kecemburuan itu, banyak cibiran ditujukan kepada Pak Sumi.
Namun, Saat Pak Sumi mulai menjelaskan apa yang divisinya lakukan selama ini, semuanya diam tak dapat berkata-kata. Semua pekerjaan berjalan seperti biasa. Tidak ada satu pekerjaan yang mengalami penurunan. Semua orang di kepala bagian merasa malu kepada dirinya sendiri karena telah membicarakan hal yang tidak benar perkara Pak Sumi dibelakangnya.
Rapat ditutup dengan pembahasan yang membuat Pak Sumi ingin segera pulang ke rumah. Setelah rapat selesai bertepatan dengan jam pulan kantor, Pak Sumi, tanpa berlama-lama, langsung kembali ke rumah sakit.
Tak ada waktu bagi Quora untuk menemui bosnya itu. Quora baru saja pulang dari dinas luar kantor. Mengetahui bosnya ke kantor, Quora semangat untuk kembali ke kantor. Bukan karena Ia senang karena bisa bertemu dengan bosnya, tapi Ia ingin menyerahkan pekerjaannya secepat mungkin agar bisa segera tidur.
Sampai di Rumah Sakit, Pak Sumi segera berjalan cepat menuju ke kamar Bu Rati.
"Assalamualaikum, Bu, Bu?" kata Pak Sumi yang langsung mencari Bu Rati.
"Waalaikumsalam, ada apa pak?" Kata Bu Rati yang sedang mencoba menyuapi Marie Bubur.
"Marie sudah bisa makan bubur?" Kata Pak Sumi yang kehilangan fokus melihat Marie makan bubur.
Marie menganggukkan kepalanya dengan pelan. Tentu kepala Marie masih terasa sakit ketika mengangguk.
"Ah syukurlah." Kata Pak Sumi yang ikut 'nimbrung'(1) ke mereka.
"Um, jadi ini artinya Marie sudah sehat kan?" Sambung Pak Sumi.
"Asal makannya lahap, Marie sudah sehat kok. Ee, masih dalam pemulihan." Kata Bu Rati.
Mendengar itu, Marie langsung mempercepat kunyahannya dan langsung menelan. Anak itu ingin sehat. Tapi karena tergesa-gesa Marie tersedak. Dengan cepat Bu Rati memberi anak itu air.
"Sudah jangan cepat-cepat, makannya pelan-pelan saja ya." Kata Bu Rati.
"Ngomong-ngomong pak, (kamu) sudah salat (asar)?" tanya Bu Rati.
"Astagfirullah!" Kata Pak Sumi.
Pak Sumi lupa, jika awalnya Ia akan salat setelah sampai di rumah sakit. Namun, karena ini pula Pak Sumi ingat sesuatu yang ingin ia katakan.
"Ah, Bu, minggu depan apa Marie bisa keluar Rumah Sakit sebentar?" tanya Pak Sumi.
"Sudah, salat dulu sana, nanti baru kita bicara." Kata Bu Rati.
"Eh, i-iya." Jawab Pak Sumi singkat.
Marie dengan setengah hati bahagia. Anak itu masih berpikir bagaimana caranya untuk mati. Alasannya cukup sederhana, Ia tidak mau menjadi beban bagi orang yang dianggap sebagai ayah dan ibunya. Tapi disisi yang lain, Ia tidak mau kehilangan kasih sayang yang selama ini Ia dambakan. Pikiran Marie buyar ketika Dia mendengar sesuatu yang sudah lama tidak terdengar. Setelah salat asar, Pak Sumi kembali ke Kamar Bu Rati. Marie sudah selesai dengan makannya. Bu Rati sedang mengiris beberapa potong apel.
"Sudah salat pak?" Tanya Bu Rati.
"Iya, sudah. Aku minta apelnya ya." Kata Pak Sumi.
"Ini. Aa..." kata Bu Rati menyuapi suaminya.
Pak Sumi memakannya dengan tersenyum seraya mengarahkan pandangannya ke Marie.
"Manis nak apelnya, Marie sudah coba?" Tanya Pak Sumi.
"I.. i..ya.. a...nis." Jawab Marie.
"Jadi apa tadi yang mau bapak bicarakan?" Tanya Bu Rati.
"Oh iya. Jadi, minggu depan Sunandar, ee... orang jahat yang menyekap Marie, mau dieksekusi, sehari sebelumnya, Dia ingin bertemu Marie." Kata Pak Sumi kepada Bu Rati.
Sontak Marie merasakan PTSD-nya(2) kambuh. Baru juga beberapa jam mendapatkan tubuhnya kembali, Marie sudah dipaksa untuk mengingat hal yang sangat ingin Ia lupakan, yaitu masa lalunya. Marie tidak ingin ikut Ayahnya ke tempat Sunandar. Marie tidak ingin bertemu Sunandar. Untuk pertama kali, Marie bersembunyi dibalik ketiak Bu Rati (meskipun hal ini terasa perih karena harus menekuk tulang belakang yang belum sepenuhnya pulih dan menggores luka jahit di area perut).
Kemudian Pak Sumi menjelaskan jika Ia tidak memaksa Marie untuk ikut. Pak Sumi memberi kebebasan Marie atas hal ini, apakah Ia bersedia atau tidak. Melihat Marie meringkuk ketakutan, baik Pak Sumi maupun Bu Rati merasa jika Marie tidak ingin ikut.
Meski begitu Pak Sumi lebih ingin jika Marie bisa ikut dengannya. Namun Bu Rati menentang pertemuan Marie dengan Sunandar. Melihat istrinya yang begitu bersikeras -dibanding dengan biasanya yang cenderung penurut jika pada urusan yang tidak ada kata benar atau salah, urusan pemilihan tindakan- tidak mau melakukan hal ini, Pak Sumi mengurungkan niatnya untuk mempertemukan Marie dengan Sunandar.
Akhirnya Marie tidak jadi bertemu Sunandar. Setelah itu ada suster masuk dan memberitahukan jika sekarang sudah waktunya bagi Marie untuk melakukan pemeriksaan berkala di ruang dokter. Seperti yang telah direncanakan sebelumnya, pemeriksaan tubuh secara menyeluruh dilakukan oleh tim dokter. Sebenarnya tubuh Marie menjadi primadona para dokter karena percobaan mereka berhasil. Oleh karena itu tubuh Marie sendiri dianggap sebagai aset yang berharga.
...
Hasil pemeriksaan keluar pada dua hari setelah itu, dan sayang bagi Marie, rekomendasi dokter menunjukkan bahwa Ia bisa keluar dari rumah sakit, jika dan hanya jika ada dokter yang ikut bersamanya memantau selama 24 jam. Kode etik seorang polisi yang sebisa mungkin memprioritaskan kemauan tahanan yang akan dihukum mati, membuat Pak Sumi sedikit memaksa Marie untuk ikut dengannya. Ketika malam hari Bu Rati dan Pak Sumi sedang berbincang tentang hari esok.
"Tidak, Aku mulai besuk harus masuk, tidak boleh ambil cuti lagi pak." Kata Bu Rati menolak Pak Sumi.
"Kalau Kita berdua bekerja, yang jaga Marie siapa? tidak bisakah kamu ambil lagi? dipotong gajimu pun tak masalah." Kata Pak Sumi.
"Tidak bisa pak, Aku sudah terlalu banyak cuti. Ada suster jaga 24 jam, Aku juga tidak pulang ke rumah, Aku akan tidur disini 'bareng' Marie."
"Huh? itu berarti Aku di rumah sendirian?" Kata Pak Sumi.
Pak Sumi memang berpikir untuk pulang ke rumah. Tapi Ia tidak berpikir jika Istrinya tidak ikut bersamanya tidur di rumah (3).
"Minggu ini jadwal Marie padat. Selain itu aku sudah harus bekerja." Kata Bu Rati.
"Jadwal padat apa?" Tanya Pak Sumi.
"Hus, jangan keras-keras, Marie terbangun nanti." Kata Bu Rati.
"Ah, maaf, jadi, jadwal apa?" Jawab Pak Sumi.
"Sudikah Kamu Aku jelaskan? luka bekas jahitan Marie mulai pulih, ini berarti-" Kata Bu Rati terpotong.
"Bagus dong." Sela Pak Sumi.
"Pak, Aku belum selesai. Jadi Marie akan masuk program rehabilitasi. Nah berhubung yang transplantasinya banyak, jadi akan banyak program yang akan dijalani Marie." Kata Bu Rati.
"Bagaimana dengan membawa Marie denganku (untuk menemui Sunandar)?" Kata Pak Sumi.
"Jadi ini masih masalah itu ya?" Tanya Bu Rati.
"bagaimana ya bu, tapi kalau Marie tidak mau, ya tidak jadi." Kata Pak Sumi.
"Minggu depan kan? sebenarnya kalau Marie mau, bisa. Tapi bawa Aku juga." Kata Bu Rati.
"Alhamdulillah." Kata Pak Sumi.
"Pak, hanya jika Marie mau melakukannya. Lagi pula Siapa yang sudi bertemu dengan orang yang menyakitinya selama bertahun-tahun?" Kata Bu Rati.
"Iya, Aku tahu hal itu, tapi aturan tetaplah aturan, Aku tidak bisa membantu apa-apa atas hal ini." Kata Pak Sumi.
"Iya Pak." Kata Bu Rati.
Lalu suara azan isya' berkumandang.
"Sudah, kalau begitu Aku pulang dulu, eh mana baju kotormu?" Kata Pak Sumi.
"Iya, sebentar Aku ambil dulu." Kata Bu Rati.
Kemudian seperti yang telah direncanakan, Pak Sumi pulang ke rumah. Lelaki itu akan bersih-bersih rumah dan mencuci baju yang kotor. Sedangkan Bu Rati, Dia akan bersiap untuk shift malamnya. Jas dokter putih dipakainya, tapi langkahnya terhenti ketika melihat Marie memandangnya.
"Loh sudah bangun Nak?" Tanya Bu Rati pada Marie.
"I... ya." Jawab Marie.
Bahkan untuk berujar saja masih terasa sakit bagi Marie.
"Um... A...yah, su... ruh... Ma... Rie... I..kut?" Tanya Marie terbata-bata.
"Tidak Marie, tidak ada yang menyuruhmu. Marie bisa ikut jika Marie mau. kalaupun ikut, Marie akan selalu ibu temani kok." Jawab Bu Rati dengan tersenyum.
"Um... i... ya." Kata Marie.
"Kalu begitu ibu tinggal dulu ya, 5 jam lagi ibu akan kembali, kalau ada apa-apa, tekan saja tombolnya, nanti suster kesini. Jangan tunggu ibu ya, Marie tidur saja." Kata Bu Rati.
"I..ya." Kata Marie.
"Ahhhh, Marie, maaf ya malam ini ibu tidak bisa menyuapimu." Kata Bu Rati sembari memeluk Marie, tentu bukan benar-benar memeluknya, karena tubuh Marie masih lemah.
Marie tersenyum.
"Ti... dak... pa... pa." Kata Marie tersenyum kecil.
(1) Nimbrung: datang dan turut serta (makan, minum, bercakap-cakap, dan sebagainya). (KBBI)
(2) PTSD (post-traumatic stress disorder) atau gangguan stres pascatrauma adalah gangguan mental yang muncul setelah seseorang mengalami atau menyaksikan peristiwa yang tidak menyenangkan.PTSD merupakan gangguan kecemasan yang membuat penderitanya teringat pada kejadian traumatis. -Aldokter
(3) If You Know What I Mean (¬‿¬ ), hei ayolah, kalian kira sudah berapa minggu Pak Sumi tidak 'tidur se-ranjang' dengan istrinya.